Ciptakan Kedaulatan Pangan, Pemerintah Harus Beri Insentif

Indonesia merupakan negara agraris terbesar, tetapi belum bisa menciptakan ketahanan pangan.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 06 Jun 2016, 20:11 WIB
Diterbitkan 06 Jun 2016, 20:11 WIB
Sawah (Ilustrasi)
Sawah (Antara Foto)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia merupakan negara agraris terbesar, tetapi belum bisa menciptakan ketahanan pangan. ‎Hal tersebut disebabkan karena kesalahan pengelolaan pertanian pada sektor hulu.

Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, sebagai negara agraris, Indonesia seharusnya bisa menjadi negara pemasok pangan dunia. Namun, jangankan menjadi pemasok pangan dunia, untuk memenuhi ketahanan pangan sendiri pun tidak mampu.

"Indonesia sebagai negara agraris terbesar tidak mampu menjaga ketahanan pangan, apalagi pemasok pangan dunia," kataEnny, dalam diskusi, diJakarta, Senin (6/6/2016).

Enny mengungkapkan, penyebab ketahanan pangan Indonesia masih lemah adalah kebijakan pangan yang salah urus. Selama tidak ada suatu kebijakan yang betul fokus ke hulu pertanian, maka tidak ada peningkatan produksi, seperti kebijakan insentif untuk petani ketika masa panen agar harga tidak jatuh.

"Kebijakan salah urus yang jadi biang kerok faktor fundamental," tegas Enny.

Menurut Enny, untuk mengurai permasalahan tersebut, pemerintah harus membuat solusi jangka panjang, mengeluarkan kebijakan konkrit yang mendorong peningkatan kedaulatan pangan Indonesia, dengan memberikan insentif yang dapat meningkatkan produksi.

"Sekarang solusinya tidak ada solusi jangka pendek, pemerintahan Jokowi fokus pada pertanian, sekarang yang diharapkan betul memiliki kebijakan kongkret tidak lagi pencitraan tidak lagi sekedar memenuhi aspek politik tapi sektor fundamental," tutup Enny.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya