Restrukturisasi Utang Dinilai Jadi Jalan Tengah Selamatkan Garuda Indonesia

Rencana pemerintah melakukan restrukturisasi utang PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) melalui jalur hukum di pengadilan atau mendapat respons positif.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Nov 2021, 16:50 WIB
Diterbitkan 12 Nov 2021, 16:50 WIB
Desain masker baru pesawat Garuda Indonesia pada armada B737-800 NG
Desain masker baru pesawat Garuda Indonesia pada armada B737-800 NG (dok: GIA)

Liputan6.com, Jakarta - Rencana pemerintah melakukan restrukturisasi utang PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) melalui jalur hukum di pengadilan atau in court, mendapat respons positif dari sejumlah kalangan. Salah satunya dari Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI).

Ketua Umum AKPI  Jimmy Simanjuntak menilai, setiap debitor korporasi berhak memanfaatkan fasilitas in court untuk bisa melakukan penyehatan keuangan perusahaannya. Artinya, jika debitur ingin mencapai hasil yang cepat dalam melakukan restrukturisasi utang, caranya memang harus ditempuh melalui proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).

Menurut Jimmy, fasilitas restrukturisasi utang melalui jalur in court, tertuang di dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Pasal itu menyebutkan upaya debitur merestrukturisasi utangnya lewat PKPU bertujuan untuk mencapai suatu kesepakatan atau perdamaian. 

Lewat PKPU, debitur diberikan kesempatan untuk mengajukan proposal perdamaian sesuai dengan skema restrukturisasi. Proses restrukturisasi utang lewat PKPU, kata Jimmy, lebih efisien dan efektif dibandingkan penyelesaian melalui mekanisme di luar pengadilan. 

Pasalnya, melalui proses PKPU, para kreditur lokal maupun asing harus tunduk kepada yurisdiksi atau ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Sebab, keputusan PKPU itu mengikat untuk semua kreditur. Tapi, jika ingin ikut dalam proses restrukturisasi utang lewat PKPU, kreditur asing harus mendafatarkan diri terlebih dahulu ke pengadilan niaga di Indonesia.

Meskipun, hasil keputusan dari PKPU tersebut harus didaftarkan kembali ke pangadilan di London, Inggris. Dan, bukan mustahil, jika kreditur tidak menyetujui proposal perdamaian di PKPU, maka akan ada gugatan lanjutan di Pengadilan Arbitrase Internasional di negeri Ratu Elizabeth tersebut, yakni melalui London Court International Arbitration (LCIA).

Namun, menurut Jimmy, jika proses restrukturisasi in court disertai dengan niat dan itikad baik dari Garuda sebagai debitur untuk mencapai homologasi atau perdamaian dengan kreditur, maka proses PKPU akan berjalan dengan mulus.

"Jadi, kesepakatan homologasi akan bergantung pada proposal perdamaian yang ditawarkan Garuda," kata Jimmy dalam keterangannya, Jumat (12/11/2021).

Dalam proposal perdamaian, selain meminta keringanan utang, Garuda bisa mengajukan permintaan konversi utang menjadi saham dengan periode selama 10 tahun.

Dengan proposal seperti itu, kreditur akan yakin bahwa Garuda bisa diselamatkan. Sebab, barang-barang atau utang yang diberikan kreditur kepada Garuda bukan sebagai barang jaminan, melainkan barang modal punya kreditur yang sewaktu-waktu bisa ditarik kembali.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Harus Pertimbangkan Berbagai Faktor

Garuda Indonesia Buka Rute Chengdu-Bali Januari 2017
Garuda Indonesia bakal membuka rute baru Denpasar-Bali ke Chengdu Tiongkok dengan frekuensi empat kali seminggu dengan pesawat Airbus.

Tentu, proposal perdamaian yang diajukan Garuda harus mempertimbangkan beberapa faktor. Pertama, melihat kondisi ekuitas atau keuangan pihak debitur. Baik dari sisi pendapatan maupun beban operasional Garuda per bulan. Kedua, melihat faktor keberadaan pihak investor.

Dengan kata lain, apakah ada bantuan atau dukungan dari pihak ketiga, dalam hal ini baik pemerintah maupun swasta.Ketiga, adanya aset-aset debitur yang bisa dijadikan jaminan untuk  pembayaran utang kepada kreditur.Persoalannya, jika dari ketiga faktor tersebut tidak bisa memenuhi keinginan kreditur, maka hal ini akan menjadi kendala bagi Garuda dalam melakukan restrukturisasi utang melalui jalur PKPU.Tak hanya itu, pihak kreditur bisa saja tidak mau disodorkan pembayaran cicilan utang Garuda tanpa ada jaminan yang diberikan dari pemerintah atau investor.

"Jadi siapa yang mau menjamin pembayaran utang Garuda? Kalau tidak ada yang menjamin, sulit bagi Garuda mencapai perdamaian dengan kreditur. Bila tidak tercapai perdamaian di PKPU, maka Garuda bisa pailit," kata Jimmy.

Karena itu, sambung Jimmy, dalam proses penyelesaian di PKPU, Garuda harus tetap memiliki fresh money alias uang tunai. Tujuannya adalah untuk memberikan keyakinan penuh, terutama kepada kreditur di dalam negeri bahwa Garuda memiliki dana untuk membayar kewajibannya tepat waktu, meskipun harus dengan cara mencicil.

Yang penting, dalam proses pembayaran utang tersebut, Garuda harus mendapatkan grace periode dari pihak kreditur. Misalnya, grace periode itu diberikan dalam jangka waktu tiga tahun. Grace periode ini akan membantu Garuda untuk memperbaiki terlebih dahulu kinerja keuangannya.Dengan adanya grace periode, Garuda tidak ditagih dulu untuk membayar utangnya. Dengan begitu, Garuda punya napas yang lega untuk fokus membenahi kondisi keuangannya.

"Nah, setelah grace periode berakhir, dan operasionalnya mulai running, baru Garuda mulai membayar cicilan utangnya kepada kreditur," imbuh Jimmy. 

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya