Liputan6.com, Jakarta Pemerintah menetapkan beberapa objek pajak yang dikeluarkan dari objek pajak penghasilan alias PPh. Ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.55/2022 yang mengatur pengecualian dari objek PPh atas pemberian natura atau kenikmatan yang diberikan pemberi kerja.
Salah satu pemberian natura atau kenikmatan yang dikecualikan dari objek PPh adalah yang disediakan di daerah tertentu meliputi sarana, prasaran dan/atau fasilitas di lokasi kerja untuk pegawai dan keluarganya.
Baca Juga
Terdapat 6 jenis natura atau kenikmatan di daerah tertentu antara lain tempat tinggal, termasuk perumahan. Hal lain yang dikeluarkan pelayanan kesehatan, pendidikan, peribadatan, pengangkutan dan atau olahraga.
Advertisement
Jenis olahraga yang tidak termasuk mendapatkan fasilitas pengecualian objek PPh adalah golf, balap perahu bermotor, pacuan kuda, terbang layang atau olahraga otomotif.Â
"Sepanjang lokasi usaha pemberi kerja mendapatkan penetapan daerah tertentu dari Dirjen Pajak," bunyi Pasal 26 PP No.55/2022 dikutip dari belasting.id, Jumat (30/12/2022).
Pemerintah menjelaskan daerah tertentu yang ditetapkan Dirjen Pajak mendapatkan fasilitas pengecualian objek PPh atas natura atau kenikmatan meliputi daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan.
Tetapi keadaan prasarana ekonomi pada umumnya kurang memadai dan sulit dijangkau oleh transportasi umum, baik melalui darat, laut, maupun udara.
Sehingga untuk mengubah potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan ekonomi yang nyata, penanam modal menanggung risiko yang cukup tinggi dan masa pengembalian yang relatif panjang, termasuk daerah perairan laut yang mempunyai kedalaman lebih dari 5O (lima puluh) meter yang dasar lautnya memiliki cadangan mineral, termasuk daerah terpencil.
Tax Amnesty
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal, menyatakan tahun 2023 tidak akan ada pemasukan penerimaan pajak dari lonjakan harga komoditas dan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau tax amnesty.
"Ada bagian yang tidak akan berulang lagi dalam penerimaan pajak, seperti pemasukan PPS sekitar Rp51 triliun dan dampak harga komoditas. Itu kami keluarkan, barulah kami tetapkan target tahun 2023," kata Yon Arsal dalam Podcast Cermati DJP "Kilas Balik 2022", Kamis (29/12/2022).
Diketahui, Pemerintah telah menetapkan target penerimaan pajak sebesar Rp1.718 triliun pada tahun 2023, atau meningkat sebanyak 15,7 persen dibandingkan target pada 2022 yang sebesar Rp1.485 triliun.
Yon menjelaskan, peningkatan target tersebut cukup drastis yakni 70 persen, jika dibandingkan penerimaan pajak ketika pandemi covid-19 tahun 2020 yang mencapai Rp1.070 triliun.
Â
Advertisement
Tahun 2022 Jadi Pelajaran
Menurutnya, tahun 2020 memberikan pelajaran baru bagi Kementerian Keuangan, khususnya DJP. Sebab, saat itu DJP selaku instansi pengumpul penerimaan pajak tidak semata-mata diminta memenuhi pajak saja, melainkan juga diminta masyarakat untuk memberikan insentif perpajakan.
"Waktu itu kita lihat diminta juga kasih insentif PEN, ini kan suatu proses yang memang saling bertolak belakang, orang DJP harus ngumpulin pajak harus optimal tapi di sisi lain diminta kasih insentif dong," ujarnya.
Alhasil, kata Yon Arsal, mau tidak mau reformasi perpajakan harus tetap dijalankan. Selain itu, DJP juga harus bisa menjalan dua tugas yakni, tetap mengumpulkan penerimaan pajak dan memberikan insentif. Lantaran, jika penerimaan pajak dihentikan, maka Pemerintah akan kesulitan dalam menangani dampak pandemi, karena dibutuhkan dana yang cukup besar untuk rumah sakit, vaksin, dan sebagainya.
Â