Ada Sinyal Permintaan, Harga Minyak Menguat

Harga minyak naik usai alami aksi jual tajam pada sesi perdagangan sebelumnya.

oleh Agustina Melani diperbarui 20 Des 2018, 05:36 WIB
Diterbitkan 20 Des 2018, 05:36 WIB
20151007-Ilustrasi Tambang Minyak
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Liputan6.com, New York - Harga minyak naik usai alami aksi jual tajam pada sesi perdagangan sebelumnya. Kenaikan harga minyak terjadi usai data Amerika Serikat (AS) menunjukkan permintaan yang kuat untuk produk olahan.

Sentimen tetap negatif, tetapi investor bergulat dengan melemahnya permintaan dan kekhawatiran kelebihan pasokan.

Harga minyak mentah Brent berjangka naik 61 sen menjadi USD 56,87 per barel atau naik 1,1 persen pada pukul 14.21 waktu setempat. Harga minyak mentah AS pada Januari menguat 2,6 persen menjadi USD 47,43 barel.

Persediaan minyak mentah pun turun 497 ribu barel dalam sepekan hingga 14 Desember. Angka ini lebih kecil dari penurunan yang diperkirakan 2,4 juta barel. Berdasarkan data the US Energy Information Administration, penurunan itu ketiga berturut-turut.

Stok distilasi termasuk minyak diesel turun 4,2 juta barel dibandingkan harapan kenaikan 573 ribu barel. Permintaan distilasi naik ke level tertinggi sejak Januari 2003 yang mendorong pembelian terutama minyak berjangka untuk diesel. Ada pun permintaannya naik 2,7 persen menjadi USD 1,8012 per gallon.

“Sentimen komplek ini mendorong kenaikan hari ini, tetapi hanya satu yang mengimbangi sebagian kecil dari kerugian baru-baru ini,” ujar Presiden Ritterbusch and Associates, Jim Ritterbusch, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (20/12/2018).

Pada perdagangan Selasa, harga minyak Brent jatuh ke sesi terendah ke level USD 55,89 per barel yang merupakan level terendah sejak Oktober 2017. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) susut ke posisi USD 45,79 per barel, yang merupakan terlemah sejak Agustus 2017.

 

Dibayangi Keputusan The Fed

20151007-Ilustrasi Tambang Minyak
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Pasar keuangan pun berada di bawah tekanan seiring kekhawatiran terhadap suku bunga AS lebih tinggi. Seperti yang diharapkan the Federal Reserve menaikkan suku bunga acuan dan mencatat beberapa kenaikan suku bunga secara bertahap akan diperlukan.

Kenaikan harga minyak terpangkas usai keputusan the Federal Reserve karena indeks dolar AS menguat. Dolar AS menguat membuat komoditas bagi pemegang mata uang lainnya menjadi lebih mahal.

"Ada sedikit kekecewaan kalau the Fed tidak menaikkan suku bunga. Pelaku pasar sedikit khawatir jika the Fed menaikkan suku bunga itu bisa memperlambat ekonomi dan melukai permintaan minyak pada saat yang sama,” ujar Phil Flynn, Analis Price Futures Group.

Adapun harga minyak Brent dan WTI telah turun lebih dari 30 persen sejak awal Oktober karena pasokan minyak mentah telah meningkat.

Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan produsen minyak lainnya termasuk Rusia telah setuju memangkas produksi 1,2 juta barel per hari (bpd) sebagai upaya menaikkan harga. Akan tetapi, pemangkasan produksi tidak akan terjadi hingga bulan depan dan produksi telah mencapai rekor tertinggi di AS, Rusia dan Arab Saudi.

Produksi minyak Rusia sentuh rekor 11,42 juta barel per hari sepanjang Desember. Hal itu berdasarkan sumber Reuters. Adapun Menteri Energi Arab Saudi, Khalid al-Falih memperkirakan stok minyak global akan jatuh pada kuartal I.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya