Harga Minyak Naik Dipicu Redanya Perang Dagang AS-China

Harga minyak naik seiring berkurangnya kekhawatiran terhadap perang dagang AS-China

oleh Nurseffi Dwi Wahyuni diperbarui 21 Agu 2018, 05:32 WIB
Diterbitkan 21 Agu 2018, 05:32 WIB
Ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Liputan6.com, New York - Harga minyak naik pada hari Senin karena investor semakin khawatir tentang penurunan pasokan dari Iran yang terkena sanksi Amerika Serikat dan berkurangnya kekhawatiran terhadap perang dagang AS-China yang akan melukai pertumbuhan ekonomi.

Dilansir dari Reuters, harga minyak mentah Brent berjangka naik USD 38 sen atau 0,5 persen menjadi USD 72,21 per barel. Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik USD 52 sen atau 0,8 persen menjadi USD 66,43 per barel.

Pekan lalu, harga minyak Brent turun untuk tiga minggu berturut-turut, sementara WTI jatuh untuk minggu ketujuh karena kekhawatiran bahwa pertumbuhan ekonomi akan melambat karena ketegangan perdagangan AS-China dan kelemahan di negara berkembang.

China dan AS dijadwalkan akan mengadakan pembicaraan perdagangan bulan ini, dua pemerintah mengatakan pekan lalu, berharap untuk menyelesaikan perang tarif yang meningkat antara dua ekonomi terbesar dunia.

Namun, penasihat ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow mengatakan Beijing seharusnya tidak meremehkan tekad Presiden AS Donald Trump.

"Harga minyak akan terkerek karena orang-orang khawatir bahwa kenaikan tarif dan ketegangan pada perdagangan akan meningkatkan tingkat ketidakpastian dan berpotensi mengganggu pertumbuhan ekonomi global," kata Brian Kessens, Portofolio Manajer dan Managing Director di Tortoise.

"Apa pun yang mengurangi ketegangan itu, Anda dapat melihat minyak umumnya bergerak mundur dengan cara lain."

Pemerintah AS telah mengenakan sanksi keuangan terhadap Iran yang juga akan menargetkan sektor minyak bumi dari produsen terbesar ketiga OPEC tersebut.

Pada hari Senin, Iran meminta Uni Eropa untuk mempercepat upaya menyelamatkan kesepakatan nuklir 2015 antara Teheran dan AS.

Sebagian besar perusahaan Uni Eropa menarik diri dari Iran karena takut akan sanksi AS terhadap Iran, Total Prancis telah secara resmi keluar dari proyek gas Pars Selatan Iran.

"Sanksi Iran kemungkinan akan tetap sebagai kekuatan bullish laten selama satu bulan atau lebih," kata Jim Ritterbusch, Presiden Ritterbusch and Associates, dalam sebuah catatan.

China mengisyaratkan ingin tetap membeli volume besar minyak Iran meskipun ada tekanan AS.

Departemen Energi AS (DOE) menawarkan 11 juta barel minyak mentah untuk dijual dari Strategic Petroleum Reserve (SPR) negara itu menjelang sanksi terhadap Iran. Penjualan tampaknya dirancang untuk menunjukkan administrasi Trump sedang mengambil langkah-langkah untuk menahan kenaikan harga energi menjelang sanksi.

Di tempat lain, ekspor minyak mentah Arab Saudi naik menjadi 7,240 juta barel per hari pada Juni, data resmi menunjukkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya