Program B20 Mampu Hemat APBN Rp 28,4 Triliun di 2018

Sepanjang 2018, produksi bahan bakar nabati mencapai 6 juta Kilo Liter (KL).

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 08 Jan 2019, 19:20 WIB
Diterbitkan 08 Jan 2019, 19:20 WIB
(Foto:Liputan6.com/Ilyas I)
Peluncuran perluasan penerapan Biodiesel 20 persen (Foto:Liputan6.com/Ilyas I)

Liputan6.com, Jakarta Program B20 yang sudah diluncurkan pemerintah pada akhirnya mampu membuahkan hasil. Meski pelaksanaannya masih belum optimal, namun program itu mampu menghemat APBN sebesar Rp 28,4 triliun hingga akhir 2018.

Dirjen Enegri Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Rida Mulyana menjelaskan penghematan ini diperoleh dari anggaran yang sebelumnya untuk membeli minyak mentah ke luar negeri, kali ini disubstitusi dengan pencairan minyak sawit (fame).

"Dari realisasi penyerapan yang sudah dilakukan, hingga 2018 itu kami perkirakan nilainya mampu menghemat Rp 28,4 triliun. Itu besar sekali," kata Rida di kantornya, Selasa (8/1/2019).

Penggunaan B20 ini, dikatakan Rida, masuk dalam angka realisasi kinerja instansinya, khususnya dalam hal produksi bahan bakar nabati. Sepanjang 2018, produksi bahan bakar nabati mencapai 6 juta kilo liter (KL).

Angka ini naik hampir dua kali lipat jika dibandingkan realiasasi pada 2017 yang hanya 3,4 juta KL. Bahkan, pencapaian ini juga melebihi target yang sudah ditetapkan sebelumnya yaitu 5,7 juta KL.

"Jadi boleh dikatakan penerapan B20 sudah berjalan lebih baik seperti yang kita harapkan bersama," pungkas Rida.

Kementerian ESDM Kaji Ubah Program B30 Jadi Green Fuel

Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE)  Kementerian ESDM mendapat masukan dari berbagai pihak untuk tidak melanjutkan program B30 buat transportasi darat. Usulan tersebut tengah dikaji mengenai plus minusnya.

Dirjen EBTKE Kementerian ESDM, Rida Mulyana mengatakan, masukan ini diterima setelah program B20 yang sudah dijalankan dinilai tidak maksimal. 

"Ada masukan yang disampaikan ke kami dan sedang kita kaji bahwa untuk transportasi darat berhenti di B20, jadi tindak lanjut ke B30. Ini lebih dikarenakan faktor kapasitas," kata Rida di kantornya, Selasa (8/1/2019).

Untuk mengoptimalkan penggunaan minyak sawit dalam pemenuhan bahan bakar, Rida mengatakan lebih maksimal jika mengembangkan green fuel dari pada mengembangkan B30. 

Jika produksi B20 proses pencampuran minyak sawit (fame) dengan biodiesel di tangki BBM, tapi green fuel ini proses pencampurannya langsung dilakukan di kilang minyak.

Dengan cara ini, dinilai kualitas bahan bakar minyak (BBM) yang dihasilkan lebih maksimal. Meski masih dalam tahap masukan dan sedang dikaji, Rida mengatakan tetap terus menjalankan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 41 Tahun 2018 tentang perluasan program B20.

"Ini nunggu kajian terlebih dahulu. Sementara B30 sudah kita siapkan dan testnya rencana Maret 2019. Selama perubahan kebijakan belum ada, dan green fuel masih dibahas, maka program tetap jalankan. Test B30 jalankan disamping itu green fuel juga terus dikembangkan," ujar dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya