Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan di awal pekan ini. Dolar AS memang melemah karena adanya ketidakpastian politik di AS.
Mengutip Bloomberg, Senin (6/4/2018), rupiah dibuka di angka 13.870 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 13.89 per dolar AS.
Dari pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 13.860 per dolar AS hingga 13.898 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 2,32 per dolar AS.
Advertisement
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 13.872 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan patokan pada 21 Mei 2018 yang tercatat 13.951 per dolar AS.
Baca Juga
Dolar AS memang merosot terhadap sekeranjang mata uang utama karena adanya ketidakpastian atas pertemuan antara AS dan Korea Utara pada pekan ini.
"Sebenarnya data pekerjaan AS baik tetapi ketidakpastian politik membuat dolar melemah," jelas analis barclays Tokyo, Jepang, Shin Kadota.
"Pergerakan rupiah mampu kembali mengalami kenaikan seiring imbas penguatan Euro setelah kisruh politik di Italia dinilai mulai mereda," tambah Analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada.
Selain itu, adanya penilaian positif dari lembaga keuangan asing yang menilai penguatan dolar AS terhadap rupiah tidak akan berlangsung lama, turut memberikan angin segar sehingga rupiah dapat memanfaatkannya untuk kembali bergerak positif.
Dalam suatu kesempatan, lanjut Reza, Morgan Stanley memberikan keyakinannya bahwa US Treasury 10 tahun sepertinya tidak akan bertahan di atas 3 persen dan akan turun ke 2,85 persen pada kuartal keempat 2018 dan ke 2,75 persen pada kuartal kedua 2019.
Prediksi Ekonom
Sebelumnya, nilai tukar rupiah diprediksi masih di kisaran 14.000 per dolar Amerika Serikat pada Juni 2018. Kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve masih menjadi sentimen memengaruhi rupiah.
Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, menuturkan, rupiah masih akan berada di posisi 13.900-14.000 per dolar AS. Pelaku pasar menanti hasil pertemuan bank sentral Amerika Serikat (AS) pada 12-13 Juni 2018. Diperkirakan, bank sentral AS atau the Federal Reserve akan menaikkan suku bunga 25 basis poin pada pertemuan tersebut.
“Masih ada FOMC. Dari notulensi pada pertemuan Mei cenderung dovish. Pasar perkirakan ada kenaikan suku bunga satu kali lagi pada Juni 2018. Diperkirakan kenaikan suku bunga the Federal Reserve sebanyak tiga kali pada 2018. Ini topang dolar Amerika Serikat,” ujar Josua saat dihubungi Liputan6.com.
Josua menuturkan, rupiah berpeluang sedikit melemah dengan ada sentimen tersebut. Dari dalam negeri, musim pembayaran dividen akan berakhir. Sentimen tersebut akan menopang rupiah sehingga tidak tertekan dalam. Pelaku pasar pun menanti rilis data ekonomi antara lain neraca perdagangan dan transaksi berjalan.
Selain itu, langkah Bank Indonesia (BI) menggelar rapat tambahan pada 30 Mei 2018, dan diperkirakan menaikkan suku bunga sekitar 25 basis poin dinilai akan stabilkan rupiah.
“Kemungkinan menaikkan suku bunga untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Ini juga mengantisipasi hasil pertemuan the Federal Reserve pada 12-13 Juni 2018,” ujar dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement