Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menemukan modus baru investasi ilegal alias bodong, yakni menghimpun dana dari debitor bank dengan perjanjian mengeluarkan surat pembebasan utang. Dalam iming-iming tersebut, debitor harus membayar sejumlah uang, minimal Rp 300 ribu.
"Khusus di 2016, ada modus baru yang perusahaannya menjanjikan pembebasan utang di lembaga keuangan," tegas Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Kusumangingtuti S. Soetiono di Gedung BI, Jakarta, Jumat (20/1/2017).
Titu menjelaskan, begitu panggilan akrabnya, modus penerbitan surat pembebasan utang ini dilakukan oleh dua entitas atau perusahaan investasi bodong yang terjadi di daerah. Akan tetapi dia belum bersedia menyebut identitas perusahaan tersebut.
"Ada satu entitas di berbagai kota dan terus berkembang ke kota lain. Saat kami lakukan penegakan hukum, dia loncat-loncat. Ada lagi satu entitas yang terlokalisir di satu kota. Jadi ada dua entitas yag sedang kita garap, salah satunya di Malang," dia menerangkan.
Baca Juga
Dia menuturkan, perusahaan tersebut memungut uang minimal Rp 300 ribu kepada debitor yang terlilit utang di sebuah lembaga keuangan, seperti perbankan. Setelah membayar, lanjut Titu, perusahaan itu akan mengeluarkan surat lunas utang.
"Jadi dia merasa tahu debitur tidak mampu bayar, atau ada itikad tidak baik. Debitur bilang ke bank saya tidak mau bayar lagi karena sudah punya surat pelunasan. Padahal utang belum lunas," papar dia.
Titu mengaku, penipuan tersebut hanya akan memperkeruh hubungan antara perbankan dan debitor yang memiliki utang. Hal ini akan berdampak buruk terhadap program inklusi keuangan OJK dan Bank Indonesia.
"Dapat menimbulkan moral hazard karena di satu sisi mempertemukan atau memudahkan akses permodalan ke usaha kecil, tapi di sisi lain usaha yang tidak bankable ini bisa terdistorsi oleh praktik atau modus surat pembebasan utang," kata dia.
Sementara itu, Deputi Komisioner OJK Hendrikus Ivo mengatakan, modus surat pembebasan utang terdeteksi terjadi di Makassar, Palu, Malang, dan Papua meski belum begitu marak.
Dia menjelaskan, modusnya perusahaan meminta debitor menjadi anggota. Kemudian disuruh membayar sejumlah uang, lalu si perusahaan mengeluarkan surat tanda keterangan lunas bahwa utang atau kredit si nasabah di bank sudah lunas.
"Jadi pelaku menyatakan punya tagihan di enam bank utama dan SPI dari BI. Setelah diuji Satgas, itu tidak benar. Ini mendistorsi hubungan antara bank dan nasabah, ada pihak yang dirugikan dan ada pelanggaran hukum di dalamnya," tutur Hendrikus.
Saat ini, Ivo bilang, OJK dan Satgas Waspada Investasi (SWI) sedang menangani kasus ini sehingga belum dapat memberikan informasi lebih jauh mengenai proses penyidikan penipuan tersebut.
"Ini area yang kami jaga, tidak hanya penegakkan hukum tapi bisa dikembalikan dalam bentuk pemberian gantu rugi, jadi perlu keseimbangan. Sependapat ini adalah investasi ilegal sehingga penanganan kami serahkan ke penegak hukum," ujar dia.
Advertisement