BI Waspadai Kerentanan Sistem Keuangan Akibat Kondisi Global

Bank Indonesia membentuk unit pengawasan makro prudensial dan mengembangkan kerangka kerja sistem stabilitas keuangan.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 02 Nov 2017, 14:31 WIB
Diterbitkan 02 Nov 2017, 14:31 WIB
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo. (Liputan6.com/Angga Yuniar)
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Gubernur Bank Indonesia (BI)  Agus DW Martowardojo memastikan bank sentral akan selalu mewaspadai keretanan dalam sistem keuangan, seiring berlangsungnya dinamika di pasar akibat ketidakpastian pada perekonomian global. 

Dia mengaku akan merespons segala hal yang terjadi tersebut secara hati-hati. "Normalisasi neraca, ekspektasi kenaikan Fed Fund Rate, dan transisi kepemimpinan Sistem Federal Reserve di AS, pasca perkembangan Brexit di Eropa. Dan masalah geopolitik saat ini di Spanyol dan Semenanjung Korea, adalah beberapa dinamika global yang kami sebagai pusat bankir, harus merespons dengan hati-hati," kata ‎dia saat hadir dalam seminar internasional Central Bank's Role in the Macroprudential Policy di Jakarta, Kamis (2/11/2017).

Beberapa kerentanan yang teridentifikasi, Agus menambahkan, meliputi kenaikan utang luar negeri di beberapa negara. Kemudian lonjakan risiko pasar global yang disebabkan dari perilaku pelaku ekonomi dan pencairan dana yang rumit dan cepat.

Menurut Agus, ketidakpastian dan kerentanan global berpotensi membahayakan keberlanjutan pemulihan ekonomi global, menciptakan ketidakseimbangan sistem keuangan, pada akhirnya memicu risiko sistemik.

"Kita mungkin ingat ketika pihak berwenang di seluruh dunia berusaha untuk menemukan kerangka kerja dan kebijakan yang sesuai namun suflident untuk mengurangi risiko sistemik dan ketidakseimbangan dalam sistem keuangan, pada awal tahun 2000,"‎ Agus mengingatkan.

‎Agus mengungkapkan, kebijakan makro pudensial dapat mengatasi kerentanan. Bank Indonesia membentuk unit pengawasan makro prudensial dan mengembangkan kerangka kerja sistem stabilitas keuangan, termasuk sistem peringatan dini yang dapat mengidentifikasi kerentanan dan potensi risiko dalam sistem keuangan.

Bank Indonesia dengan kebijakan makro prudensialnya, dapat mempertimbangkan langkah-langkah untuk mengurangi tekanan dalam sistem keuangan secara cepat dan tepat, didukung oleh pemantauan dan analisis yang kuat‎.

"Ini kemudian berkontribusi pada kemampuan untuk mengelola sistem keuangan dengan lebih baik dan menghasilkan ketahanan yang lebih baik dalam menghadapi krisis keuangan global tahun 2008," tutup Agus.

Ekonomi RI Diprediksi Terus Membaik

 Perekonomian Indonesia diproyeksi terus membaik hingga akhir tahun. Bank Indonesia (BI) memperkirakan, pertumbuhan ekonomi kuartal III 2017 sebesar 5,1-5,2 persen. Lalu, meningkat menjadi 5,3-5,4 persen di kuartal IV 2017.

Demikian disampaikan Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara dalam acara Economic & Capital Market Outlook 2018 di Jakarta, Selasa (31/10/2017). "Bagi BI kuartal III antara 5,1-5,2 persen dan kuartal IV 5,3-5,4 persen," ujar dia.

Pertumbuhan ekonomi nasional ditopang oleh pengeluaran pemerintah yang lebih besar. Meski demikian, dia mengakui pengeluaran pemerintah hanya menopang sebagian pertumbuhan ekonomi. "Pengeluaran pemerintah lebih besar, tapi kan APBN itu kan hanya 10-12 persen dari PDB," ujar dia.

Mirza melanjutkan, perekonomian akan didorong oleh sektor komsumsi rumah tangga dan ekspor. Serta, didorong oleh sektor investasi.

"Kami lihat ada recovery di bidang investasi. Di situ gabungan ada investasi swasta dan BUMN dan ada recovery di sektor ekspor juga sudah recovery. Dan di pengeluaran rumah tangga recovery," lanjut dia.

Ekonomi nasional telah mengalami tantangan yang cukup berat. Terlebih karena imbas pelemahan harga komoditas. Harga komoditas, lanjut Mirza, terlihat mengalami perbaikan sehingga menopang perekonomian di berbagai wilayah Indonesia.

"Sumatera kan pernah tumbuh 3 persen dan sekarang ekonomi Sumatera sudah 4 persen. Bahkan, beberapa provinsi sudah mendekati 5 persen. Dan Kalimantan Timur pernah negatif itu sudah positif," tutup dia.

Sebelumnya, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi di 2018 mencapai 5,4 persen. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan, untuk mencapai target pertumbuhan tersebut, ada dua hal yang akan digenjot pemerintah pada tahun depan. Dua hal tersebut yaitu ekspor dan investasi.

"Di APBN jelas, kita akan inflasi terus di bawah 4 persen. Nah, pertumbuhan ekonomi 5,4 persen, ya artinya kita harus kerja keras. Dua hal yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Pertama, ekspor. Kedua, investasi," ujar dia.

Untuk ekspor, pemerintah tengah berupa untuk membuka pasar-pasar baru di negara-negara kawasan Afrika dan Asia. Dengan melakukan diversifikasi pasar, diharapkan dapat meningkatkan ekspor Indonesia serta membuat kinerja ekspor menjadi lebih baik.

"Ini harus digenjot terus, sekarang sudah mulai kelihatan pasar-pasar nontradisional. Yang dulu enggak pernah kita perhatikan, sekarang mulai kelihatan bahwa lonjakannya di situ lumayan baik," kata dia.

Selain ekspor, yang tak kalah pentingnya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan investasi. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi berkualitas dan tidak hanya mengandalkan konsumsi dalam negeri.

"Kedua, tetap, kuncinya di investasi. Dua hal ini yg menjadi kunci pertumbuhan itu bisa tercapai atau tidak. Kita memang ingin menggeser dari pertumbuhan yang ketergantungannya pada konsumsi, kepada pertumbuhan yang lebih berkualitas, geser ke arah-arah yang yang produktif, ke arah produksi. Dua hal ini yang menjadi kunci pertumbuhan itu bisa tercapai atau tidak," tandas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya