Digitalisasi Dibarengi Pendampingan Jadi Cara Usaha Mikro Naik Kelas

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menegaskan perlu ada perubahan strategi yang besar dalam membangun ekosistem ekonomi yang terintegrasi.

oleh Tira Santia diperbarui 08 Nov 2020, 18:45 WIB
Diterbitkan 08 Nov 2020, 18:45 WIB
Dukung Usaha Kecil Naik Kelas, Menteri Teten Sebut Perlu Alternatif Pembiayaan UMKM
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menegaskan perlu ada perubahan strategi yang besar dalam membangun ekosistem ekonomi yang terintegrasi. Perubahan stategi tersebut bisa terwujud lewat UU Cipta Kerja.

"UU Cipta Kerja diarahkan untuk bisa menumbuhkembangkan UMKM. Memberikan akses pembiayaan, akses pasar, dan sebagainya," kata Teten dalam wawancara bertema "Peran Pemerintah Dalam Mendukung UMKM", di Jakarta, Minggu (8/11/2020).

Untuk itu, perlu ada gerakan transformasi usaha informal, yang kebanyakan usaha mikro dengan jumlah mencapai 98 persen dari 64 juta pelaku usaha, menjadi usaha formal. Selain itu juga perlu transformasi dari usaha kecil menjadi usaha menengah.

"Digitalisasi disertai pendampingan menjadi salah satu alat yang efektif dalam usaha menaik kelaskan mereka. Selain itu, mungkin juga harus mulai dipikirkan akan fokus usaha dimana mereka itu," ujarnya.

Bagi Teten fokus usaha dalam upaya transformasi ekonomi informal yang kebanyakan usaha mikro itu menjadi penting. Lasannya, semua negara di dunia sekarang melirik apa saja kemudahan dalam ekonomi domestik masing-masing.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Desain Ulang

Masa Pandemi Covid-19, Program Korporasi Petani Siap Menjadi Penyangga Ekonomi Nasional
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki.

Menurut Teten, jenis usaha UMKM tidak bisa lagi hanya sekadar berkutat pada yang itu-itu saja. Namun, harus didesain ulang. Produk UMKM harus mengarah pada Custom Product, yaitu produk yang disesuaikan dan dirancang untuk promosi merek atau produk yang dipersonalisasikan.

“Ciri dari produk kustom ini adalah unik, jarang ada yang sama, lebih personal, tidak perlu bersaing dengan harga (tidak seperti produk massal dari pabrik), dan berkualitas yang bisa disesuaikan dengan kemampuan pembeli,” jelasnya.

Teten melihat, kelemahan UMKM di Indonesia yang belum masuk dalam sistem produksi nasional maupun global. Hal ini berbeda dengan UMKM di China, Jepang, maupun Korea Selatan.

Di sana, produk mereka seperti elektronik dihasilkan UMKM masing-masing negara tersebut dan merupakan bagian dari rantai pasok industri besar.

"Kalau di Indonesia, mungkin gap-nya terlalu lebar, sehingga belum mampu jadi sebuah mata rantai produksi," pungkasnya Teten.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya