Kenaikan Peringkat Utang RI Bakal Tekan Biaya Pinjaman

Standard and Poor’s (S&P) menaikkan peringkat sovereign credit rating Indonesia dari BBB- menjadi BBB pada Jumat 31 Mei 2019.

oleh Agustina Melani diperbarui 03 Jun 2019, 09:15 WIB
Diterbitkan 03 Jun 2019, 09:15 WIB
BI Prediksi Ekonomi RI Tumbuh 5,4 Persen di 2019
Pemandangan gedung bertingkat di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Kamis (14/3). Kondisi ekonomi Indonesia dinilai relatif baik dari negara-negara besar lain di Asean. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor’s (S&P) menaikkan peringkat sovereign credit rating Indonesia dari BBB- menjadi BBB pada Jumat 31 Mei 2019.

Langkah tersebut dinilai dapat mendorong masuknya aliran dana investor asing masuk ke Indonesia.

Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede menuturkan, peringkat utang Indonesia naik menjadi BBB mengindikasikan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat. Ini didukung oleh deregulasi kebijakan-kebijakan ekonomi  yang dapat berlanjut pada pemerintahan selanjutnya.

Adapun kenaikan peringkat utang tersebut juga ditopang oleh rasio utang yang rendah serta kinerja fiskal yang membaik dengan defisit fiskal tetap terkendali dan defisit keseimbangan eksternal juga membaik.

Josua menambahkan, kenaikan peringkat utang Indonesia akan dorong peningkatan investasi baik pasar modal dan di sektor riil yang akan dorong kesinambungan perekonomian.

"Kenaikan peringkat utang juga akan mendorong foreign inflow di surat berharga negara (SBN) yang akan dorong turun cost of borrowing pada perekonomian,” kata dia saat dihubungi Liputan6.com, seperti ditulis Minggu, (2/6/2019).

Ia menilai, kenaikan peringkat utang Indonesia sudah semestinya. Akan tetapi, peringkat itu dapat direvisi dengan S&P memandang pertumbuhan ekonomi cenderung melambat dan current account defisit, serta penilaian S&P cukup objektif dan fair.

Sementara itu, PT Ashmore Assets Management Indonesia menilai, kenaikan peringkat utang Indonesia menunjukkan kredibilitas Indonesia meningkat di mata dunia.

"Oleh sebab itu  sentimen tersebut merupakan sesuatu yang positif terutama untuk pasar obligasi," kata dia.

Adanya sentimen S&P ini dinilai dapat menguntungkan portofolio saham, obligasi dan rupiah. Katalis S&P 500 akan berdampak jangka pendek di pasar modal.

"Sedangkan untuk ekonomi secara riil harusnya dapat meningkatkan foreign direct invesmet (FDI) yang akan sangat membantu ekonomi,” tulis Ashmore.

Ashmore juga menilai, kenaikan peringkat utang S&P ini memiliki landasan yang cukup kuat. “Saya pikir ini merupakan hasil dari angka fiskal yang baik yang ditargetkan 1,8 persen dari. Artinya kenaikan ini memiliki landasan cukup kuat,” tulis dia.

 

Dampaknya Tak Terlalu Besar

Prediksi BI Soal Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun Depan
Pekerja tengah mengerjakan proyek pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (15/12). Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2019 mendatang tidak jauh berbeda dari tahun ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sementara itu, Kepala Riset PT Samuel International, Harry Su menuturkan, dampak kenaikan peringkat utang S&P terhadap Indonesia menjadi BBB tidak terlalu besar.

Hal ini mengingat posisi Indonesia juga sudah mendapatkan peringkat layak investasi yang sebelumnya BBB-.

Selain itu, ia menilai kenaikan peringkat utang Indonesia belum akan terlalu memikat masyarakat Indonesia.Ini lantaran ekonomi Indonesia masih dibayangi risiko ekonomi global dan defisit sehingga hal tersebut belum akan memikat investor asing untuk memilih aset investasi Indonesia.

Tanggapan BI

BI Prediksi Ekonomi RI Tumbuh 5,4 Persen di 2019
Pemandangan gedung bertingkat di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Kamis (14/3). Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2019 akan berada di kisaran 5-5,4 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Lembaga pemeringkat Standard and Poor’s (S&P) meningkatkan sovereign credit rating Republik Indonesia dari BBB-/outlook stabil menjadi BBB/outlook stabil pada 31 Mei 2019.

Gubernur  Bank Indonesia/BI Perry Warjiyo menuturkan, Indonesia menyambut baik hasil asesmen S&P yang positif. Indonesia kini memperoleh status investment grade dengan level sama dari ketiga lembaga rating utama yaitu S&P, Moody’s dan Fitch.

Hal ini menunjukkan lembaga rating itu memiliki kepercayaan tinggi terhadap prospek perekonomian Indonesia, didukung oleh sinergi kebijakan moneter, sektor keuangan, dan fiskal yang diarahkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dengan tetap mendorong momentum pertumbuhan ekonomi.

"Ke depan, BI dan pemerintah tetap berkomitmen untuk melanjutkan reformasi struktural untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang kuat, berkelanjutan, berimbang dan inklusif," ujar Perry, seperti dikutip dari laman BI, Jumat, 31 Mei 2019.

S&P sebelumnya mempertahankan peringkat Indonesia pada level BBB-/outlook Stabil (Investment Grade) pada 31 Mei 2018

Dalam laporannya, S&P menegaskan bahwa salah satu faktor kunci yang mendukung keputusan tersebut adalah prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat dan dukungan kebijakan otoritas yang diyakini akan tetap berlanjut pasca-terpilihnya kembali Presiden Joko Widodo.

Selain itu, perbaikan sovereign credit rating Indonesia juga didukung oleh utang pemerintah yang relatif rendah dan kinerja fiskal yang cukup baik.

Ekonomi Indonesia tumbuh lebih baik dibandingkan negara-negara lain yang memiliki tingkat pendapatan yang sama (peers).

Hal ini menunjukkan, kebijakan pemerintah telah efektif mendukung pembiayaan publik yang berkelanjutan dan pertumbuhan ekonomi yang berimbang.

Secara rata-rata dalam 10 tahun terakhir, pendapatan riil per kapita Indonesia tumbuh meyakinkan sebesar 4,1 persen, jauh lebih tinggi daripada negara peers yang tercatat rata-rata sebesar 2,2 persen. Hal ini menunjukkan dinamika ekonomi Indonesia yang konstruktif di tengah lingkungan eksternal yang penuh tantangan dalam beberapa tahun terakhir.

Lebih lanjut, konsumsi merupakan kontributor utama terhadap pertumbuhan PDB diikuti oleh investasi sebagai kontributor yang cukup besar selama lima tahun terakhir.

Tren ini dinilai akan terus berlanjut jika pemerintahan Presiden Joko Widodo melanjutkan komitmennya untuk meningkatkan investasi di bidang infrastruktur dan sumber daya manusia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya