Genjot Produksi Garam, Pemda Diminta Permudah Regulasi Investasi

Industrialisasi garam di NTT membutuhkan dukungan kemudahan regulasi dari Pemerintah Provinsi.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 22 Jun 2020, 11:00 WIB
Diterbitkan 22 Jun 2020, 11:00 WIB
Petani Garam
Foto : Anastasia Puker, petani garam tradisional di Sikka, NTT (Liputan6.com/Dion)

Liputan6.com, Jakarta - Industrialisasi garam di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) membutuhkan dukungan kemudahan regulasi dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) setempat, guna menyokong peningkatan produksi garam dalam negeri.

Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi Safri Burhanuddin mengatakan perlunya dukungan kemudahan regulasi dari Pemprov NTT untuk mengembangkan industri lahan penggaraman di Provinsi NTT.

"Lahan yang tersedia di NTT kami anggap cukup luas (untuk membuka lahan penggaraman), terutama di Pulai Timor maupun Flores. Tentunya dukungan kemudahan regulasi dari Pemprov NTT untuk Percepatan investasi industri garam di daerah ini," kata Safri di Jakarta, Senin (22/6/2020).

Dia mengatakan pihaknya membangun komunikasi yang internsif dengan Pemprov NTT terkait dengan kesulitan yang dihadapi oleh investor.

"Rapat koordinasi intensif hampir tiap minggu dalam bulan terakhir ini," ungkap Safri.

Menurut dia, ada 3 perusahaan yang sudah mendapat kontrak dari Pemprov NTT, dan ada 3 sedang proses kerjasama untuk industri lahan garam. Adapun, lanjut Safri, posisi pemerintah pusat menjembatani Pemprov dengan investor yang memiliki kendala teknis.

"Seperti kemudahan regulasi, teknologi produksi garam, dan dukungan infrastruktur,” tukasnya.

Sebelumnya, disebutkan pada 2019, produksi garam nasional tercatat sebesar 3,5 juta ton, sesuai yang ditargetkan pemerintah. Namun, seiring bertambahnya industri membuat permintaan garam di dalam negeri ikut melonjak.

Sehingga diprediksi sulit memenuhi permintaan. Selain, lahan produksi yang tersedia, permasalahan diperparah oleh proses pembuatan garam yang masih menggunakan metode evaporasi. Di mana produksi mengandalkan penguapan dengan menggunakan sinar matahari yang telah dilakukan sejak zaman Hindia Belanda.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Tingkatkan Produksi, Industri Garam di Indonesia Dituntut Gunakan Teknologi

Presiden Jokowi di NTT
Presiden Jokowi Bersama Gubernur NTT, Viktor Laiskodat dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto Saat Meninjau Tambak Garam di di Desa Nunkurus, Kecamatan Kupang Timur, NTT, Rabu (21/8/2019). (Foto: Biro Pers Setpres)

Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim, Safri Burhanuddin mengungkapkan, bahwa pihaknya tengah mematangkan proses harmonisasi Program Flagship Prioritas Riset Nasional Teknologi Garam Terintegrasi dan sentra ekonomi garam rakyat untuk tata kelola pergaraman nasional yang baik.

Menurutnya, program ini bertujuan untuk memutuskan sistem atau metode pergaraman yang akan dipakai untuk menghasilkan garam dengan kualitas di atas 96 persen.

Terlebih, kebutuhan garam nasional diperkirakan mencapai 4,5 juta ton, sedangkan produksi garam sampai tahun 2024 ditargetkan 3,4 juta ton. Ini artinya kebutuhan impor garam masih sekitar 1,1 juta ton.

"Kalau itu memang sistemnya PT Garam, kita harus berani mengatakan bahwa sistemnya harus memiliki standar yang lebih baik. Dia (PT Garam) tidak boleh lagi pakai teknologi yang dia pakai sekarang yang hasilnya cuma 50-60 ton, harusnya bisa menghasilkan 100-150 ton garam," kata Deputi Safri dalam pernyataannya, Kamis (11/6).

Purbaya mengatakan, penggunaan teknologi canggih diyakini dapat menambah jumlah produksi garam yang dihasilkan. Sehingga dapat menekan impor garam dan guna mencapai swasembada garam.

Sementara itu, Asisten Deputi Hilirisasi Sumber Daya Maritim, Amalyos mendorong percepatan proses harmonisasi dan sinkronisasi program tersebut pada Kementerian/Lembaga terkait.

"Ada banyak hal yang telah dilakukan untuk mendorong bagaimana memproduksi garam industri, dan hal itulah yang akan kita terus dorong dan fasilitasi sinkronisasinya," ujarnya.

Selanjutnya

Pabrik garam di Desa Bipolo, Kupang, NTT, Selasa (14/8/2018).
Pabrik garam di Desa Bipolo, Kupang, NTT, Selasa (14/8/2018).

Mendukung hal tersebut, Direktur Jasa Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Miftahul Huda mengatakan bahwa KKP telah mencoba merancang Peraturan Presiden tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional.

"Sehingga itu menjadi dasar hukum bagi program flagship, bagi kami dan kementerian terkait lainnya untuk bergerak bersama-sama mencapai swasembada garam," jelasnya.

Perpres ini tambahnya, disusun karena ada arahan Presiden pada rapat terbatas Februari lalu yaitu untuk membuat industri garam terintegrasi. Selain itu, Perpres tersebut juga mengakomodir Rencana Aksi yang menjadi program Kementerian/Lembaga terkait pada tahun 2020 hingga 2024 melalui pengembangan Sentra Ekonomi Garam Rakyat (SEGAR).

"Isi pokok dari RAN Perpres ini mecoba mensinkronkan program-program dari setiap Kementerian/Lembaga terkait yang terlibat dalam urusan pergaraman ini. Dan KKP terlibat dalam membuat Sentra Ekonomi Garam Rakyat (SEGAR). SEGAR Ini mencoba mengintegrasikan urusan hulu dari proses produksi sampai proses pemasaran pada level lokal," terangnya.

Lebih lanjut Huda menjelaskan SEGAR ini disusun dalam level provinsi dengan ilustrasi konsep yaitu Integrasi lahan, Institusionalisasi Petambak, dan Integrasinya dengan Industrialisasi Garam Rakyat. Sehingga menurut Huda, dampak yang diharapkan adalah peningkatan mutu garam lokal, peningkatan pendapatan petambak, peningkatan pendapatan negara, tumbuhnya bisnis turunannya, dan tumbuhnya ekonomi lokal di sentra garam.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya