Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memastikan akan melarang ekspor timah mentah di akhir tahun ini. Larangan ekspor timah ini menyusul larangan ekspor bahan mentah nikel yang sukses dijalankan sebelumnya.Â
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menjelaskan, dengan larangan ekspor timah mentah ini maka semua hasil tambang timah akan diolah terlebih dulu di Indonesia menjadi barang setengah jadi, baru kemudian diekspor.
Baca Juga
Aturan ini merupakan implementasi hilirisasi. Menurut bahlil, cara ini akan banyak berdampak positif bagi Indonesia. Utamanya bagi pembangunan nasional karena nilai tambah yang yang dihasilkan dari pengolahan produk.
Advertisement
"Kita sudah hitung hilirisasi terhadap timah akan memberikan dampak positif bagi pembangunan nasional," kata Bahlil di Kantor Kementerian Investasi, Jakarta Pusat, Senin (24/10/2022).
Bahlil mengatakan Indonesia merupakan negara kedua penghasil timah di dunia. China sebagai penghasil timah nomor 1 telah melakukan hilirisasi hingga 70 persen. Sementara Indonesia baru sekitar 5 persen saja.
"Indonesia cuma 5 persen. Sudah begitu harga timah dikendalikan oleh negara lain yang penghasil timahnya tidak sebesar Indonesia," ungkapnya.
Untuk itu, penghentian ekspor timah mentah dilakukan dalam rangka meningkatkan hilirisasi. Sehingga nilai tambah dari hilirisasi masuk kantong sendiri.
Hal yang sama juga pernah dilakukan Pemerintah pada komoditas nikel. Nikel menjadi hasil tambang pertama yang dilarang ekspornya untuk dilakukan hilirisasi.
"Ini contohnya sudah ada nikel. Aku tahu banyak yang tidak setuju itu. ku tahu siapa pemain-pemainnya tapi negara nggak akan mungkin gemetar sedikit pun," kata dia.
"Sampai kapan negara kita mau dimainin seperti itu, jangan lah. Lebih cepat lebih baik," katanya.
Bahlil menambahkan, hilirisasi pada timah akan lebih mudah dibandingkan nikel. Nilai investasinya pun tidak terlalu besar dan bisa dikerjakan oleh para pengusaha dalam negeri.
"Industri timah itu investasinya tidak terlalu besar, memang industrinya itu Rp 1 triliun aja itu paling tinggi. Insyaallah akan lebih cepat dan kita sudah membuat roadmap-nya," pungkas Bahlil Lahadalia.
Jokowi Soal Setop Ekspor Timah: Kita Kalkulasi, Bisa Tahun Ini atau Tahun Depan
Presiden Joko Widodo atau Jokowi meninjau pembangunan Top Submerged Lance (TSL) Ausmelt PT Timah Tbk di Bangka, Kamis (20/10/2022). Dalam kunjungan kerja ini, Jokowi memastikan akan menghentikan secara total ekspor timah mentah.
Jokowi menjelaskan, sebelumnya pemerintah telah berhasil menghentikan ekspor nikel. Saat ini pemerintah tengah menghitung rencana penghentian ekspor timah mentah.
"Baru dihitung. Akan kita setop kapan baru kita hitung. Nanti kalau sudah hitungannya matang ketemu Kalkulasinya akan saya umumkan setop misalnya tahun depan atau setop tahun ini bisa terjadi," kata Jokowi.
"Saya kira kesiapan-kesiapan dari smelter baik milik BUMN maupun milik swasta harus kita kalkulasi semuanya," sambungnya.
Kepala negara menyebut, proyek Top Submerged Lance (TSL) Ausmelt PT Timah di Bangka akan selesai pada bulan November 2022. Hal ini sebagai keseriusan dari pemerintah untuk menjalankan hilirisasi timah.
"Ini semuanya akan saya ikuti dan ini nanti akan selesai November yang kita harapkan pergerakan hilirisasi di timah akan segera mengikuti seperti yang kita lakukan di nikel tetapi kita belum berhitung kapan akan kita setop untuk ekspor bahan mentah timah," tuturnya.
Mantan Wali Kota Solo ini beharap, hilirisasi timah bisa membuat nilai dalam negeri bertambah. Lapangan pekerjaan juga bisa terbuka sebanyak-banyaknya.
"Nilai tambah di dalam negeri akan semakin banyak dan membuka lapangan pekerjaan yang se besar-besarnya," ucapnya.
Â
Advertisement
Cadangan Timah Indonesia Akan Habis 10 Tahun Lagi
Indonesia diketahui memiliki cadangan timah yang cukup melimpah yang terpusat di Bangka Belitung. Namun, cadangan itu diasebut akan habis dalam kurun waktu 10 tahun lagi.
Provinsi Bangka Belitung masuk dalam 'Tin Belt' atau sabuk timah global. Menurut peta sebaran timah, Bangka Belitung menjadi ujung dari Tin Belt tersebut dengan pasokan timah yang cukup banyak.
Kendati begitu, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan cadangan yang ada tersebut akan habis dengan cepat. Apalagi dengan adanya sederet ancaman yang menyertai.
"Pertama, (target produksi) timah di indonesia tidak besar, hanya di angka sekian ribu ton, dan mudah-mudahan bisa bertambah karena ini menjadi sumber pendapatan utama provinsi Babel. Yang kedua, dengan target 70 ribu ton dalam setahun maka 10 sampai 12 tahun lagi akan habis," kata dia dalam seminar 'Timah Indonesia dan Penguasaan Negara', Jumat (22/7/2022).
Disamping itu, banyaknya izin usaha pertambangan (IUP) yang tak memenuhi syarat dan penadah hasil tambang ilegal juga jadi tantangan Ia meminta ada solusi yang bisa dijalankan.
"Maka dari itu seperti yang dikatakan pak dirjen nantinya akan dikelola oleh suatu lembaga misalya BUMD yang bisa jadi salah satu badan usaha yang bisa mengelola hasil tambang dari penambang-penambang terutama tambang rakyat," ujarnya.
Tantangan lainnya yang menghambat produksi adalah masih kurang idealnya tata niaga dalam penambangan timah. Ia juga memandang ini belum menjadi perhatian pemerintah pusat.
"Tadi sudah disampaikan pak ridwan masuk dalam simbara jadi memang pemerintah pusat sudah aware dengan kondisi timah ini tidak lagi menjadi industru yang strategis tapi menjadi industri yang kritis karena cadanganya hanya 800 ribu ton," kata dia.
Reporter:Â Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com