Rupiah Bakal di Posisi 13.900-14.000 per Dolar AS pada Juni

Kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve masih menjadi sentimen pengaruhi rupiah.

oleh Agustina Melani diperbarui 29 Mei 2018, 08:30 WIB
Diterbitkan 29 Mei 2018, 08:30 WIB
Pelemahan Rupiah terhadap Dolar AS
Petugas menunjukkan uang pecahan dolar Amerika di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Jumat (18/5). Pagi ini, nilai tukar rupiah melemah hingga sempat menyentuh ke Rp 14.130 per dolar Amerika Serikat (AS). (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah diprediksi masih di kisaran 14.000 per dolar Amerika Serikat pada Juni 2018. Kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve masih menjadi sentimen memengaruhi rupiah.

Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, menuturkan, rupiah masih akan berada di posisi 13.900-14.000 per dolar AS. Pelaku pasar menanti hasil pertemuan bank sentral Amerika Serikat (AS) pada 12-13 Juni 2018. Diperkirakan, bank sentral AS atau the Federal Reserve akan menaikkan suku bunga 25 basis poin pada pertemuan tersebut.

“Masih ada FOMC. Dari notulensi pada pertemuan Mei cenderung dovish. Pasar perkirakan ada kenaikan suku bunga satu kali lagi pada Juni 2018. Diperkirakan kenaikan suku bunga the Federal Reserve sebanyak tiga kali pada 2018. Ini topang dolar Amerika Serikat,” ujar Josua saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (29/5/2018).

Josua menuturkan, rupiah berpeluang sedikit melemah dengan ada sentimen tersebut. Dari dalam negeri, musim pembayaran dividen akan berakhir. Sentimen tersebut akan menopang rupiah sehingga tidak tertekan dalam. Pelaku pasar pun menanti rilis data ekonomi antara lain neraca perdagangan dan transaksi berjalan.

Selain itu, langkah Bank Indonesia (BI) menggelar rapat tambahan pada 30 Mei 2018, dan diperkirakan menaikkan suku bunga sekitar 25 basis poin dinilai akan stabilkan rupiah.

“Kemungkinan menaikkan suku bunga untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Ini juga mengantisipasi hasil pertemuan the Federal Reserve pada 12-13 Juni 2018,” ujar dia.

Josua menambahkan, imbal hasil surat berharga AS diperkirakan naik sehingga menopang dolar AS juga menjadi perhatian BI. Josua menilai, BI memilih menstabilkan nilai tukar rupiah untuk mendorong kestabilan makro ekonomi, meningkatkan kepercayaan pelaku usaha dan investor asing. Selain itu, untuk menciptakan stabilitas makro ekonomi, BI dan pemerintah, menurut Josua harus saling berkoordinasi.

 

BI Gelar RDG Tambahan

Bank Indonesia
Bank Indonesia AFP PHOTO / ROMEO GACAD

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mengadakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan tambahan pada Rabu, 30 Mei 2018.

RDG Bulanan tambahan ini tidak menggantikan RDG Bulanan reguler yang tetap akan diselenggarakan sesuai jadwal. Dikutip dari keterangan tertulis BI, Jumat 26 Mei 2018, RDG Bulanan tambahan ini akan membahas kondisi ekonomi dan moneter terkini serta prospek ke depan.

Dalam RDG sebelumnya, BI memutuskan menaikkan BI 7-Days Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 4,50 persen. Langkah ini diambil untuk meningkatkan stabilitas makro ekonomi.

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan keputusan terkait suku bunga acuan juga diikuti dengan langkah bank sentral untuk menaikkan 25 basis poin suku bungan deposit facility sebesar 3,75 persen dan lending facility sebesar 5,25 persen.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya