Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah pengamat mengklaim kekurangan atau shortfall penerimaan pajak di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 sebesar Rp 160 triliun merupakan yang terbesar dalam sejarah Indonesia.
Sementara program yang didesain Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan untuk meraup pundi-pundi penerimaan pajak batal terlaksana di 2015.
Ekonom Senior Universitas Indonesia (UI), Fuad Bawazier saat dihubungi Liputan6.com, menyoroti kasus pengunduran diri Sigit Priadi karena alasan tidak mampu memenuhi target penerimaan pajak tahun ini sebesar Rp 1.294,25 triliun.
"Setahu saya memang beliau mau sendiri mengundurkan diri, karena target tidak tercapai. Ini kan pertama kali dalam sejarah kekurangan pajak sampai besar sekali. Dia ikut lelang jabatan, merasa tidak sanggup, lalu konsekuensinya mundur," ujarnya di Jakarta, Kamis (3/12/2015).
Baca Juga
Baca Juga
Dihubungi terpisah, Pengamat Perpajakan dari Universitas Indonesia, Ruston Tambunan menuturkan, target penerimaan pajak dalam 10 tahun terakhir selalu gagal tercapai, kecuali pada 2008 saat kepemimpinan Darmin Nasution sebagai Dirjen Pajak. Keberhasilan tersebut disokong karena suksesnya program sunset policy di periode tersebut.
"Memang shortfall penerimaan pajak tahun ini terbesar dalam sejarah, bahkan Pak Jusuf Kalla menyebut kekurangan pajak mencapai Rp 430 triliun. Tapi ini karena target penerimaan pajak yang dipatok tinggi pada 2015," jelasnya.
Menurutnya, realisasi penerimaan pajak dalam beberapa tahun terakhir hanya terkumpul sekitar Rp 900 triliun dari target lebih dari Rp 1.000 triliun. Dan di APBN-P 2015, proyeksinya sebesar Rp 1.294,25 triliun dan ditaksir hanya mampu tercapai 85 persen.
"Penyebabnya karena perlambatan ekonomi, ada insentif pajak. Tapi beberapa program Ditjen Pajak pun gagal diimplementasikan tahun ini, sementara target tinggi. Jadi Pak Sigit stres juga, sehingga keputusan terakhirnya mundur," tegas Ruston.
Satu-satunya harapan besar bertumpu pada pelaksanaan pengampunan pidana pajak (tax amnesty) yang sedang diperjuangkan pemerintah kepada DPR. Dari program tersebut, Sigit sebelumnya memproyeksikan dapat meraih penerimaan pajak sekitar Rp 60 triliun.
"Sepertiganya dari Rp 60 triliun diharapkan bisa masuk di tahun ini. Tapi kan pembahasan saja belum selesai. Kalaupun bisa tahun ini, pasti pelaksanaannya di 2016," pungkas Ruston. (Fik/Ndw)
Advertisement