Kata Sri Mulyani soal Prospek Pertumbuhan Ekonomi Kuartal IV 2020

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, mengaku masih memonitoring prospek pertumbuhan ekonomi di Kuartal IV-2020.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Okt 2020, 18:50 WIB
Diterbitkan 27 Okt 2020, 18:50 WIB
Sri Mulyani
Menkeu Sri Mulyani saat Work From Home atau Kerja dari Rumah. (dok. Instagram @smindrawati/https://www.instagram.com/p/B90ymKQp0sH/Putu Elmira)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengaku masih memonitoring prospek pertumbuhan ekonomi di Kuartal IV-2020. Dia pun mengharapkan, ekonomi pada kuartal IV dapat berangsur pulih, sehingga mampu menopang pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

"Kami terus jaga dan lihat semua indikator baik dari konsumsi, investasi, ekspor dan terutama kalau yang bisa dalam kontrol pemerintah adalah belanja pemerintah," kata dia dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (26/10).

Dia menyebut, pada kuartal III-2020 kontribusi total belanja pemerintah berada di sekitar 15,5 persen atau bahkan bisa sampai 18 persen. Angka itu tumbuh atau meningkat tajam dari kuartal II-2020. Di mana pada waktu itu pemerintah masih dalam kontraksi karena ada perubahan-perubahan dan akselerasi belanja belum terjadi, akibat adanya WFH.

"Nanti kita lihat angkanya yang tercatat di BPS untuk kontribusi konsumsi pemerintah. Kita juga akan lihat sampai kuartal IV nanti tetap terjaga di sekitar 5 persen growthnya tentu dengan asumsi bahwa seluruh momentum belanja dan eksekusi belanja PEN dan KL tetap terjaga," jelas Sri Mulyani.

Dia menjelaskan, untuk konsumsi rumah tangga sendiri pemerintah masih melihat dalam range dari sisi kuartal III hingga kuartal IV akan mulai dekati titik nol persen.

"Jadi kalau kemarin di kuartal II konsumsi rumah tangga alami kontraksi -5,5 persen sejalan dengan beberapa perbaikan utk konsumsi diharapkan akan bisa meningkat sehingga bisa dekati 0 persen pada kuartal IV. Di kuartal III masih negatif tapi lebih rendah dibandingkan kuartal II yang capai -5,5 persen," ujar Sri Mulyani.

Secara total, Kementerian Keuangan sendiri tetap melihat keseluruhan tahun masih sama dengan proyeksi-proyeksi yang disampaikan beberapa waktu lalu. Di mana ekonomi nasional pada 2020 berada di minus 0,6 persen hingga minus 1,72 persen. Sementara untuk kuartal III kontraksi adalah dalam range minus 1 persen hingga minus 2,9 persen.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Sri Mulyani: UMP 2021 Tak Naik Jadi Instrumen untuk Pulihkan Perusahaan

Menkeu Sri Mulyani di Belawan
Menkeu Sri Mulyani tersenyum saat menyapa nasabah pembiayaan Ultra Mikro (UMi) Pusat Investasi Pemerintah Kementerian Keuangan di Belawan, Medan, Sumatera Utara, Selasa (16/1/). UMi implementasi dari Trisakti dan Nawacita. (Liputan6.com/Reza Efendi)

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberikan penilaian terhadap kebijakan mempertahankan upah minimum atau UMP 2021 bagi pekerja dan/atau buruh.

Menurut dia, aturan tersebut merupakan salah satu instrumen yang dibuat pemerintah agar perusahaan tidak semakin goyah dalam masa pemulihan ekonomi pasca wabah pandemi Covid-19.

Sri Mulyani mengutarakan, angka inflasi sampai Oktober 2020 ini terhitung cukup rendah. Jadi dalam hal ini dari sisi inflasi yang biasanya mengurangi daya beli masyarakat, kini dalam situasi yang rendah.

"Sehingga ini harus tetap jadi perhatian, karena ini berarti sektor usaha masih dalam situasi yang sangat-sangat tertekan, dan masyarakat juga tertekan, sehingga kita harus sama-sama menjaganya untuk bisa pulih. Dengan tidak menimbulkan trigger, yang kemudian akan menimbulkan dampak negatif kepada yang lainnya," katanya dalam sesi teleconference, Selasa (27/10/2020).

Pemerintah disebutnya akan terus berkomitmen memperbaiki daya beli masyarakat. Itu tercermin dari keseluruhan belanja pemerintah pada 2020 yang berhubungan dengan bantuan sosial (bansos), mencapai lebih dari Rp 220 triliun.

"Itu adalah untuk berbagai macam bantuan langsung kepada masyarakat, yang diharapkan bisa membantu daya beli. Termasuk bantuan gaji kepada mereka yang berpendapatan di bawah Rp 5 juta," terang dia.

Dia menyimpulkan, pemerintah berupaya menggunakan instrumen fiskal tanpa menimbulkan tekanan kepada perusahaan. Sementara di sisi lain masyarakat dan pekerja juga tetap membutuhkan dukungan.

"Itulah instrumen fiskalnya. Sehingga perusahaan tetap bisa bertahan atau bahkan mulai bangkit kembali, namun masyarakat dan pekerja tetap bisa dijaga dari daya belinya. Itu peranan dari fiskal kita untuk jadi jembatan," ungkap Sri Mulyani.

Di lain sisi, ia pun tak mau ada salah satu kebijakan yangalah menyebabkan banyak perusahaan semakin lemah, sehingga para pekerja juga turut berhadapan dengan kemungkinan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Ini kita cari titik balance-nya dari pemerintah menggunakan berbagai instrumen. Instrumen UMP atau upah minimum satu hal, tapi pemerintah menggunakan banyak sekali anggaran untuk perlindungan sosial dalam rangka mengkompensasi dan membantu daya beli masyarakat," tutur Sri Mulyani. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya