Liputan6.com, Yogyakarta - Berniat ingin mengubah nasib menjadi lebih baik dan mapan, Markuat (43), yang dulunya bekerja sebagai kuli kayu gelondongan mempunyai ide untuk membuka usaha kerajinan kandang sapi.
“Dulu saya ini cuma kuli kayu gelondongan, ikut orang, tapi saya pikir kok nasib saya nggak berubah-ubah dan keuntungannya kurang bagus. Akhirnya saya cari kerjaan ngumpulin duit beli kayu-kayu yang udah ditebang, dan coba buat kandang sapi,” kata Markuat ketika ditemui Liputan6.com di kediamannya Karang Jetis, Saptosari, DI Yogyakarta.
Sebagai kuli, dulunya bapak dari 4 orang anak ini bekerja serabutan ikut orang lain untuk mengolah kayu. Namun karena pendapatan yang didapat sehari-hari tidak jelas apalagi jika sedang banyak pekerja, tekadnya untuk mengubah nasib menjadi lebih baik semakin kuat.
“Saya mulai bisnis ini sekitar 9 tahun yang lalu, biasa dulunya mengolah kayu dan lihat banyak kayu yang jelek-jelek kebuang. Lama kelamaan saya punya ide buat kandang sapi ini, pas buat lama-lama banyak yang beli, dan keuntungannya jauh banget sama dulu, sekarang kadang sampe keteteran buat kandang sapi ini,” jelas penggemar olahraga voli ini.
Pertama kali mendirikan usaha, pria penyuka mi ayam ini butuh modal sekitar Rp 5 juta, namun karena tidak punya uang, ia memberanikan diri meminjam ke cukong dan hal ini pun berlangsung hingga 4 tahun pertama.
“Awalnya dana saya pinjam sama cukong, pake asas saling percaya saja. Jadi dulu untuk usaha belum ada modal sendiri selalu pinjam di cukong, 4 tahun masih begitu model usahanya. Misalnya di ladang ada yang menawar kayu, harganya berapa? Saya pinjam cukong untuk bayar, nanti saya tebang kayu misalnya dapat Rp 3,5 juta untuk bayar utang, keuntungannya Rp 500 ribu untuk saya, dulunya gitu, lama-kelamaan punya modal sendiri,” jelas dia.
Berkat kegigihannya, pria kelahiran Gunung Kidul, 28 Agustus 1973 ini akhirnya bisa berjalan dengan modal sendiri.
Ia pun memetik hasil dari jerih payahnya, dalam sebulan ia bisa menjual kandang sapi hingga 10 buah. Dengan harga kandang terkecil Rp 2 juta, sedangkan kandang yang besar bisa mencapai Rp 4 juta.
“Sebenarnya kalau dihitung untung, di Jawa itu ada bulan-bulannya, misalnya bulan Suro bagus, tapi ya itu kepercayaan saja, memang kadang yang beli milih hari, bulan bagus apa, tapi banyak juga yang nggak milih hari, kapan mau beli ya beli. Tapi saya bersukur pokoknya setiap bulan ada yang pesan, dan lumayan sekali buat saya,” tutur dia.
Untuk membuat satu kandang sapi, kata Markuat, biasanya dilakukan oleh 2 orang dan butuh waktu 3 hari. Sementara untuk bahan, kayu yang biasa dipakai adalah akasia.
“Pekerja saya selama ini sudah ada 11 orang dengan saya. Kalau buat kandang dikerjakan 2 orang dan satu kandang biasanya jadi 3 hari pakai kayu akasia. Ya lumayan sekarang jadi bisa bantu orang lain. Padahal nggak nyangka juga saya ini dulu cuma kuli kayu,” pungkasnya sumringah.(Dhita/Nrm)