Liputan6.com, Jakarta PT PLN (Persero) mencatat 5.053 desa bisa menikmati listrik pada tahun ini. Hal ini merupakan komitmen perusahaan untuk meningkatkan penyebaran kelistrikan (rasio elektrifikasi).
Direktur Utama PLN Sofyan Basyir mengatakan, PLN secara bertahap melistrik‎i desa yang belum mendapatkan penerangan. Jika pada tahun ini, 5.457 desa menikmati sambungan listrik, bertambah di tahun depan menjadi 5.053 desa.
Advertisement
Baca Juga
"Komitmen PLN akan melistriki desa yang belum terlistriki, termasuk desa baru," kata Sofyan, di Jakarta, Rabu (29/11/2017).
Menurut Sofyan, PLN menghadapi tantangan besar dalam melistriki desa, diantaranya adalah beratnya medan yang diakses sehinga membuat biaya penyambungan listrik yang mencapai ratusan juta rupiah.
"Pembangunan desa berlistrik menghadapi tantangan besar dalam upaya melistriki desa,"‎ tutur Sofyan.
Dia menyebutkan, untuk melistriki satu rumah di wilayah Jawa atau perkotaan hanya membutuhkan biaya Rp 1,7 juta. Sedangkan jika di wilayah Papua atau pedalaman biaya yang dibutuhkan mencapai Rp 160 juta sampai Rp 170 juta.
‎"Kalau di Jawa setiap tiang sudah ada, di Jawa investasi rumah Rp 1,7 juta. Di Papua atau pedalaman Rp 160 juta-170 juta,‎" ungkapnya.
Kondisi tersebut diperparah ketidakmampuan masyarakat‎ dalam membayar listrik.
Menurut Sofyan untuk meringankan beban, PLN memanfaatkan program tanggungjawab sosial (CSR) perusahaan BUMN untuk pemasangan listrik.
"Ini agak sedih juga buat kami, tapi fakta di lapangan seperti itu kami mensiasati dengan adanya CSR BUMN," dia menandaskan.
Tonton Video Pilihan Ini
Kerjasama dengan Denmark
PT PLN (Persero) menjajaki kerja sama dengan Denmark untuk melakukan berbagai kajian pada sektor kelistrikan, di antaranya pengaturan beban kelistrikan pada jaringan PLN. Dengan begitu, diharapkan biaya listrik perusahaan menjadi lebih ekonomis.
"Pengaturan beban. Jadi bagaimana mengatur beban yang lebih ekonomis. Begitulah kira-kira," kata Direktur Perencanaan Korporat PLN, ‎Syofvi Felienty Roekman di Jakarta, Rabu (29/11/2017).
Syofvi mengungkapkan, teknologi tersebut dapat membuat biaya pembangkitan dan penyaluran listrik lebih efisien. Denmark telah menawarkan teknologi dan pengetahuannya untuk dibagi ke PLN.‎
"Ini studi. Jadi studi untuk strengthening orang-orang saya, karena kan mereka menawarkan teknologi dan pengetahuan mereka. Itu dulu yang kita tindaklanjuti," jelasnya.
Menurut‎nya, PLN dan Denmark belum memiliki rencana kerja sama lebih jauh untuk pembangunan infrastruktur kelistrikan. "Belum, belum, pengetahuan mereka. Itu dulu yang kita tindaklanjuti," ujarnya.
‎Syofvi mengakui, Denmark memiliki kemampuan baik dalam mengembangkan Energi Baru Terbarukan (EBT). Sebesar 40 persen kebutuhan listrik Denmark dipasok dari Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB).
"Wind mereka itu 40 persen dari total sistem listriknya. Saya enggak tahu total capacity mereka berapa," ungkapnya.
Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan melanjutkan, pemerintah Denmark memiliki keyakinan tar‎if listrik EBT bisa lebih murah dari pembangkit listrik energi fosil.
Di Denmark harga listrik dari PLTB yang terletak di darat mencapai US$ 4 sen per kilo Watt hour (kWh) dan yang terletak di laut sebesar US$ 6 sen per kWh.
"PLTB kalau onshore itu tarifnya di bawah US$ 4 sen per kWh dan yang di tengah laut (offshore) di bawah US$ 6 sen per kWh. Jadi mereka yakin tarif listrik yang dihasilkan EBT bukan hanya kompetisi tarif dengan energi fosil, tapi lebih murah," tutup Jonan.
Â
Advertisement