Menteri BUMN Angkat Bicara soal Ada Pekerja Krakatau Steel Terlibat Terorisme

Ercik Thohir memastikan mendukung aksi kerja polisi dan semua aparat guna memerangi terorisme.

oleh Athika Rahma diperbarui 15 Nov 2019, 09:53 WIB
Diterbitkan 15 Nov 2019, 09:53 WIB
Hari Jadi Satria Muda
Menteri BUMN Erick Thohir. (Bola.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir ikut angkat bicara terkait penangkapan salah satu pekerja PT Krakatau Steel oleh Densus 88  atas dugaan terlibat aksi terorisme.

"Terorisme adalah tindak kejahatan yang bisa menimbulkan ketakutan masif, menimbulkan korban, merusak objek vital yang strategis, juga mengancam keamanan negara. Saya rasa tidak ada satu orang pun yang mendukung aksi teror," tegas dia melalui keterangannya, Jumat (15/11/2019).

Dia memastikan mendukung aksi kerja polisi dan semua aparat guna memerangi terorisme. Ini berlaku tidak hanya di lingkungan BUMN tetapi di seluruh Indonesia.

Apabila secara hukum pekerja BUMN benar-benar terbukti bagian dari aksi teror, dia menegaskan bahwa orang tersebut bukan lagi menjadi bagian dari Kementerian BUMN. "Hal ini sesuai dengan hukum yang berlaku di negara ini," jelas dia.

 

Langkah Bos Krakatau Steel agar Tak Ada Lagi Pekerja Terlibat Terorisme

Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Silmy Karim. (Liputan6.com/JohanTallo)
Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Silmy Karim. (Liputan6.com/JohanTallo)

Salah satu pegawai karyawan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Krakatau Steel ditangkap Densus 88 Anti Teror pada Rabu (13/11/2019) kemarin. Pegawai tersebut diduga terkait jaringan terorisme.  

Direktur Utama PT Krakatau Steel Silmy Karim angkat suara perihal ini. Dia mengatakan jika terorisme merupakan masalah nasional bahkan internasional. Pihaknya siap bekerjasama dengan aparat keamanan dalam memberantas aksi terorisme.

Sejauh ini, lanjut dia, perusahaan hanya bisa memantau aktivitas dan perilaku  pekerja di tempat kerja. Di luar tempat kerja menjadi kewenangan aparat penegak hukum.

"Mengenai pencegahan dan pemberantasan terorisme sudah ada lembaga yang menangani hal tersebut," jelas dia melalui pesan singkat kepada Liputan6.com, Kamis (14/11/2019).

Secara normatif, dia menambahkan, langkah yang bisa dilakukan perusahaan adalah memperketat saat proses seleksi pekerja.

Salah satunya adalah dengan menggandeng atau bekerja sama bersama aparat. Kerja sama berupa pemeriksaan latar belakang calon pekerja.

"Background checking guna proses seleksi bisa mengurangi pelamar yang terindikasi bagian dari jaringan terorisme," kata dia.

Silmy berharap kejadian serupa tak terulang kembali. Pemerintah bersama rakyat hanya menginginkan kondisi negara yang aman.

"Rakyatnya memiliki rasa aman, sehingga suasana dan iklim kondusif ini dapat mendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia. Jangan sampai hal-hal semacam ini mengganggu pembangunan ekonomi Indonesia ke depan," dia menandaskan.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya