Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengejar pembentukan unit keselamatan bangunan, khususnya komisi yang menangani bangunan gedung dan keselamatan konstruksi.
Hal ini menyusul ambruknya mezanin Tower II di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) dan kecelakaan konstruksi saat pemasangan beton atau girder di proyek light rapid transit (LRT) rute Kelapa Gading-Velodrome.
Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin mengaku sudah membentuk Komisi Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan (KKJTJ) dan Komisi Keselamatan Bendungan (KKB). Dasar hukum dua unit keselamatan ini adalah Peraturan Menteri PUPR dan UU Nomor 38 Tahun 2004.
Advertisement
Baca Juga
"KKTJT dan KKB sudah keluar, yang belum Komisi Keselamatan Bangunan Gedung (KKBG). Dasar hukumnya peraturan Menteri PUPR sedang disusun," kata Syarif di kantornya, Jakarta, Jumat (26/1/2018).
Dia menargetkan dasar hukum pembentukan Komisi Keselamatan Bangunan Gedung bisa selesai dalam waktu satu bulan ini. Targetnya Februari 2018 keluar.
Menteri PUPR juga sudah meneken peraturan Nomor 02 Tahun 2018, turunan dari UU Nomor 2 Tahun 2017 yang menjadi dasar hukum pembentukan Komite Keselamatan Konstruksi (KKK).
"Jadi ini (unit keselamatan) sifatnya ad hoc. Termasuk ada juga nanti penilai ahli. Ini merupakan cara pemerintah untuk mengantisipasi kecelakaan, baik saat prakonstruksi, konstruksi, maupun pascakonstruksi," tegas Syarif.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Tugas Komisi Keselamatan Bangunan Gedung
Adapun tugas Komisi Keselamatan Bangunan Gedung, antara lain melakukan evaluasi terhadap kinerja pemerintah daerah dalam investigasi bangunan gedung, serta inventarisasi pemantauan dan pertimbangan teknis.
Tugas Komite Keselamatan Konstruksi (KKK), yakni pemantauan dan evaluasi pelaksanaan konstruksi potensi bahaya tinggi, investigasi kecelakaan konstruksi, dan rekomendasi kepada menteri.
Adapun penilai akhir bertugas menetapkan tingkat kepatuhan terhadap standar K4, menetapkan penyebab kegagalan bangunan, menetapkan tingkat keruntuhan, menetapkan pihak yang bertanggung jawab atas kegagalan gedung, dan lainnya.
"Keselamatan menjadi suatu yang penting dalam pembangunan pada saat pelaksanaan, pemeriksaan, mengecek kembali. Makanya dibentuk komite, sehingga inilah yang akan membantu kita supaya tidak ada lagi kejadian kecelakaan. Buat apa bikin regulasi kalau sama saja," papar Syarif.
Untuk diketahui, selain ambruknya balkon Tower II Gedung BEI dan beton LRT jurusan Kelapa Gading-Velodrome, proyek lain yang mengalami kecelakaan serupa terutama pada pemasangan beton atau girder yang sedang diselidiki Kementerian PUPR, antara lain, kasus robohnya girder di proyek Jembatan Overpass Caringin pada ruas Tol Bogor-Ciawi-Sukabumi (Bocimi), Jawa Barat.
Selain itu, girder ambruk pada proyek Jembatan Overpass di ruas Tol Pasuruan-Probolinggo, Jawa Timur, Jembatan Ciputrapinggan KM Bandung ruas Banjar-Pangandaran, Jawa Barat, serta Jembatan Overpass proyek tol Pemalang-Batang, Jawa Tengah.
Saat ditanyakan mengenai kerugian kecelakaan proyek maupun bangunan tersebut, Syarif mengaku masih dalam proses identifikasi.
"Kita sedang identifikasi berapa kerugian. Tapi kalau satu balok atau girder jatuh Rp 300 juta. Yang terpenting adalah jangan sampai kecelakaan ini merenggut korban, kalau kerugian kan relatif," ujar dia.
Advertisement