4 Fakta Kisruh Minyak Sawit RI di Uni Eropa

Uni Eropa (UE) dituding melancarkan kampanye hitam terhadap komoditas minyak sawit dari Indonesia.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 22 Mar 2019, 09:30 WIB
Diterbitkan 22 Mar 2019, 09:30 WIB
20160304-Kelapa Sawit-istock
Ilustrasi Kelapa Sawit (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Minyak sawit sedang menjadi sorotan karena Uni Eropa (UE) dituding melancarkan kampanye hitam terhadap komoditas tersebut. Menteri-menteri Presiden Joko Widodo pun berusaha melancarkan lobi-lobi global demi mendukung sawit.

Sosok yang paling vokal mengurus nasib minyak sawit adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenko Maritim) Luhut Binsar Pandjaitan. Ia bahkan sampai terbang ke Vatikan demi melobi sawit. Luhut percaya ada kampanye hitam terhadap minyak sawit.

Isu ini berakar dari Arahan Energi Terbarukan (Renewable Energy Directive/REDII) milik UE yang mulai mengawasi bahan biofuel yang mengakibatkan deforestasi tidak langsung. Ini dilakukan untuk meraih target pemakaian energi terbarukan pada 2030, sementara biofuel yang mengakibatkan deforestasi tidak masuk kategori energi terbarukan.

Diskusi mengenai minyak sawit pun semakin ramai, bahkan salah satu menteri menyebut siap membawa kasus ini ke World Trade Organization (WTO).

Seperti apa kisruh minyak sawit yang terjadi saat ini? Bagaimana reaksi Uni Eropa? Berikut Liputan6.com rangkum empat faktanya:

1. Sawit Berantas Kemiskinan

Menko Luhut Bahas Industri Mobil Listrik Nasional Bareng DPR
Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan memberi paparan terntang kendaraan listrik nasional di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (29/11). Pemanfaatan listrik diharapkan bisa digunakan untuk moda transportasi kendaraan. (Liputan6.com/JohanTallo)

Menteri Luhut menyebut yang terjadi saat ini adalah diskriminasi. Ia berargumen bahwa diskriminasi sawit memberi dampak negatif ke rakyat.

"Ini berdampak ke petani kecil yang jadi konsen Presiden. Kalau kami tidak membela rakyat kecil kami bela siapa? Ini menurunkan kemiskinan," kata Luhut,

Luhut menyebut akan tegas mendukung minyak sawit karena penting untuk menurunkan kemiskinan. Sementara, menurut daftar Forbes, setidaknya 6 dari 10 orang terkaya Indonesia terlibat bisnis sawit.

Pihak Uni Eropa menepis kabar diskriminasi ke minyak sawit. Sebab, pada aturan mereka semua produk biofuel yang mengakibatkan deforestasi juga dipantau, termasuk kedelai, rapeseed, dan biji bunga matahari.

"Tidak ada biofuel atau bahan baku tertentu yang menjadi target. Semua minyak nabati diperlakukan setara. Minyak sawit tidak diperlakukan sebagai bahan bakar nabati buruk," jelas pernyataan resmi Uni Eropa.

2. Ancaman Boikot Produk Uni Eropa

Kanselir Jerman Angela Merkel
Kanselir Jerman Angela Merkel (AP Photo/Martin Meissner, File)

Menteri Luhut juga tegas mengambil langkah boikot apabila UE terus mendiskriminasi sawit.

Luhut menuturkan, jika rancangan kebijakan diskriminasi terhadap produk sawit tidak bisa ditawar, pemerintah pun sudah menyiapkan langkah untuk memboikot produk Eropa yang ada di Indonesia. Baik produk konsumsi hingga produk besar seperti kendaraan dan pesawatnya udara.

"Kalau begini banyak juga produk Eropa di Indonesia, yang jadi masalah kami banyak pakai bus truck Scania, kami juga sedang rapat pakai kereta Polandia," tutur dia.

Pihak Uni Eropa Indonesia enggan berkomentar atas ancaman boikot ini.

3. Siap Bertengkar di WTO

Perdagangan Perdana Bursa 2019
Menko Bidang Perekonomian, Darmin Nasution memberi sambutan saat membuka perdagangan saham perdana 2019 di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (2/1). IHSG menguat 10,4 poin atau 0,16 persen ke 6.204 pada pembukaan perdagangan saham 2019. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebut siap membawa kasus ini ke World Trade Organization (WTO). Pasalnya, ia percaya ada proteksionisme terselubung.

"Kita tidak mau menjelaskan rinci sekarang, tapi pertama yang kita lakukan setelah kita berusaha mengingatkan jangan teruskan, kalau dia teruskan dan Parlemen Eropa memutuskan minggu depan atau 2 bulan lagi, kita akan bawa ke WTO, karena itu forumnya untuk bertengkar," kata Darmin.

UE justru mempersilahkan agar Indonesia melapor ke WTO. Pihak UE juga percaya mereka sudah mengikuti standar WTO yang bersifat global, obyektif, dan tidak diskriminatif.

"Jadi, langkah Indonesia itu benar, dan di negara manapun, jika ada perselisihan perdagangan memang dibawa ke WTO," kata Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Vincent Guerend.

4. Harapan Orang Utan

Orang Utan
Sebelum menangani Hope, ahli bedah asal Swiss, Andreas Messikommer menangani bayi orang utan bernama Brenda. (Dok YEL-SOCP/Suryadi)

Masalah lingkungan terkait sawit adalah deforestasi. Dalam hal ini, fauna seperti orang utan sering menjadi sorotan dunia karena kehilangan habitat alami mereka.

Menteri Luhut menegaskan bahwa Indonesia sudah memiliki penanganan serius mengenai lingkungan alam dan tidak perlu diajari.

"Kami perbaiki mangroves, kami tahu 40-an persen di indonesia. kami juga perhatikan orang utan, jangan pikir tidak, tapi banyak lagi orang indonesia yang penting dari itu. Kami sudah buat daerah untuk orang utan. Internasional yang awasi," ungkap Luhut.

Terakhir ada kabar orang utan bernama Hope yang ditembak 74 kali dengan senapan angin di area kebun kelapa sawit. Hope selamat meski anaknya tewas karena kurang nutrisi, dan kasusnya pun disorot media internasional

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya