Kemenkeu Beberkan Kondisi Pasar Keuangan yang Terus Membaik

Yield USD Government Bonds 10 tahun, menunjukkan perbaikan.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 24 Jul 2020, 09:37 WIB
Diterbitkan 24 Jul 2020, 09:37 WIB
Rupiah Stagnan Terhadap Dolar AS
Teller tengah menghitung mata uang dolar AS di penukaran uang di Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membeberkan kondisi pasar keuangan Emerging Market (EM) yang mengalami perbaikan.

Sebelumnya, yield obligasi negara dan nilai tukar sempat memburuk akibat sentimen negatif terkait covid-19. Namun setelah April, mulai terjadi tren perbaikan sampai dengan saat ini.

“Dibandingkan ytd-nya sampai dengan saat ini, kita saat ini sudah ada perbaikan,” ujar Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Luky Alfirman dalam Dialogue Kita edisi Juli 2020, Jumat (24/7/2020).

Luki merincikan, pada awal tahun 2020, yield LC Government Bonds (SUN) 10 tahun mencapai 7 persen (year to date/ytd). Kemudian melonjak pada awal kemunculan covid-19, lalu perlahan kembali membaik di 6,79 persen ytd per 23 Juli 2020.

“Jadi yag awal tahun itu yield 10 tahun kita di atas 7 persen, itu kan sempat melonjak di bulan Maret-April itu sampai dengan 8 persen, 8,3-8,4 persen. Kemudian berangsur turun lagi, dan sekarang sudah lebih baik. Even masih rendah dibandingkan posisi awal tahun,” kata dia.

Demikian pula untuk yield USD Government Bonds 10 tahun, Luky menyebutkan ada perbaikan yang lebih besar.

“Begitupun dengan yield USD kita. Perbaikannya malah lebih besar lagi 17,4 persen. Jadi di awal tahun kemudian di bulan Maret-April itu tinggi, tapi kemudian membaik lagi. Saat ini overall ytd-nya sudah membaik sebesar 17,4 persen,” jelas dia.

Luky menambahkan, nilai tukar rupiah juga terdepresiasi namun tak terlalu buruk. “Nilai tukar kita terdepresiasi, but not bad. Cuma 5,24 persen,” sambung dia.

Sri Mulyani Sebut Industri Keuangan Syariah Bergejolak Imbas Corona

Sri Mulyani Mencatat, Defisit APBN pada Januari 2019 Capai Rp 45,8 T
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Feb 2019 di Jakarta, Rabu (20/2). Realisasi defisit APBN pada Januari lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu mencapai Rp37,7 triliun. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, industri keuangan syariah tidak luput dari dampak pandemi Virus Corona. Dampak signifikan mulai terlihat sejak pertama kali Virus Corona masuk ke Indonesia pada Maret 2020.

"Kalau lihat dampak ke industri keuangan syariah. Kita lihat industri keuangan syariah tidak luput dari dampak Covid-19," ujar Sri Mulyani melalui diskusi online, Jakarta, Kamis (23/7/2020).

Sri Mulyani mengatakan, kepanikan global menimbulkan gejolak luar biasa besar pada keuangan seluruh dunia tidak terkecuali Jakarta Islamic Index yang terkoreksi tajam hingga 6,44 persen. Akhir Maret Jakarta Islamic Indeks di bawah 400 sebelum akhirnya berhasil naik lagi ke 500 di awal April.

Dia melanjutkan, stabilitas pertumbuhan pasar modal syariah sangat dibutuhkan untuk pengembangan dan pemulihan keuangan syariah khususnya industri takaful dan asuransi syariah. Takaful banyak investasikan di pasar modal syariah, koreksi tajam mempengaruhi pengelolaan dana di takaful.

"Sebesar 83,2 persen atau sekitar Rp39,8 triliun dari industri takaful diinvestasikan di berbagai instrumen seperti saham syariah, sukuk dan reksadana," kata Sri Mulyani.

Saat ini, perbankan syariah harus memulai revisi target pertumbuhan sama seperti perbankan lain. Hal ini karena peningkatan risiko lembaga keuangan syariah akibat pandemi dan kemerosotan kegiatan ekonomi.

Peningkatan risiko juga mempengaruhi kemampuan lembaga syariah untuk memberi pembiayaan dan mendorong pemulihan ekonomi.

Anggun P. Situmorang

Merdeka.com

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya