Ini Tantangan Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin di Bidang Ekonomi

Perlambatan ekonomi dunia dan ketidakpastian global yang terjadi saat ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Okt 2019, 14:30 WIB
Diterbitkan 20 Okt 2019, 14:30 WIB
KPU Tetapkan Jokowi-Ma’ruf Amin Sebagai Presiden dan Wakil Presiden Terpilih
Pasangan Presiden dan Wapres terpilih, Joko Widodo atau Jokowi dan Ma'ruf Amin memberikan sambutan pada Rapat Pleno Terbuka Penetapan Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Pemilu 2019 di Gedung KPU, Jakarta, Minggu (30/6/2019). (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Piter Abdullah, menyebut ada beberapa tantangan dan pekerjaan besar di bidang ekonomi yang harus diselesaikan di tahun pertama pada Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) Jilid II. Salah satunya adalah menggenjot laju pertumbuhan ekonomi.

Piter mengatakan di tengah perlambatan ekonomi dunia dan ketidakpastian global yang terjadi saat ini, tentu menjadi tantangan besar bagi pemerintah. Sebab, bukan perkara mudah mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional di tengah gejolak ekonomi dunia.

"Tantangan yang pertama dan utama adalah memacu pertumbuhan ekonomi selama lima tahun ke depan rata-rata 7 sampai 8 persen," katanya kepada merdeka.com, Minggu (20/10).

Menurut Piter pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen saat ini tidak akan cukup dan justru malah membawa negara ini ke persoalan besar. Mulai dari persoalan pengangguran, meningkatnya kemiskinan, hingga melebarnya jurang ketimpangan.

Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi Indonesia selama beberapa tahun terkahir memang berada stagnan di kisaran 5 persen. Bahkan, pertumbuhan 7 persen yang dijanjikan oleh Presiden Jokowi kala itu tidak terealisasikan .

"Pertumbuhan ekonomi rata-rata 7 sampai dengan 8 persen adalah tugas yang sangat tidak mudah dengan semua kondisi eksternal dan internal yang tidak cukup mendukung," kata Piter.

Jangan sampai, kata dia, apabila terus menerus ini dibiarkan hingga 2030, yang mestinya Indonesia mengalami puncak bonus demografi justru terjadi bencana demografi.

"Tapi sesungguhnya pertumbuhan rata-rata 7 sampai 8 persen selama lima tahun kedepan bukan tidak mungkin," kata dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Janji Kampanye Belum Terpenuhi

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2017  Optimis Capai 5,3 Persen
Pemandangan gedung-gedung bertingkat di Ibukota Jakarta, Sabtu (14/1). Hal tersebut tercermin dari perbaikan harga komoditas di pasar global. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Apindo, Danang Girindrawardana, mengatakan ada kegagalan Pemerintahan Jokowi-JK selama menjabat. Dia menilai, Presiden Jokowi belum bisa memenuhi janji kampanyenya yakni mendorong pertumbuhan ekonomi nasional berada di 7 persen.

"Kegagalannya cuman satu saja. Belum bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi sampai 7 persen itu saja," jelas dia.

"Penyebabnya adalah kok bisa? Ada dua hal. Ya oke internasional pasti mempengaruhi tapi domestik situation juga harus menjadi satu hal bener-bener terkontrol karena itu ada di dalam kewenangannya," sambung dia.

Menurutnya, hampir 70 sampai 80 persen masalah ketidaktercapainya pertumbuhan ekonomi yakni masalah domestik bukan masalah internasional. Sebab, jika berkaca pada negara-negara lain, mereka masih tumbuh meskipun hanya kecil.

"Tapi kecil dibandingkan indonesia yang 5 persen dengan PDB yang sekian tinggi mereka jauh lebih tinggi lagi. Jadi 1 persen pertumbuhan gak ada masalah. Indonesia pertumbuhan 5 persen itu kecil bangat karena PDB-nya kan sekian," jelas dia.

Melihat kondisi tersebut, dia memandang masih ada beberapa pekerjan besar yang kemudian mesti diselesaikan di pemerintahan Jokowi Jilid II selajutnya. Yakni melakukan berbagai perubahan regulasi yang dianggap menghambat masuknya investasi.

"Pemikirannya adalah bagaimana kemudian merubah kecepatan seperti yang saya sampaikan tadi kecepatan di kejar bukan hasil akhirnya. Semakin cepat perubahan regulasi semakin baik," tandasnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya