Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan pemerintah melarang produk investasi maupun transaksi mata uang virtual (cryptocurrency), seperti bitcoin cs di Indonesia.
Hal ini menyusul kegiatan prelaunching produk investasi berbasis cryptocurrency oleh Aladin Capital pada Kamis, 25 Januari 2018 di Menara Bidakara, Jakarta.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengungkapkan, BI sebagai otoritas sistem pembayaran sudah melarang transaksi bitcoin cs di Indonesia mulai 2018. Pemerintah pun memperingatkan risiko penggelembungan nilai yang dapat merugikan masyarakat dan berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan.
Advertisement
Baca Juga
"Ini (cryptocurrency)Â sudah dilarang oleh otoritas sistem pembayaran dan dalam Undang-Undang (Nomor 7/2011) sudah jelas sistem pembayaran kita dalam mata uang rupiah. Produk itu apa tidak tahu, kalau kaitannya dengan itu (cryptocurrency), jelas dilarang," tegas Wimboh di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Kamis (25/1/2018).
Dia mengungkapkan, larangan juga berlaku bagi lembaga jasa keuangan yang melakukan jual beli bitcoin cs maupun produk investasi berbasis mata uang virtual. OJK mengawasi seluruh produk investasi yang dirilis lembaga jasa keuangan, sehingga pihaknya meminta agar tidak dilanggar.
"Kalau produknya sudah dilarang, jangan dilanggar, harus patuh dong. Tapi produk itu bisa ditawarkan bukan oleh lembaga jasa keuangan, bisa siapa saja termasuk individu," ujar dia.
Terkait Aladin Capital yang mengeluarkan produk investasi berbasis mata uang virtual, Wimboh belum mengetahuinya secara rinci. OJK berjanji akan mengeceknya.
"Kalau Aladin Capital adalah (bergerak) jasa keuangan yang kita awasi, ya harus lapor. Saya tidak tahu, nanti saya cek apakah dia termasuk jasa keuangan yang kita awasi," dia menegaskan.
"Yang pasti kalau dilakukan lembaga jasa keuangan, mereka harus lapor ke OJK, dan kita harus awasi. Tapi kalau dilakukan nonjasa keuangan tidak tahu pengawasannya oleh siapa. Kalau itu oleh individu di luar negeri, masa kita awasi orang di luar negeri," Wimboh menambahkan.
Oleh karena itu, Wimboh mengakui, OJK akan terus mengedukasi masyarakat supaya paham terhadap risiko dari investasi mata uang virtual yang secara tegas dilarang oleh BI, OJK, dan pemerintah.
"Kita akan lakukan edukasi ke masyarakat supaya tahu paham risikonya, hati-hati. Jangan seperti kasus produk ilegal, kalau untung diam, tapi kalau ada yang kabur, ribut," kata Wimboh.
Dari undangan peliputan yang diterima, Aladin Capital hari ini meluncurkan produk investasi berbasis mata uang virtual atau cryptocurrency yang telah memiliki jaminan di HSBC. Produk investasi perusahaan tersebut diklaim telah berkembang pesat di beberapa negara, khususnya di Vietnam.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
BI dan Pemerintah Sepakat Tolak Bitcoin
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mengingatkan supaya masyarakat tidak menggunakan mata uang virtual (cryptocurrency) termasuk bitcoin. Lantaran, mata uang tersebut memiliki sejumlah risiko.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan telah melakukan penilaian terhadap perkembangan mata uang digital tersebut. Dia menuturkan, mata uang digital berisiko karena tidak ada regulator atau administrator yang mengatur mata uang digital tersebut. BI juga menilai mata uang digital tersebut berisiko dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Oleh karena itu, BI menyampaikan bahwa kita mengingatkan kepada publik untuk tidak melakukan perdagangan, membeli, ataupun menjual bitcoin karena kami tidak ingin bawah nanti masyarakat yang transaksi dengan bitcoin melanggar aturan," ungkap dia di Jakarta, Selasa, 23 Januari 2018.
Agus mengatakan, BI melarang perusahaan yang menyediakan sistem pembayaran melakukan transaksi dengan mata uang digital.
"BI sebagai otoritas moneter sistem pembayaran memberikan larangan kepada semua perusahaan jasa sistem pembayaran yang ada di bawah supervisi di bawah BI untuk melakukan transaksi terkait bitcoin," ungkap dia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menambahkan, pemerintah juga mengimbau supaya masyarakat tidak menggunakan mata uang digital sebagai alat pembayaran maupun investasi.
"Dari sisi transaksi pembayaran jelas di UU mata uang Indonesia sangat jelas rupiah," ujar dia.
Sri Mulyani menambahkan, mata uang digital berisiko lantaran tidak memiliki basis penilaian investasi. Lalu, mata uang ini berisiko pada tindak pencucian uang. "Ketiga, ini akan bisa menciptakan bubble," ujar dia.
Advertisement