Liputan6.com, Jakarta - Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan masih positif pada 2018. Momen pemilihan kepala daerah (pilkada) dan pergerakan harga komoditas akan menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Head of Intermediary PT Schroder Investment Management Indonesia Teddy Oetomo menuturkan, konsumsi dan daya beli masyarakat Indonesia akan membaik satu tahun sebelum pemilihan umum (pemilu).
Hal tersebut ditopang sejumlah faktor baik dari internal maupun eksternal. Dari internal, momen pemilihan kepala daerah (pilkada) di 17 provinsi pada 2018 diharapkan dapat dongkrak daya beli masyarakat.
Advertisement
Baca Juga
"Ada dana kampanye. Tahun 2018 terdapat pilkada di 17 provinsi jauh lebih besar dari 2017. Ditambah dari 17 provinsi itu ada tiga provinsi besar Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur yang populasi 30-40 persen dari total masyarakat Indonesia. Dengan ada pilkada dorong konsumsi rumah tangga," jelas Teddy.
Teddy menambahkan, anggaran belanja pemerintah juga mulai berjalan pada awal tahun 2018. Ini juga dapat dorong daya beli masyarakat. Selain itu, faktor harga komoditas terutama batu bara juga akan menopang ekonomi Indonesia.
"Ditambah lagi dana dari komoditas. Kita lihat pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia pada 2012 daya beli menurun. Dan memang ternyata ada hubungan sangat kuat antara harga batu bara dan kemampuan daya beli. Pemain batu bara langsung jalan uangnya," jelas Teddy.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Faktor Eksternal
Dari faktor eksternal, Teddy menyebutkan pertumbuhan ekonomi global membaik juga menjadi katalis positif untuk ekonomi Indonesia. Hal ini ditopang dari pertumbuhan ekonomi Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat.
"Prediksi IMF pertumbuhan ekonomi 3,2-3,3 persen. Memang satu dunia masuk fase pertumbuhan ekonomi. Dulu ribut AS naikkan suku bunga sekarang aman saja. Itu karena pertumbuhan ekonomi mumpuni. Terjadi pengetatan selama pertumbuhan ekonomi terjadi itu tidak masalah," ujar Teddy.
Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,4 persen dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018, menurut Teddy, juga cukup realitis dan dapat tercapai. Namun, dengan catatan, pertumbuhan konsumsi masyarakat Indonesia aman pada 2018.
"Sebesar 5,4 persen dapat tercapai dengan catatan konsumsi akan membaik pada tahun depan," ujar Teddy.
Sejumlah sektor usaha di Indonesia pun dinilai masih baik sehingga dapat menopang pertumbuhan ekonomi pada 2018. Sektor usaha tersebut mulai dari sektor usaha tambang, pertanian, sektor usaha perbankan, konstruksi, telekomunikasi, dan digital.
Akan tetapi, Teddy mengingatkan sektor usaha yang terganggu dengan gangguan teknologi, salah satunya sektor usaha ritel. Oleh karena itu, pengusaha ritel mesti bergerak cepat untuk menghadapi perkembangan teknologi yang begitu cepat.
"Tidak semua ritel kena. Karena ada orang beli jam tangan mahal tidak mungkin di online. Ada beberapa yang tidak bisa digantikan online. Lihat saja Amazon buka toko, tapi permudah pembelian enggak perlu capai dan nenteng. Jadi bayar pakai e-money kemudian diantar ke rumah. Proses-seperti itu yang perlu dipikirkan pengusaha ritel," jelas dia.
Selain itu, Teddy juga mengingatkan hal yang perlu diwaspadai pada 2018, yaitu realisasi investasi terutama investasi langsung di Indonesia. Hal ini mengingat tahun 2018 merupakan tahun politik dengan pelaksanaan pilkada dapat membuat investor wait and see.
"Waspadai komponen investasi. Investasi dalam bentuk langsung. Tahun depan tahun kampanye jadi malas investasi. Pengusaha pikir nanti saja. Kondisi politik aman bukan tidak mungkin investasi akan naik," ujar Teddy.
Teddy mengingatkan Indonesia perlu menggenjot pertumbuhan ekonominya. Lantaran ekonomi sejumlah negara di dunia terus mencatatkan pertumbuhan ekonomi positif. Teddy menuturkan, pemerintah sudah melakukan sejumlah langkah untuk membangun fondasi untuk mendorong ekonomi Indonesia tumbuh lebih cepat.
Langkah dilakukan mulai dari pembangunan infrastruktur, memangkas peraturan untuk mendukung kemudahan berusaha. Ditambah menjaga bahkan meningkatkan cadangan devisa, dan diharapkan bisa mendongkrak penerimaan pajak.
"Tahun depan pertumbuhan ekonomi kita lima persen lagi maka kita kalah karena dulu AS pertumbuhan ekonomi rendah sudah mulai naik lagi. Negara lain pertumbuhannya naik. Indonesia harus dongkrak pertumbuhan ekonomi apalagi Indonesia mumpuni dari demografi dan harga komoditas yang mendukung. Posisi kita sudah cukup baik. Memang tidak bisa langsung pertumbuhan ekonomi enam persen tetapi arah fondasi sudah benar. Kalau fondasinya dibuat kokoh maka cepat naiknya (pertumbuhan ekonomi)," jelas Teddy.
Advertisement