Putus Kontrak, RI Bisa Kelola Tambang Freeport dengan Cara Ini

Terlalu banyak pelanggaran yang dilakukan Freeport Indonesia terhadap kebijakan yang telah ditetapkan Pemerintah Indonesia.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 22 Feb 2017, 15:14 WIB
Diterbitkan 22 Feb 2017, 15:14 WIB
Freeport
Freeport

Liputan6.com, Jakarta Masa kontrak PT Freeport Indonesia mengeruk kandungan tembaga di perut bumi Indonesia‎ akan berakhir pada 2021. Setelah kontrak habis pemerintah diminta tidak memberikan perpanjangan kontrak bagi perusahaan asal Amerika Serikat tersebut.

Pengamat Pertambangan Ahmad Redi mengatakan, terlalu banyak pelanggaran yang dilakukan Freeport Indonesia terhadap kebijakan yang telah ditetapkan Pemerintah Indonesia.

Selain itu, sudah saatnya Indonesia menguasai sumber daya alam secara mandiri demi kemakmuran rakyat. Itu sebabnya usai pasca kontrak habis, pemerintah atau investor nasional harus menjadi penguasa pada tambang di Papua tersebut.

‎"Freeport tidak usah, terlalau banyak bandel, punya tradisi melanggar undang-undang, tidak tunduk regulasi kita, sama pemerintah‎ juga semaunya," kata Ahmad, di Jakarta, Rabu (21/2/2017).

Menurut dia, ada beberapa cara untuk menasionalisasi tambang penghasil emas dan tembaga tersebut. Pertama dengan membentuk perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) baru, dan membentuk holding BUMN pertambangan yang terdiri dari perusahaan tambang plat merah.

"Bagaimana pasca 2021, kita mulai pemerintah khususnya tambang itu dikelola potensi nasional kita oleh BUMN. 4 skema bisa mendirikan BUMN baru, kedua adalah bentuk korsorsium Antam, Bukit Asam dan lain-lain bentuk BUMN hoding pertambangan," papar dia.

Ahmad melanjutkan, jika Freeport tetap ingin menggarap tambang tersebut, boleh diberikan kesempatan, tetapi melepas saham sebanyak 51 persen ke nasional, ‎dengan begitu mayoritas dimiliki nasional.

"Membeli divestasi‎ 51 persen,  ya sudah kita dapat 51 persen saham kita nggak perlu beli modalnya sumber cadangan itu, kita mau freeport pasca 2021 silahkan tetap nambang kita tetap dapat 51 persen," dia menandaskan. (Pew/Nrm)

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya