Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyoroti realisasi belanja daerah melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah atau APBD 2022 yang masih minim. Menurut catatannya, realisasi belanja APBD saat ini baru sekitar 39,3 persen.
"Sampai hari ini, belanja daerah, belanja APBD baru 39 persen. Hati-hati ini, baru Rp 472 triliun," tegas Jokowi dalam Rakornas Pengendalian Inflasi 2022, Kamis (18/8/2022).
Baca Juga
"Padahal, ini penting sekali untuk perputaran uang di daerah, pertumbuhan ekonomi di daerah, yang namanya APBD ini segera keluar agar beredar di masyarakat, ini penting sekali," ujarnya.
Advertisement
Bila mengacu data Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan, realisasi APBD 2022 berdasarkan SIKD per 17 Agustus 2022 mencapai angka Rp 482,608 triliun dari total pagu belanja Rp 1.200,873 triliun.
Tak hanya realisasi belanja, Jokowi juga menyinggung adanya APBD yang mengendap di bank hingga mencapai Rp 193,4 triliun. Data terakhir itu naik 11,3 persen dibanding tahun lalu.
Jumlah dana daerah yang tersimpan di bank tersebut juga naik bila dibandingkan dengan angka terakhir per April 2022, yakni sebesar Rp 191,57 triliun.
"Saya cek, APBD di bank masih Rp 193,4 triliun. Sangat besar sekali. Ini yang harus didorong agar ikut memacu pertumbuhan ekonomi di daerah," keluh Jokowi.
"Hal-hal kecil seperti ini harus saya cek, dan saya harus tahu angkanya berapa uang APBD di bank," tegasnya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dana Pemda Parkir di Bank Rp 200 T, Sri Mulyani: APBD Belum Dukung Pemulihan Ekonomi
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, dana pemerintah daerah (pemda) di perbankan pada akhir Mei 2022 tercatat Rp 200,75 triliun. Naik Rp 9,18 triliun atau 4,79 persen dari posisi sebelumnya di April 2022.
“Posisi dana Pemerintah daerah di perbankan per Mei 2022 mencapai Rp 200,75 triliun. Ini melonjak tinggi dibanding tahun lalu posisi Mei itu hanya Rp 172 triliun,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa periode Juni 2022, Kamis (23/6/2022).
Kemudian jika dibandingkan dengan April 2022, posisi dana pemerintah daerah di perbankan di kisaran Rp 191 triliun. Artinya, pemerintah sebenarnya telah menyalurkan dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa triliunan rupiah. Namun tak kunjung dibelanjakan, malah diendapkan.
"Transfer ke Daerah yang diberikan Pemerintah pusat, meskipun DBH (Dana Bagi Hasil), dan DAK (Dana Alokasi Khusus) non fisik menurun, termasuk DID (Dana Insentif Daerah), tetapi belanja daerah terkontraksi yang cukup dalam. Sehingga transfer itu akhirnya berhenti menjadi dana Pemda yang ada di perbankan," jelas Sri Mulyani.
Menurutnya, hampir semua daerah memiliki dana di perbankan dimana Jawa Timur memiliki saldo paling tinggi yaitu Rp 25,8 triliun, sementara yang paling rendah adalah Sulawesi Barat sebesar Rp 1,15 triliun.
Kenaikan saldo dana Pemerintah daerah di perbankan ini salah satunya disebabkan oleh belum optimalnya realisasi belanja daerah sampai dengan bulan Mei 2022.
"Permasalahannya, bagaimana APBD belum mendukung pemulihan ekonomi. Bahwa belanja belum sepenuhnya terealisasi, realisasi belanja lambat. Ini menyebabkan dana Pemda mengalami kenaikan," pungkas Sri Mulyani.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Penyebab Dana Desa Parkir di Bank
Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Agus Fatoni mengungkap, ada ratusan trliun anggaran pemerintah daerah dalam APBD yang masih mengendap di bank.
Ada banyak penyebab mengapa penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tersebut rendah, khususnya dalam melaksanakan belanja untuk kepentingan daerah.
"Pertama, kadangkala masih ada yang ragu kegiatan itu dilaksanakan, karena perencanaan yang tidak matang. Ada keragu-raguan, mau diteruskan ataukah mau dilakukan perubahan. Itu kadang-kadang juga menyebabkan rendahnya realisasi belanja," ungkapnya dalam sebuah siaran video, Senin (20/6/2022).
Penyebab lain, ia menambahkan, juga banyak terjadi karena kurangnya pemahaman soal pelaksanaan anggaran dalam penerapan regulasi, baik di bidang pelaksanaan, penatausahaan, maupun di bidang akuntansi dan pelaporan.
"Kurangnya pemahaman ini bisa jadi disebabkan karena mutasi, bisa juga karena kurangnya peningkatan kapasitas. Oleh karena itu, dalam mengatasi ini, pemahaman regulasi kami dari Ditjen Bina Keuangan Daerah setiap minggu melakukan webinar," imbuhnya.
Rincian Daerah
Merujuk data yang didapatnya dari Bank Indonesia, DKI Jakarta menempati urutan pertama pemerintah daerah (Pemda) dengan dana endapan terbesar di bank, mencapai Rp 7,85 triliun pada April 2022.
"Kalau kita lihat dana simpanan di bank, yang tertinggi itu DKI Jakarta untuk provinsi. Kemudian Aceh, Jawa Barat, Jawa Timur dan Papua, karena ini adalah daerah-daerah dengan anggaran yang tinggi," papar Agus.
Sementara untuk tingkat kabupaten, yang tertinggi adalah Kabupaten Bojonegoro sebesar Rp 3,03 triliun. Dilanjutkan Kabupaten Bengkalis (Rp 1,19 triliun), Kabupaten Kutai Timur (Rp 1,128 triliun), Kabupaten Mimika (Rp 1,12 triliun), dan Kabupaten Bekasi (Rp 1,02 triliun).
Sedangkan untuk kota, Cimahi jadi yang terbesar dengan Rp 1,64 triliun dana APBD yang ngendon di bank. Diikuti Medan (Rp 1,40 triliun), Kota Malang (Rp 1,25 triliun), Makassar (Rp 1,09 triliin).
Advertisement