Urbanisasi di Indonesia Belum Mampu Sejahterakan Masyarakat

Saat ini separuh dari warga Indonesia sudah tinggal di perkotaan.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Okt 2019, 14:15 WIB
Diterbitkan 03 Okt 2019, 14:15 WIB
20160906-pembangunan kota baru publik-rumahcom-boy
Pengembangan Kota Cerdas Berkelanjutan dilakukan untuk merespons tingginya urbanisasi,

Liputan6.com, Jakarta - Bank Dunia melaporkan bahwa urbanisasi atau perpindahan masyarakat dari desa ke kota ternyata belum berdampak positif di Indonesia terutama terhadap tingkat kesejahteraan. Padahal, saat ini separuh dari warga Indonesia sudah tinggal di perkotaan.

Saat ini sekitar 151 juta (56 persen) penduduk tinggal di kawasan perkotaan, kira-kira 18 kali lipat populasi London. Padahal, pada proklamasi kemerdekaan di tahun 1945, hanya satu dari delapan orang yang tinggal di kota-kota besar dan kecil, dan penduduk Indonesia berjumlah sekitar 8,6 juta, kira-kira sama dengan London saat ini.

Global Director for Urban and Territorial Development, Disaster Risk Management and Resilience Bank Dunia, Sameh Wahba dalam laporan berjudul Mewujudkan Potensi Perkotaan Indonesia mengungkapkan indikator pembangunan dunia yang dirilis Bank Dunia menunjukkan setiap peningkatan 1 persen penduduk di perkotaan ternyata hanya mampu mendorong 1,4 persen Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita.

Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan China yang mencapai 3 persen terhadap PDB per kapita, serta negara di Asia Timur dan Pasifik lainnya yang mencapai 2,7 persen terhadap PDB per kapita.

“Tidak setiap orang bisa mendapatkan manfaat kesejahteraan dan kelayakan huni yang dihasilkan urbanisasi,” kata dia, di Jakarta, Kamis (3/10).

Sejak tahun 1950, rata-rata produk domestik bruto (PDB) per kapita telah meningkat hampir sembilan kali lipat secara riil, dan rata-rata penduduk Indonesia saat ini menikmati standar hidup yang jauh melebihi Standar generasi sebelumnya.

Salah satu alasan Indonesia lebih makmur saat ini disebabkan manfaat produktivitas yang dihasilkan aglomerasi perkotaan dan transformasi dari masyarakat agraris menjadi masyarakat yang lebih berbasis pada industri dan jasa.

"Namun demikian, peningkatan pembangunan dan kesejahteraan lebih lambat dan lebih sulit daripada laju urbanisasi yang cepat. Oleh karena itu, Indonesia tetap menjadi negara berpenghasilan menengah bawah, dan meskipun hampir setiap orang mendapatkan manfaat secara absolut, kemajuan yang dihasilkan urbanisasi tidak merata di kota-kota dan di seluruh Indonesia," ujarnya.

Pertumbuhan kawasan perkotaan yang belum pernah terjadi sebelumnya telah menyebabkan faktor-faktor kepadatan negatif, terkait dengan tekanan penduduk perkotaan pada infrastruktur, layanan dasar, lahan, perumahan dan lingkungan, yang berdampak pada kelayakan huni (livability) kota-kota dan kesejahteraan yang dihasilkan oleh urbanisasi.

"Dengan kata lain, urbanisasi belum memenuhi potensinya untuk mendorong peningkatan kesejahteraan, inklusivitas dan kelayakan huni secara berkelanjutan di Indonesia," tutupnya.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Tantangan Urbanisasi di RI Kelola Tempat Tinggal Warga

Sri Mulyani Mencatat, Defisit APBN pada Januari 2019 Capai Rp 45,8 T
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Feb 2019 di Jakarta, Rabu (20/2). APBN 2019, penerimaan negara tumbuh 6,2 persen dan belanja negara tumbuh 10,3 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebagai negara yang tengah berkembang, fenomena urbanisasi atau pergeseran penduduk dari desa ke kota tidak bisa dihindarkan. Hal ini juga menjadi tahapan ketika sebuah negara ingin menjadi negara maju.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan masalah urbanisasi ini diharapkan bisa menjadi motor dari pertumbuhan ekonomi nasional. Jika dibandingkan dengan negara lain, peran urbanisasi dalam produk domestik bruto (PDB) Indonesia masih cukup rendah.

Ia menuturkan, setidaknya masih empat persen peran urbanisasi ini dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Lebih tertinggal jika dibandingkan dengan negara berkembang lainnya, yaitu India 7 persen dan China 9 persen.

Jadi, untuk kenaikan 1 persen penduduk perkotaanya, Indonesia hanya memperoleh pertumbuhan PDB per kapita sebesar 4 persen.

"Makanya untuk urbanisasi ini bisa menciptakan manfaat yang lebih tinggi sama seperti negara lain. Makanya beberapa hal perlu kita address," kata Sri Mulyani di Hotel Shangri La, Jakarta, Selasa (19/12/2017).

Untuk meningkatkan ini, Sri Mulyani meminta beberapa pihak untuk saling mendukung, antara lain pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Yang utama, dalam hal pembangunan infrastruktur dasar, antara lain sanitasi, penyediaan air bersih dan tempat tinggal.

Sri Mulyani menuturkan, yang terjadi saat ini di kota-kota besar yakni masih sering dikeluhkan secara lebih khusus dalam hal sarana transportasi. "Kadang saat ini banyak yang mengeluhkan kemacetan, polusi dan bencana, ini yang harus segera kita perbaiki," ujar dia.

Padahal, pada 2050, diperkirakan 75 persen penduduk di sebuah negara akan tinggal di perkotaan. Oleh karena itu, penataan perkotaan harus memperhatikan pola urbanisasi tersebut.

"Maka tantangan untuk kelola urbanisasi di Indonesia akan jadi tempat tinggal masyarakat yang heterogen. Dengan heterogen dan fasilitas yang baik akan muncul inovasi dan produktivitas di Indonesia," tutur dia. (Yas)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya