Tak Patuhi Kenaikan UMP, Kepala Daerah Terancam Dicopot

Sanksi yang diberikan mulai dari teguran hingga diberhentikan dari jabatan.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 17 Okt 2019, 11:45 WIB
Diterbitkan 17 Okt 2019, 11:45 WIB
Usai Libur Lebaran, PNS Masuk Kerja Seperti Biasa
Sejumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) berjalan masuk menuju Balai Kota, Jakarta, Senin (3/7). Pasca libur Lebaran seluruh PNS Pemprov DKI terlihat masuk kerja kembali seperti biasanya. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2020 sebesar 8,51 persen.

Pengupahan diatur dalam peraturan perundang-undangan, yakni Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan PP Nomor 78/2015. Penetapan UMP memakai formula perhitungan upah minimum merupakan program strategis nasional yang masuk dalam Paket Kebijakan Ekonomi Jilid IV.

Ada beberapa sanksi bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang tidak melaksanakan ketentuan penetapan upah minimum yang juga program strategis nasional tersebut.

Pertama, dalam Pasal 68 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, bakal dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh menteri untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh gubernur sebagai wakil pemerintah pusat untuk bupati dan/atau wali kota maupun perwakilannya.

Dalam hal teguran tertulis telah disampaikan dua kali berturut-turut dan tetap tidak dilaksanakan, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan selama 3 bulan.

Selanjutnya apabila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah telah selesai menjalani masa pemberhentian sementara, tapi tetap tidak melaksanakan program strategis nasional, yang bersangkutan akan diberhentikan sebagai kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah.

Adapun dalam UU Nomor 23/2014 juga diatur bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang tidak menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan dapat diberhentikan sebagai kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sesuai ketentuan Pasal 78 ayat (2), Pasal 80 dan Pasal 81.

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp10 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

UMP 2020 Naik 8,51 Persen

Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) menyatakan UMP di Tanah Air rata-rata naik 8,25 persen pada 2017.
Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) menyatakan UMP di Tanah Air rata-rata naik 8,25 persen pada 2017.

Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2020 sebesar 8,51 persen.

Hal tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor B-m/308/HI.01.00/X/2019 tanggal 15 Oktober 2019 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2019.

Dikutip dari Surat Edaran tersebut, kenaikan UMP ini berdasarkan pada data inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional.

"Data inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi (pertumbuhan produk domestik bruto) yang akan digunakan untuk menghitung upah minimum tahun 2020 bersumber dari Badan Pusar Statistik Republik IndonesIa (BPS RI)," bunyi SE tersebut seperti yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Kamis (17/10/2019).

Berdasarkan Surat Kepala BPS RI Nomor B-246/BPS/1000/10/2019 Tanggal 2 Oktober 2019. lnflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional sebagai berikut:

a. Inflasi Nasional sebesar 3,39 persen‎

b. Pertumbuhan Ekonomi Nasional (Pertumbuhan PDB) sebesar 5,12 persen‎

"Dengan demikian, kenalkan UMP dan/atau UMK Tahun 2020 berdasarkan data Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Ekonomi Nasional yaitu 8,51 persen," demikian tertulis dalam SE tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya