Liputan6.com, Jakarta - Terdapat empat pegawai PT Pertamina (Persero) yang saat ini dinonaktifkan karena diduga terlibat dengan praktik kecurangan saat menjabat sebagai manager di Pertamina Energy Trading Limited Ltd (Petral). Keempat pegawai tersebut membuat harga Bahan Bakar Minyak menjadi lebih mahal dari pasaran.
Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto menyatakan, empat pegawai Pertamina tersebut semula merupakan pejabat di Petral. Namun karena anak perusahaan Pertamina tersebut dibekukan dan kemudian perannya dipindahkan ke Integrated Supply Chain (ISC) maka mereka dipindahkan ke Pertamina. "Di masa lalu, mereka adalah manager di Petral," kata Dwi, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (23/11/2015).
Saat menduduki jabatan di Petral, Empat pegawai tersebut diduga terlibat dengan praktik kecurangan dalam pengadaan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan minyak mentah, sehingga membuat harganya menjadi mahal. "Dia bekerjasama dengan pihak luar sehingga membuat harga lebih mahal," tutur Dwi.
Baca Juga
Oleh Pertamina, keempat pegawai tersebut sebenarnya sudah dinonaktifkan sejak proses audit forensi mendapatkan hasil. Keputusan tersebut diambil oleh Pertamina untuk kelancaran proses investigasi lebih lanjut. "Mereka sudah kami nonaktifkan sambil kami investigasi lebih lanjut," ujarnya.
Untuk diketahui, salah satu hasil dari tim independen yang melakukan audit forensik terhadap Petral adalah pengaruh pihak eksternal dalam pengadaan BBM dan minyak mentah yang dilakukan Petral selama menjalankan tugasnya.
"Ada pengaruh pihak eksternal mempengaruhi bisnis tersebut kemudian negosiasi term of condition dan dilanjutkan dengan negosiasi. Klaim dan informasi terbatas," ungkap Dwi.
Dari hasil laporan auditor tersebut, pengaruh pihak luar membuat peserta tender menjadi tak banyak sehingga membatasi penawaran harga BBM dan minyak mentah dan membuat harganya menjadi mahal.
Namun ketika ditanyakan pihak yang mempengaruhi Petral tersebut, Dwi tidak bisa meyebutkan karena takut menimbulkan kesalahpahaman.
"Intervensi pihak luar kami tidak dalam kapasitas menyebut di sini, takut salah persepsi kita akan melihat nanti kepada analisasi lebih lanjut dalam asepk legal," pungkasnya. (Pew/Gdn)