Sri Mulyani Ungkap, Pandemi Covid-19 Masih Jadi Tantangan Terbesar Ekonomi di 2022

Pemulihan ekonomi Indonesia belum merata antar sektor yang lebih mudah pulih dan lebih sulit untuk pulih.

oleh Andina Librianty diperbarui 04 Mei 2021, 15:20 WIB
Diterbitkan 04 Mei 2021, 15:20 WIB
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2017  Optimis Capai 5,3 Persen
Pemandangan gedung-gedung bertingkat di Ibukota Jakarta, Sabtu (14/1). Hal tersebut tercermin dari perbaikan harga komoditas di pasar global. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pandemi Covid-19 masih menjadi tantangan perekonomian Indonesia pada tahun ini dan 2022. Hal ini akan memengaruhi desain Anggaran Pendapatan dan Belanja Indonesia (APBN) ke depan.

"Kita melihat pandemi Covid-19 luar biasa besar dan menimbulkan dampak luar biasa. Kita melihat masih ada faktor-faktor eksternal dan domestik yang memengaruhi kondisi ekonomi kita di tahun ini dan tahun depan," ungkap Sri Mulyani dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional 2021 pada Selasa (4/5/2021).

Diungkapkannya, risiko ke depan tidak hanya dalam bentuk pandemi Covid-19 yang saat ini kasus harian di global sudah di atas 800 ribu dan munculnya berbagai varian baru.

Saat ini juga terjadi gelombang baru di berbagai negara besar seperti India, Brasil, dan Turki, sehingga dikhawatirkan bisa menimbulkan sebuah varian yang mungkin akan menimbulkan komplikasi dalam penanganan Covid-19. Tantangan lain, akses vaksin di dunia saat ini tidak merata.

Perihal risiko perekonomian, kata Sri Mulyani, ada dua faktor dari eksternal dan domestik. Dari eksternal, yang menjadi perhatian adalah perubahan kebijakan fiskal dan moneter di negara maju yang memiliki spillover dalam bentuk inflasi, suku bunga global, dan berujung pada volatilitas nilai tukar dan capital flow yang juga mengalami volatilitas.

"Disparitas ekonomi dunia juga akan menyebabkan perubahan atau dinamika antar negara, termasuk dari sisi stimulus maupun kemampuan untuk memperoleh vaksin," tutur Sri Mulyani.

Di sisi lain pemulihan dari beberapa negara besar dalam perekonomian seperti Tiongkok dan Amerika Serikat akan membuat harga komoditas mengalami peningkatan yang sangat kuat. Ini harus diantisipasi dari sisi negatif dan positifnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Pemerataan Pemulihan Ekonomi

FOTO: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di Kuartal III 2020 Masih Minus
Pemandangan deretan gedung dan permukiman di Jakarta, Rabu (1/10/2020). Meski pertumbuhan ekonomi masih di level negatif, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyebut setidaknya ada perbaikan di kuartal III 2020. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Di dalam negeri, pemulihan ekonomi Indonesia belum merata antar sektor yang lebih mudah pulih dan lebih sulit untuk pulih.

"Sektor industri keuangan juga harus terus dijaga karena masih dalam posisi untuk mendukung pemulihan, namun mereka juga melihat ada kinerja dari sektor usaha yang perlu diwaspadai," tutur Sri Mulyani.

Terakhir, perubahan teknologi terutama teknologi digital dan perubahan iklim yang disebut akan terus memengaruhi dan membentuk ekonomi Indonesia.

"Inilah yang harus menjadi perhatian bagi kita semua policy maker pusat dan daerah," lanjutnya.

Untuk mendorong pemulihan perekonomian nasional, Sri Mulyani pun menekankan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah. Kerja keras yang dilakukan oleh APBN juga harus didukung oleh peran Pemerintah Daerah (Pemda) melalui APBD atau keuangan daerah.

"Jika tidak maka ini akan menimbulkan kompleksitas karena APBD di daerah dan transfer ke daerah itu sepertiga APBN kita, ditambah dengan APBD jumlahnya cukup memengaruhi perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, koordinasi dan sinergi kelembagaan serta antara pusat dan daerah menjadi suatu keharusan," jelasnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya