Liputan6.com, Jakarta - Turunnya proyeksi pertumbuhan ekonomi oleh IMF dari 3,5 persen menjadi 3,3 persen harus segera diantisipasi oleh pemerintah. Jika tidak, penurunan ini juga akan berdampak pada target pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani mengatakan, jika turunnya pertumbuhan ekonomi dunia akan berdampak pada ekonomi masing-masing negara, termasuk Indonesia.
Oleh sebab itu, hal ini perlu segera diantisipasi agar pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak melorot di tahun ini.
Advertisement
"Imbasnya pasti ada, karena kalau yang namanya prediksi seperti itu akan ada penyusutan dari pertumbuhan. Imbasnya ke seluruh dunia akan ada," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Kamis (11/4/2019).
Baca Juga
Sebagai langkah antisipasi, lanjut dia, pemerintah harus menggenjot produksi dan konsumsi di dalam negeri. Dengan demikian, penjualan produk yang di dalam negeri tidak terpengaruh pada penurunan permintaan global.
"Antisipasinya, kita harus memperkuat pasar dalam negeri. Jadi domestiknya harus kita drive. Maksudnya sebisa mungkin pada yang bisa kita lakukan di dalam negeri, kita produksi di dalam negeri, sebisa mungkin sektor produksi jasa di dalam negeri diperkuat. Itu untuk antisipasi kalau terjadi penurunan demand secara global," ungkap dia.
Selain itu, kata Hariyadi, pemerintah harus meminimalisir hambatan-hambatan terhadap pertumbuhan ekonomi yang mungkin terjadi di dalam negeri. Hal ini agar kegiatan ekonomi di dalam negeri bisa tetap berjalan normal di tengah ketidakpastian ekonomi global.
"Intinya mendorong semaksimal mungkin output nasional. Harus dirangsang supaya ekonominya jalan. Dan apa yang dirasa menjadi hambatan, segera dikoreksi," tandas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
IMF Kembali Pangkas Pertumbuhan Ekonomi Global
Sebelumnya, International Monetary Fund (IMF) kembali memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi global di 2019. Peningkatan ketegangan perdagangan dan kebijakan pengetatan moneter yang dijalankan oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS) menjadi landasan pemangkasan tersebut.
Mengutip CNBC, Rabu 10 April 2019, IMF mengatakan bahwa mereka mengharapkan ekonomi dunia tumbuh di angka 3,3 peren di tahun ini. Angka tersebut turun dari perkiraan sebelumnya yang ada di angka 3,5 persen.
Sedangkan untuk 2020, IMF cukup optimistis dengan memperkirakan ekonomi dunia akan tumbuh di angka 3,6 persen.
Laporan dari IMF ini keluar ketika kongres AS berjuang untuk meloloskan Perjanjian Amerika Serikat-Meksiko-Kanada (USMCA) yang merupakan perjanjian perdagangan yang ditandatangani oleh Presiden AS Donald Trump denga mitra Meksiko dan Kanada. Perjanjian ini menggantikan perjanjian sebelumnya yaitu North Atlantic Free Trade Agreement (NAFTA).
Sementara itu, saat ini pemerintahan Presiden Trump juga masih terus berjuang untuk menuntaskan kesepakatan perdagangan dengan China.
"Neraca risiko condong untuk mengarah ke penurunan," tulis laporan IMF.
Kegagalan menyelesaikan perbedaan yang mengakibatkan hambatan tarif yang menyebabkan biaya yang lebih tinggi dari barang setengah jari dan barang jadi. Hal tersebut membuat harga barang menjadi lebih tinggi bagi konsumen.
USMCA ditandatangani pada 30 November, tetapi sampai saat ini belum mendapat persetujuan dari kongres AS.
Kesepakatan ini harus melalui DPR yang dikuasai Demokrat dan dikritik oleh Senator Republik Chuck Grassley.
Jika kesepakatan antara ketiga negara ini gagal, permasalahan ekonomi AS akan sangat besar. Kanada dan Meksiko adalah dua dari tiga mitra dagang AS terbesar dan merupakan 30 persen berkontribusi kepada perdagangan global AS di 2018.
AS juga berusaha untuk mencapai kesepakatan dengan China, mitra dagang terbesarnya. China sendiri menyumbang hampir 16 persen dari perdagangan global AS tahun lalu.
Advertisement
RI Bakal Kena Dampak?
Sebelumnya, penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia oleh The International Monetary Fund (IMF) menjadi 3,3 persen dari awalnya 3,5 persen akan berdampak signifikan bagi Indonesia. Hal ini pun akan menjadi tantangan bagi pemimpin Indonesia di masa yang akan datang.
"Jadi memang siapapun yang terpilih, Presiden menghadapi fakta yang tidak selalu enak. Dari sisi makroekonomi, domestik, dan global itu suram. Misalnya, proyeksi pertumbuhan ekonomi oleh IMF diturunin lagi 3,5 persen jadi 3,3 persen. Itu menandakan ekonomi dunia menyusut dan punya impact negatif bagi Indonesia," ujar Rektor Unika Atma Jaya Agustinus Prasetyantoko di Jakarta, Rabu 10 April 2019.
Dia mengatakan, tantangan ekonomi global ini bukan sesuatu yang mudah untuk dilalui. Sebab, bersamaan dengan penurunan pertumbuhan ekonomi, iklim investasi dan bisnis juga akan turut lesu dari sebelumnya. Hal ini pun sudah diprediksi oleh berbagai pihak.
"Tantangannya tidak sederhana. Ditambah iklim bisnis dan industri. Survey Jetro, salah satu perusahaan Jepang prospek bisnis di kawasan Asia menurun dan Indonesia turun signifikan daripada negara lain," jelas dia.