Bank Dunia: Reformasi Iklim Usaha Indonesia Cetak Rekor

Di Jakarta dan Surabaya, proses mendapat sambungan listrik untuk pergudangan menjadi lebih cepat.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 26 Okt 2016, 12:09 WIB
Diterbitkan 26 Okt 2016, 12:09 WIB
Di Jakarta dan Surabaya, proses mendapat sambungan listrik untuk pergudangan menjadi lebih cepat.
Di Jakarta dan Surabaya, proses mendapat sambungan listrik untuk pergudangan menjadi lebih cepat.

Liputan6.com, Jakarta Bank Dunia (World Bank) menaikkan peringkat kemudahan berbisnis atau Ease of Doing Business Indonesia ke peringkat 91. Sebelumnya, peringkat kemudahan berbisnis di Indonesia ada di peringkat 106.

Dalam catatan Bank Dunia, Indonesia menjadi negara yang menjalankan reformasi birokrasi terbanyak jika dibandingkan dengan 190 negara lain di Asia Pasifik.  Untuk memperbaiki iklim usaha, Indonesia mencatat rekor dengan melakukan tujuh reformasi dalam satu tahun terakhir.

Bank Dunia mencatat, reformasi yang dilakukan Indonesia dalam satu tahun terakhir adalah memulai usaha, kemudahan memperoleh sambungan listrik, pendaftaran properti, kemudahan memperoleh pinjaman, pembayaran pajak, perdagangan lintas batas, dan penegakan kontrak.

“Pemerintah Indonesia telah melakukan banyak hal untuk meningkatkan mutu lingkungan usaha bagi sektor swasta, khususnya dalam tiga tahun terakhir,” ujar Rodrigo Chaves, Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dalam laporannya, Rabu (26/10/2016).

Contohnya, di Jakarta dan Surabaya, dua kota yang diukur oleh laporan kemudahan usaha, proses mendapat sambungan listrik untuk pergudangan menjadi lebih cepat setelah adanya penambahan pasokan listrik oleh penyedia layanan. Hal ini berakibat pada berkurangnya waktu yang diperlukan bagi kontraktor untuk melakukan pekerjaan luar.

Di Surabaya, penyedia layanan listrik juga telah menyederhanakan proses permintaan sambungan baru, sehingga makin mudah bagi pengusaha untuk memperoleh sambungan listrik. Saat ini rata-rata di Indonesia, hanya diperlukan 58 hari bagi sebuah usaha untuk memperoleh sambungan listrik – dibanding 79 hari tahun lalu.

“Komunitas usaha global serta pengusaha lokal akan lebih terdorong dengan semakin mudahnya proses menjalankan usaha di berbagai bidang," tegas‎ Rodrigo.

Rodrigo memaparkan beberapa reformasi dalam satu tahun terakhir ditujukan untuk menerapkan atau mendorong penggunaan sistem online. Misalnya, memulai usaha menjadi lebih mudah karena adanya berbagai sistem online yang fungsional. Saat ini seorang pengusaha hanya memerlukan 25 hari untuk memulai sebuah usaha, dibandingkan sebelumnya yang mencapai 48 hari.

Kehandalan proses pendaftaran transfer properti juga diperkuat melalui proses digitalisasi pencatatan tanah dan pembuatan sistem informasi geografis. Selain itu, proses pembayaran pajak sekarang menjadi lebih mudah setelah adanya sistem online untuk mendaftar dan membayar iuran kesehatan. Reformasi ini juga telah berhasil menurunkan jumlah pembayaran terkait pajak menjadi 43 per tahun, dari sebelumnya 54.

Reformasi lain termasuk prosedur khusus bagi claim bernilai kecil agar berbagai pihak bisa mewakili dirinya sendiri sehingga mempermudah penegakan kontrak di Indonesia. Proses ekspor dan impor juga menjadi lebih mudah, berkat perbaikan layanan bea cukai dan penyerahan dokumen di bawah kebijakan satu atap. Indonesia memperkuat akses kredit dengan menciptakan sebuah pendaftaran jaminan yang modern.

Namun, ada beberapa hal yang masih bisa diperbaiki. Untuk menjaga momentum reformasi, sepertinya masih ada ruang untuk lebih menyederhanakan prosedur serta mengurangi waktu dan biaya untuk memulai usaha, pendaftaran properti dan implementasi kontrak.

Tahun ini, laporan mempertimbangkan hambatan terkait gender untuk tiga kelompok indikator: Memulai Usaha, Pendaftaran Properti, dan Penegakan Kontrak. Di Indonesia, tidak ada hambatan bagi pengusaha perempuan di bidang yang diukur.

Selain itu, kelompok indikator Membayar Pajak sekarang menyertakan informasi tentang proses pasca pelaporan yang terkait audit pajak dan pengembalian pajak. Indonesia lebih unggul dari negara-negara lain di Asia Timur dan Pasifik.‎ (Yas/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya