DPR: Judicial Review Hak Konstitusi Warga Indonesia

Dua organisasi berencana mengajukan judicial review UU Tax Amnesty.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 11 Jul 2016, 18:56 WIB
Diterbitkan 11 Jul 2016, 18:56 WIB
DPR: Pemerintah Harus Berupaya Lebih Keras Serap Pajak
Persoalan perpajakan memang menjadi isu krusial, apalagi ada skandal perpajakan dalam dokumen yang disebut "Panama Papers".

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melihat bahwa judicial review adalah hak konstitusi dari setiap Warga Negara Indonesia (WNI). Oleh sebab itu DPR melihat langkah judicial review 2 organisasi terhadap Rancangan Undang-undang (RUU) Tax Amnesty atau pengampunan pajak adalah hal yang wajar.

"Sudah banyak UU yang di JR, ada yang diterima dan ditolak Mahkamah Konstitusi (MK) substansi JR-nya. Jadi jika ada WNI atau pihak-pihak yang melakukan JR, saya menghormati, menghargai, dan mendukungnya secara moral," ungkap Anggota Komisi XI DPR Ecky Awal Mucharram ketika dihubungi di Jakarta, Senin (11/7/2016).

Politisi PKS ini pun yakin jika pihak-pihak yang melakukan judicial review itu didasarkan dengan rasa tanggungjawab dan kesadaran penuh bahwa UU tersebut mengandung hal-hal yang tidak sejalan dengan UUD 1945 atau konstitusi.

Senada dengan Ecky, anggota Komisi XI DPR dari fraksi Partai Gerindra Heri Gunawan juga mempersilahkan jika ada pihak-pihak yang ingin melakukan judicial review terhadap RUU Tax Amnesty. Ia pun mengingatkan kalau UU ini berlakunya cukup singkat, hanya sampai 31 Maret 2017, namun bukan berarti UU ini menjadi sia-sia.

"Intinya bukan sia-sia, tapi masalah waktu, apakah cukup waktu? Itu yang harus dihitung dari segi waktu lamanya proses gugatan‎ pendapat dari masyarakat, termasuk para akademisi terbagi dalam dua kelompok," ujar Heri.

Kelompok pertama, lanjut dia, berpendapat jika tax amnesty diundangkan maka akan terjadi ketidakadilan bagi masyarakat khususnya bagi para wajib pajak yang selama ini patuh membayar pajak.

"Dan kelompok kedua adalah setuju dengan tax amnesty diundangkan dengan alasan bahwa negara lagi susah dan butuh dana untuk pembangunan nasional," ucap Heri.

"Tesa dan antitesa itu kalau digabungkan dapat dijadikan sintesa‎ kedua pendapat tersebut adalah benar. Sebab kedua pendapat tersebut harus dihubungkan dengan keadaan negara dan bangsa yang saat ini sedang mengalami krisis pendapatan negara. Jika tidak ada krisis pendapatan negara, pasti lain lagi ceritanya," imbuh dia.

"Kami Partai Gerindra sangat mengharapkan keberhasilan pemerintah sehingga kesejahteraan rakyat akan jauh lebih baik. Sebab bagi kami politik adalah perjuangan untuk mensejahterakan rakyat," tukas Heri.

Sebelumnya, dua  organisasi yakni Yayasan Satu Keadilan (YSK) bersama Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) berencana mengajukan judicial review (uji materi) ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membatalkan UU tersebut karena beberapa alasan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya