Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia melaporkan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi membaik. Tercermin dari hasil survei konsumen yang menunjukkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK ) pada November 2020 meningkat menjadi 92 dari bulan sebelumnya di angka 79.
"Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) November 2020 sebesar 92,0. Meningkat dibandingkan 79,0 pada bulan sebelumnya," kata Kepala Departemen Komunikasi, Bank Indonesia, Erwin Haryono di Jakarta, Selasa (8/12/2020).
Baca Juga
Keyakinan konsumen terpantau menguat di seluruh kategori tingkat pengeluaran dan kelompok usia responden. Secara spasial, keyakinan konsumen membaik di 17 kota. Tertinggi terjadi di kota Pontianak, diikuti oleh Samarinda, dan Bandar Lampung.
Advertisement
Erwin menuturkan, perbaikan keyakinan konsumen pada November 2020 didorong oleh ekspektasi konsumen yang membaik terhadap kondisi ekonomi ke depan.
Beberapa faktornya yaitu peningkatan ekspansi kegiatan usaha serta kenaikan penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja pada 6 bulan mendatang.
Sementara itu, Bank Indonesia mencatat, persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini juga membaik meski masih berada pada area kontraksi. Terutama disebabkan persepsi yang menguat terhadap penghasilan dan ketersediaan tenaga kerja.
Anisyah Al Faqir
Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Vaksin Covid-19 Bakal Bawa Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 3 Persen di 2021
Sebanyak 1,2 juta vaksin Covid-19 bermerk Sinovac asal China mendarat di Indonesia pada Minggu (8/12/2020) pukul 21.30 WIB.
Kedatangan vaksin ini disambut oleh pemerintah sebagai upaya awal untuk memulihkan ekonomi dan kesehatan masyarakat di tengah pandemi.
Kehadiran vaksin sempat digadang dan dinanti sebagai game changer untuk memutarbalikkan keadaan yang terjadi saat ini. Kendati, adanya vaksin dinilai tidak berpengaruh signifikan terhadap ekonomi Indonesia, dengan beberapa catatan tentunya.
"Ini kan yang datang Sinovac, ya. Kan uji klinisnya masih dipertanyakan, sementara yang diakui itu kan Pfizer," ujar ekonomi Insitute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudistira saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (8/12/2020).
Bhima juga menyoroti distribusi vaksin yang berpotensi lebih mahal ketimbang harga vaksinnnya itu sendiri, mengingat kondisi geografis Indonesia. Lalu, jumlah penduduk yang banyak juga harus menjadi konsentrasi dalam distribusi vaksin.
"Apakah mereka yang rentan dan punya penyakit bawaan dapat prioritas, sementara kan vaksin yang datang masih sendikit," kata Bhima.
Distribusi vaksin juga harus memperhatikan kalangan kelas menengah bawah. Mereka harus dipastikan mendapatkan vaksin dengan adil, sehingga tidak ada ketimpangan sosial. Setidaknya, pemerintah harus menyediakan Rp 75 triliun untuk biaya vaksinasi masal dari estimasi 70 persen penduduk yang harus divaksin.
Sementara, anggaran kesehatan tahun depan dipangkas cukup drastis. Mengutip catatan Liputan6.com, anggaran belanja kesehatan di 2021 dipotong hingga 20,1 persen dari Rp 212,5 triliun pada 2020 menjadi Rp 169,7 triliun di 2021.
"Sebenarnya kalau bilang 'game changer' soal vaksin ini agak berlebihan. Karena meskipun ada vaksin, Covid-19 ini kan kasusnya semakin naik, kemarin sempat menyentuh 8.000 lebih. Ini akan tetap menunda juga kelas menengah untuk belanja, karena mereka takut untuk keluar," jelasnya.
Oleh karenanya, Bhima memproyeksi, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan akan berada di kisaran 2,5 persen hingga 3 persen meskipun ada vaksin.
"Belum bisa capai 5 persen di 2021. Perkiraannya 2,5 hingga 3 persen," tuturnya.
Advertisement