Liputan6.com, Jakarta Pemerintah masih terus menggodok aturan untuk membatasi pembelian BBM subsidi dan kompensasi di SPBU, seperti Pertalite, Pertamax hingga Solar. Nantinya, pembelian BBM subsidi akan diseleksi melalui platform MyPertamina.
Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Erika Retnowati, mengatakan pengendalian BBM subsidi tersebut masih menunggu revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM.
Baca Juga
"Jadi kami ingin lebih menegaskan lagi, siapa saja sebetulnya konsumen pengguna yang berhak atas BBM subsidi dan BBM yang mendapat kompensasi. Itu yang akan kita atur dengan lebih baik dari sisi regulasi," ujarnya di Kantor BPH Migas, Jakarta, Selasa (3/1/2023).
Advertisement
Namun, Erika belum bisa menyebut secara pasti kapan revisi Perpres 191/2014 rampung. "Secepatnya," katanya singkat.
Bila aturan sudah tertuang, Erika melanjutkan, implementasinya nanti akan mengandalkan teknologi IT. Itu bakal dilakukan Pertamina yang sudah membangun program subsidi tepat sasaran, lewat platform MyPertamina.
"Itu adalah salah satu cara untuk melakukan pengendalian yang lebih baik pada penyaluran atau pendistribusian BBM," ungkapnya.
Erika berharap, sistem itu nantinya akan buat pihak oknum tidak bisa lagi bermain-main. Sebagai contoh, ia menyebut seluruh SPBU milik Pertamina nantinya akan terintegrasi secara data, dan orang yang mau membeli BBM subsidi wajib menunjukan QR Code lewat MyPertamina.
"Jadi dia tidak bisa lagi helikopter. Kalau sekarang kan orang bisa keliling dari satu SPBU ke SPBU lain. Ke depan, adanya teknologi karena itu sudah terintegrasi, kalau kuotanya sudah habis di satu SPBU, dia tidak bisa isi di SPBU lain," tuturnya.
BPH Migas juga akan memperluas kerjasama eksternal untuk pengawasan dan pendistribusian BBM subsidi, tidak hanya bersama Kepolisian RI.
"Kami juga sudah menandatangani perjanjian kerjasama dengan Kemendagri untuk pengawasan. Baru-baru ini juga kita tandatangani khusus dengan Pemprov Kepri, dan ke depan dengan provinsi-provinsi lain untuk lakukan pengawasan," pungkasnya.
Â
Pemerintah Gelontorkan Rp 551 Triliun untuk Subsidi dan Kompensasi BBM di 2022
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati membeberkan pemerintah telah menggelontorkan Rp 551,2 triliun untuk subsidi BBM dan kompensasi BBM di 2022. Angka ini, merupakan angka sementara sebelum dilakukan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Angka ini, kata dia, jauh lebih tinggi dari asumsi pada APBN 2022 awal maupun pasca adanya revisi melalui Perpres Nomor 98 Tahun 2022.
"Kita lihat subsidi kompensasi mencapai Rp 551,2 triliun. Bahkan lebih besar dari yang kami jelaskan waktu itu yaitu subsidi kompensasi akan melonjak ke Rp 502,3," ujarnya dalam Konferensi Pers APBN Kita, Selasa (3/1/2023).
Besarnya angka ini, kata Sri Mulyani, menunjukkan porsi belanja Non Kementerian dan Lembaga (Non KL) yang sangat besar. Dimana angkanya menunjukkan Rp 1.079,3 triliun di 2022.
"Di APBN awal, subsidi dan kompensasi itu hanya Rp 152,5 triliun, jadi anda bisa melihat disini bagaimana APBN melipatgandakan lebih dari 3 kali dari alokasi subsidi dan kompensasi," paparnya.
Secara umum, belanja negara di 2022 mencapai Rp 3.090,8 triliun. Sementara, target pada Perpres 98 Tahun 2022 adalah sebesar Rp 3106,4 triliun. Artinya realisasiya sudah mencapai 99,5 persen dari target
"Level belanja ini adalah 10,9 persen lebih tinggi atau tumbuh dari tahun lalu yang sebesar Rp 2.786,4 triliun," kata Sri Mulyani.
Â
Advertisement
Lindungi Masyarakat
Bendahara negara beralasan, langkah ini jadi salah satu bukti APBN digunakan untuk menjadi bantalan sosial. Artinya, ada kucuran yang sangat besar ditengah terjadinya lonjakan komoditas, termasuk pengaruhnya terhadap BBM di dalam negeri.
"Kenapa? (Tujuannya) untuk melindungi rakyat dan ekonomi. karena kalau seluruh kenaikan komoditas-komoditas itu dibiarkan langsung melonjak tanpa dilindungi APBN, pasti masyarakat dan perekonomian akan langsung mengalami pelemahan yang signifikan," bebernya.
"inilah yang mneyebabkan kenapa belanja non KL terutama subsidi energi dan kompensasi melonjaknya lebih dari 3 kali lipat yang menggambarkan pereanan APBN sebaaagai shock absorber yang sungguh luar biasa," sambung Menkeu.