Jokowi Ajak Pelaku Usaha Manfaatkan Perang Dagang

Jokowi berharap para pelaku usaha dalam negeri bisa meningkatkan ekspornya dengan memanfaatkan pasar baru seperti kawasan Asia Selatan dan Afrika.

oleh Septian Deny diperbarui 24 Okt 2018, 13:00 WIB
Diterbitkan 24 Okt 2018, 13:00 WIB
Jokowi Buka Rapat Pleno Pertemuan Tahunan IMF World Bank Group 2018
Presiden Joko Widodo menyampaikan sambutan pada Pertemuan Tahunan IMF-WB Group 2018, Bali, Jumat (12/10). Dalam pidatonya, Jokowi mengumpamakan kondisi ekonomi global sekarang seperti cerita serial televisi Game of Thrones. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak para pelaku usaha dalam negeri untuk memanfaatkan peluang dari adanya perang dagang untuk meningkatkan ekspor nasional.

Dia menyatakan, perang dagang bukan hanya menimbulkan risiko, tetapi juga mampu menciptakan peluang.

Oleh sebab itu, peluang ini harus dimanfaatkan dengan baik dengan membuka pasar ekspor lebih luas ke negara-negara yang terlibat dalam perang dagang tersebut.

"Saya ingatkan, ada pertarungan, perang dagang, gunakan perang ini ada peluang, gunakan peluang ini untuk masuk ke pasar yang ditinggalkan oleh yang baru berperang. Ini kesempatan. Ini adalah peluang yang bisa dan harus dipergunakan sebaik mungkin," ujar dia di ICE BSD, Tangerang, Rabu (24/10/2018).

Jokowi mengungkapkan, hingga September 2018, nilai ekspor Indonesia telah meningkat 9,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Namun kenaikan ini dinilai belum cukup.

"Bahwa ekspor Januari-September 2018 berada USD 122 miliar, tumbuh 9,2 persen dibandingkan 2017 yang lalu. Angka seperti ini harus tahu, artinya semakin tahun ekspor kita lebih baik. Pemerintah terus mendorong. Saya belum tahu insentif apa yang bisa diberikan sehingga pabrik, dunia usaha, industri semua terdorong masuk ke pasar ekspor," kata dia.

Oleh sebab itu, Jokowi berharap para pelaku usaha dalam negeri bisa meningkatkan ekspornya dengan memanfaatkan pasar baru seperti kawasan Asia Selatan dan Afrika.

"Terus perlebar pasar nontradisinal, sekarang banyak sekali Asia Selatan, Afrika yang tidak diurus. Saya ingin dubes, ITPC, Konjen, bekerja keras untuk pasar nontradisional, pasar ASEAN sendiri. Ini peluang besar yang tidak pernah kita urus, mulai kita urus dengan baik. Sehingga ekspor kita benar naik, sehingga terjadi surplus neraca perdagangan," tandas dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

BI: Perang Dagang Tekan Pertumbuhan Ekonomi Global

Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia Gratis, Ini Syaratnya
Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Bank Indonesia (BI) melihat pertumbuhan ekonomi global saat ini sesuai perkiraan yaitu lebih rendah dari proyeksi semula.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Mirza Adityaswara, menyebutkan kondisi ekonomi global yang melemah tersebut disertai ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.

"Di satu sisi, ekonomi AS diprakirakan makin kuat didukung permintaan domestik yang kemudian menyebabkan ekspektasi inflasi AS tetap tinggi dan akan direspons the Fed dengan tetap menaikkan suku bunga kebijakannya," kata Mirza pada Selasa 23 Oktober 2018. 

Namun di sisi lain, ia mengatakan, pertumbuhan ekonomi Eropa dan negara-negara berkembang, termasuk Tiongkok, akan lebih rendah dari proyeksi semula. "Yang pada gilirannya menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi secara global," ujar dia.

Penurunan proyeksi ekonomi global tersebut disebutkan juga dipengaruhi ketegangan hubungan dagang antara AS dan negara lain yang kemudian menurunkan volume perdagangan dunia. Harga komoditas ekspor Indonesia tumbuh lebih lambat, di tengah harga minyak dunia yang terus meningkat.

Sementara itu, ketidakpastian di pasar keuangan global yang masih tinggi juga mendorong investor global menempatkan dananya di aset-aset yang dianggap aman, khususnya di AS.

"Berbagai perkembangan tersebut pada gilirannya mengakibatkan dolar AS terus menguat dan akhirnya membuat tren pelemahan banyak mata uang negara berkembang berlanjut sampai dengan pertengahan Oktober 2018," ujar dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya