Kebijakan Satu Peta Beri Banyak Manfaat Bagi Pembangunan Nasional

Indonesia membutuhkan Kebijakan Satu Peta sebagai acuan dalam penyelenggaraan pembangunan nasional.

oleh Andina Librianty diperbarui 01 Mei 2021, 14:00 WIB
Diterbitkan 01 Mei 2021, 14:00 WIB
Refleksi Akhir Masa Jabatan Anggota MPR, DPR, dan DPD
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto memberikan paparan dalam acara Dialog Refleksi Akhir Masa Jabatan Anggota MPR, DPR, dan DPD RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (10/9/2019). Dialog membahas capaian kinerja DPR, MPR, dan DPD periode 2014-2019. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berkomitmen untuk terus melanjutkan Kebijakan Satu Peta dan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 23 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 9 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000.

Peraturan Presiden ini mendukung penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, maupun Izin atau Hak Atas Tanah sesuai dengan tujuan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.

“Kedepannya Kebijakan Satu Peta akan didorong untuk dapat dibagi pakai kepada masyarakat secara bertahap agar dapat memberikan manfaat yang luas bagi pembangunan Indonesia,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang dilakukan secara virtual dikutip Sabtu (1/5/2021).

Indonesia juga membutuhkan Kebijakan Satu Peta sebagai acuan dalam penyelenggaraan pembangunan nasional.

Hal ini juga sesuai dengan arahan Bapak Presiden Joko Widodo yang menyampaikan bahwa bagi seluruh Kementerian/Lembaga atau Pemerintah Daerah agar bekerja sama untuk berkolaborasi dalam menyelesaikan tumpang tindih lahan dilapangan dikarenakan ini sangat penting bagi kawasan hutan maupun diluar kawasan hutan.

Melalui Perpres Nomor 23 Tahun 2021, Kebijakan Satu Peta berupaya untuk mendorong penggunaan Informasi Geospasial (IG) hasil percepatan pelaksanaan kebijakan satu peta yang difokuskan pada 5 target rencana aksi yaitu pertama, penyusunan dan penetapan mekanisme dan tata kerja.

Kedua, perwujudan IGD dan IGT. Ketiga, pemutakhiran IGD dan IGT. Keempat, optimalisasi penyebarluasan data IG melalui Geoportal Percepatan Kebijakan Satu Peta. Kelima, penyelesaian tumpang tindih pemanfaatan ruang (sinkronisasi).

Kebijakan Satu Peta sebelumnya mencakup 85 IGT (Perpres 9 Tahun 2016), selanjutnya terdapat penambahan 72 peta tematik menjadi 158 peta tematik (Perpres 23 Tahun 2021) dengan melibatkan 24 Kementerian/Lembaga di 34 Provinsi.

Penambahan 72 peta tematik diantaranya meliputi peta kemaritiman, peta kebencanaan, peta pertanahan, peta perekonomian, peta keuangan dan peta perizinan.

"Badan Informasi Geospasial (BIG) akan mempercepat penyediaan Peta Rupabumi (RBI) skala besar serta penguatan Jaringan Informasi Geospasial Nasional (JIGN) sehingga pemanfaatan produk Kebijakan Satu Peta untuk pembangunan nasional dapat ditingkatkan," Ujar Aris Marfai, Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG).

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Optimalisasi Penyebarluasan Data IG

Semangat optimalisasi penyebarluasan data IG melalui Geoportal perlu didukung dengan penyesuaian terhadap produk hukum turunan Kebijakan Satu Peta (Keppres No. 20 Tahun 2018; Permenko No. 6/2018 dan Permenko No. 7 Tahun 2018).

Penyesuaian tersebut diantaranya terkait muatan daftar IGT dan klasifikasi kewenangan, klasifikasi kewenangan akses, serta tata kelola berbagi data dan IG terhadap perluasan pemanfaatan produk Kebijakan Satu Peta.

"Kedepannya terhadap IGT Kebijakan Satu Peta yang dapat menjadi ranah informasi publik serta tidak berimplikasi hukum akan didorong untuk dapat membuka akses kepada publik secara bertahap agar dapat memberikan manfaat yang lebih luas dalam pembangunan Indonesia,” ujar Deputi Bidang Koodinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Wahyu Utomo.

Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta bermanfaat dalam perencanaan ruang skala luas, percepatan penyelesaian konflik tumpang tindih pemanfaatan lahan, serta percepatan pelaksanaan program-program pembangunan infrastruktur dan kawasan.

Peraturan Presiden ini juga mendukung Penyelesaian Ketidaksesuaian pemanfaatan ruang sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Cipta Kerja mealalui PP No. 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin atau Hak Atas Tanah.

Peraturan Pemerintah ini memberikan landasan hukum yang lebih kuat dalam penyelesaian ketidaksesuaian pemanfaatan ruang baik antara RT/RW, Kawasan Hutan, maupun Izin atau Hak Atas Tanah yang terjadi di Indonesia.

Kegiatan Sosialisasi ini dibuka oleh Kepala Badan Informasi Geospasial dan pengarahan oleh Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian serta Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.

Hadir sebagai narasumber dalam kegiatan sosialisasi ini antara lain Deputi Bidang Perekonomian, Sekretariat Kabinet; Deputi Bidang Informasi Geospasial Dasar, Badan Informasi Geospasial; Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan, Kementerian Dalam Negeri; Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Dirjen Tata Ruang, Kementerian ATR/BPN; Deputi Bidang Kemaritiman dan Investasi, Sekretariat Kabinet; Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik, Badan Informasi Geospasial; Deputi Bidang Infrastruktur Informasi Geospasial, Badan Informasi Geospasial; Dirjen Pengelolaan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan; serta Direktur World Resources Institute, WRI.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya