Liputan6.com, Jakarta - Menteri BUMN Erick Thohir menilai duka tragedi Kanjuruhan masih terus bisa dirasakan. Di sisi lain, kejadian ini seharusnya bisa menjadi titik balik dari sepak bola Indonesia. Terbaru, pemerintah mencatat ada 134 korban jiwa dari tragedi tersebut.
Erick Thohir memandang ini menjadi satu catatan hitam dalam sejarah dan tak bisa terlupakan kedepannya. Meskipun, dalam waktu dekat, seluruh dunia dihadirkan dengan ajang Piala Dunia.
Baca Juga
"Hari ini kita lagi berkabung, yang meninggal 130-an, bukan sesuatu yang kita hanya berkabung seminggu atau 40 hari terus selesai, tetapi tinta hitam itu akan tercatat selama kita hidup, jadi tidak bisa dilupakan hanya karena ada kegiatan besar yang terjadi seperti ajang Piala Dunia," ujar Erick dalam keterangannya, ditulis Sabtu (22/10/2022).
Advertisement
Erick berharap ajang Piala Dunia tak sekadar menjadi tontonan, melainkan juga menjadi refleksi bagi sepak bola Indonesia ke depan. Dia memandang transformasi sepak bola Indonesia harus dilakukan secara menyeluruh, mulai dari federasi, aparat keamanan, dan juga suporter.
Menurut Erick, Indonesia tak perlu malu belajar dari negara lain dalam membenahi kualitas sepak bola. Sebut saja Jepang yang telah berkomitmen sejak lama dan konsisten dalam menerapkan peraturan untuk mendukung ekosistem sepak bola yang sehat.
"Artinya kita juga harus bisa, tapi ini bukan kerja satu-dua tahun, ini kerja 20 tahun, ketika Jepang ingin tim nasionalnya harus berbicara, dia sudah membangun dari 20 tahun yang lalu," kata dia.
"Tapi dimulai dari liganya yang sehat, dimulai dari tim juniornya, nah itu yang kita harus lakukan," pungkasnya.
Â
Korban Meninggal Tragedi Kanjuruhan Bertambah Jadi 134 Orang
Korban meninggal Tragedi Stadion Kanjuruhan bertambah satu orang lagi. Total korban meninggal dalam tragedi pascalaga Arema FC vs Persebaya Surabaya ini kini menjadi 134 orang.
Hal tersebut disampaikan oleh Kapolres Malang AKBP Putu Kholis Aryana. "Benar (korban meninggal Tragedi Kanjuruhan menjadi 134 orang)," ujar Putu Kholis dalam keterangannya, Jumat (21/10/2022).
Satu korban meninggal itu atas nama Reyvano Dwi Afriansyah berusia 17 tahun yang tinggal di Jalan Kebonsari RT 04/01, Sumber Pucung, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Korban Tragedi Kanjuruhan ini sempat dirawat di RSSA Kota Malang.
Sebelumnya, Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan mengungkap bahwa panitia pelaksaan tidak meminta bantuan medis ke pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kanjurahan saat laga Arema FC vs Persebaya Surabaya.
Hal itu terungkap dalam laporan TGIPF Tragedi Kanjuruhan usai menerima penjelasan dari Direktur Utama (Dirut) RSUD Kanjuruhan Bobi Prabowo.
"Penjelasan dari Dirut RSUD Kanjuruhan bahwa pihak panitia pelaksana tidak meminta bantuan medis (tenaga medis dan ambulans) dalam pertandingan Arema FC vs Persebaya pada tanggal 1 Oktober 2022," demikian isi laporan dikutip Selasa (18/10/2022).
Dalam laporan disebutkan lantaran tak ada permintaan bantuan tenaga medis maupun mobil ambulans, pihak RSUD Kanjuruhan tidak berinisiatif menerjunkan tim medis dan ambulans.
"Sehingga pihak RSUD Kanjuruhan tidak menugaskan personelnya ke Stadion Kanjuruhan, padahal jarak RSUD Kanjuruhan dengan stadion sangat dekat dan status RSUD Kanjuruhan adalah RS pemerintah," demikian isi laporan.
"Pihak RSUD juga sudah mengonfirmasi ke Dinkes Malang bahwa Dinkes juga tidak ada permintaan dari panitia pelaksana pertandingan Arema FC vs Persebaya," bunyi isi laporan.
Â
Advertisement
Banyak Korban Alami Gangguan Pernapasan
Menurut laporan, RSUD Kanjuruhan tetap menerima 93 orang korban yang terdiri atas 21 jenazah, lima korban luka berat, dan 67 korban luka ringan atau sedang.
Sesuai dengan penjelasan dari Dirut RSUD Kanjuruhan dan staf berdasarkan diagnosa dan pemeriksaan fisik khususnya terhadap pasien korban luka, diperoleh kesimpulan awal bahwa umumnya penonton atau suporter mengalami gangguan pernapasan akibat kebanyakan menghirup gas air mata yang ditembakkan aparat Brimob yang menimbulkan gas atau asap yang menyebar ke mana-mana dan kekurangan oksigen (hipoksia).
Hal tersebut terjadi karena asap gas air mata mendominasi lingkungan udara di tempat kejadian, sehingga mengakibatkan berkurangnya oksigen.
"Hipoksia yang dialami penonton atau suporter ditambah dengan upaya keluar dari stadion melalui pintu dan lorong yang sempit mengakibatkan terjadinya rebutan keluar dan bahkan saling menginjak, sehingga menimbulkan banyak korban," demikian bunyi laporan.