Perangi Rokok Ilegal, Produsen Kretek Tangan Minta Pelonggaran Batas Produksi

Pelonggaran batasan produksi SKT juga dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 19 Okt 2018, 14:12 WIB
Diterbitkan 19 Okt 2018, 14:12 WIB
20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Pengusaha Sigaret Kretek Tangan (SKT)‎ siap membantu pemerintah dalam memerangi peredaran rokok ilegal, dengan menambah volume produksi untuk memasok rokok legal ke pasar.

Ketua Gabungan Perusahaan Rokok (Gapero) Jawa Timur Sulami Bahar mengatakan, Sigaret Kretek Tangan perlu diberi kesempatan memerangi peredaran rokok ilegal. Ini melalui pelonggaran batasan jumlah produksi untuk mengisi pasar yang ditinggalkan rokok ilegal.

"Pemerintah melalui Bea Cukai berhasil menurunkan peredaran rokok ilegal menjadi 7 persen pada 2018 yang sebelumnya 12,14 persen. Penurunan tersebut sebanding dengan Rp 18 miliar batang rokok," kata ‎Sulami, di Jakarta, Jumat (19/10/2018).

Menurut Sulami, porsi lima persen yang ditinggalkan rokok ilegal dapat diisi dengan produk legal, terutama SKT golongan kecil dan menengah karena harganya ini tidak terpaut jauh dengan rokok ilegal.

Agar dapat mengisi kekosongan pasar tersebut, memerlukan pelonggaran batasan produksi dari pemerintah. “SKT perlu diberi kesempatan untuk mengisi pasar yang tadinya diisi oleh produk ilegal," tuturnya.

Sulami menambahkan, pelonggaran batasan produksi SKT juga dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja, sehingga dapat mendukung program pemerintah dalam mengurangi pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

"Dengan dilonggarkan batasan produksinya, terutama untuk golongan II dan III yang adalah industri kecil dan menengah,” tandasnya.

Serap Tenaga Kerja, DPR Nilai Industri Rokok Keretek Butuh Insentif

20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Industri Sigaret Kretek Tangan (SKT) menyerap banyak tenaga kerja. Namun, saat ini keberadaannya terus berkurang sehingga berdampak pada pengangguran. Oleh sebab itu, perlu insentif agar mereka tetap bertahan.

Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, mengatakan ‎penurunan jumlah industri rokok di Indonesia terjadi dengan jumlah yang besar. Kondisi tersebut mengakibatkan pengurangan kesempatan untuk bekerja bagi masyarakat.

"Dahulu industri rokok berjumlah 6 ribu industri dan sekarang menjadi sekitar 600,” kata Misbakhun, di Jakarta, Selasa (16/10/2018).

Industri SKT merupakan industri rokok yang paling banyak menyerap tenaga kerja dari masyarakat kelas bawah. Jadi industri tersebut dapat membantu masyarakat meningkatkan kesejahteraannya.

"Kesempatan untuk bekerja sangat dibutuhkan oleh masyarakat bawah. Dengan begitu bisa keluar dari garis kemiskinan dengan bekerja," tutur dia.

Menurut Misbakhun, agar industri SKT tetap bertahan, pemerintah perlu memberikan insentif kepada industri SKT, terutama golongan kecil dan menengah. Pemberian insentif ini untuk meningkatkan produksi bagi industri yang dapat meningkatkan penerimaan cukai bagi negara. 

"Harus ada relaksasi batasan jumlah produksi bagi kecil dan menengah agar dapat meningkatkan produksinya dan kualifikasinya,” ujar dia.

 

 

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya