Liputan6.com, Jakarta Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga, mengeluhkan tata kelola sawit Indonesia yang masih lemah. Menurutnya, pengelolaan industri sawit di Tanah Air masih kalah maju dibanding Malaysia dan China.
Itu dikemukakan Sahat saat dirinya dipanggil sebagai saksi dalam Sidang Majelis Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), tentang dugaan praktik monopoli dan persaingan usaha tak sehat alias kartel minyak goreng.
Baca Juga
"Coba contoh, kenapa Malaysia berhasil, kenapa China berhasil. Saya sampaikan ke pemerintah, jangan hanya macan kertas. Berikan peraturan-peraturan langsung otomatis merasa jalan, enggak bisa," tegas Sahat di Kantor KPPU, Jakarta, Jumat (20/1/2023).
Advertisement
Sahat menilai, pemerintah seharusnya punya power yang lebih besar dalam urusan tata kelola sawit nasional. Tidak hanya sebatas regulasi saja, tapi juga dalam bentuk fisik seperti memfasilitasi penyimpanan stok.
"Coba lihat China, berapa juta ton tangki minyaknya, itu saja digelontorkan selesai. Malaysia dia tak punya tangki, tapi dia punya sistem," papar dia.
Sebagai contoh, Malaysia disebutnya bisa mengatur harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng sebagai produk turunan sawit di angka RM 52 per kg pada Januari-Juni 2022. Saat Pemerintah Negeri Jiran menurunkan harganya jadi RM 34 per 5 kg, semua perusahaan di sana mau mengikutinya.
"Itu enggak susah, karena semua mesin penjualan ter-register semua di keuangan. Jadi begitu ada selisih tinggal reimburse, enggak ribut. Kalau di kita begitu, bancaan (bagi-bagi untung) semua itu. Jadi belum (siap), tapi perlu waktu," tegasnya.
Permintaan ke KPPU
Oleh karenanya, ia turut memohon kepada KPPU untuk menciptakan sistem tata kelola sawit seperti dilakukan Malaysia. "KPPU tolong bikinkan, jadi kita bisa elegan dalam berbisnis itu," imbuhnya.
Adapun dalam pertemuan bersama KPPU ini, Sahat menjalani sidang lanjutan terkait dugaan kasus kartel minyak goreng yang telah didalami sejak 2022 lalu.
Dalam hal ini, Sahat maju sebagai saksi persidangan setelah diusung oleh dua perusahaan raksasa minyak goreng, Musim Mas dan Wilmar.
Advertisement
27 Perusahaan Dilaporkan
Total terdapat 27 pihak terlapor yang merupakan perusahaan minyak goreng, dimana 20 di antaranya merupakan anggota GIMNI.
Sahat lantas menekankan, posisinya sebagai Direktur Eksekutif GIMNI akan selalu berorientasi pada suara semua anggota dalam mengambil langkah di industri persawitan di Tanah Air.
"Bahwa saya sebagai Direktur Eksekutif GIMNI hanya menanggapi kalau itu kepentingan anggota. Jadi kalau Musim Mas sendiri yang minta, enggak urusan itu," pungkasnya.