Liputan6.com, Jakarta - Ekonom di Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menyoroti permasalahan Fintech Lending atau Pinjaman Online (pinjol) yang semakin pelik setelah KPPU melakukan penelitian terhadap dugaan penetapan bunga 0,8 persen per hari yang dilakukan oleh pinjol.
Ekonom menilai, kesepakatan bunga 0,4 persen yang turun dari 0,8 persen per hari masih belum menyelesaikan masalah.
Baca Juga
"Tidak ada informasi yang transparan mengenai biaya bunga, layanan, asuransi dan denda. Informasi mengenai bunga hanya ditampilkan 0,4 persen tanpa keterangan yang lebih jelas apakah per hari, per minggu, atau per tahun," kata Direktur Ekonomi Digital dan Ekonom CELIOS, Nailul Huda dalam keterangan tertulis dikutip Senin (9/10/2023).
Advertisement
Nailul Huda memaparkan, survei dari APJII menunjukkan faktor utama peminjaman di pinjol memiliki bunga yang tidak murah.
"Padahal, jika kita bandingkan dengan bunga lembaga keuangan lainnya, bunga pinjol per tahun sangat tinggi. Dengan bunga 0,4 persen, bunga pinjol per tahun bisa mencapai 144 persen atau 1,4 kali dari pokok pinjaman," jelasnya.
"Informasi lainnya, seperti biaya layanan, asuransi, dan denda tidak disebutkan untuk persentase maupun nilai-nya. Bahkan ada platform pinjol yang menetapkan biaya layanan dan asuransi hampir 100 persen dari pinjaman pokok. Jika benar ada asuransi pinjaman yang tinggi, platform tidak perlu menagih terlalu berlebihan kepada peminjam karena pokok pinjaman harusnya diganti oleh perusahaan asuransi. Tapi pada kenyataannya, cara penagihan pinjol sering melewati batas wajar," imbuhnya.
Adapun Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira yang mengatakan bahwa selama ini seolah regulasi pinjol dibuat terlalu lunak.
"Ada indikasi pengaturan di industri pinjol tidak detil terkait dengan batas bunga pinjaman, dan biaya layanan. Sepertinya ada yang berlindung dibalik inovasi keuangan digital, jadi seolah perlindungan konsumen kerap dinomor duakan. Akibatnya pemain pinjol menetapkan bunga dan biaya layanan tergantung kesepakatan, tidak diatur secara eksplisit dalam POJK," kata Bhima.
POJK jadi Hal Mendesak Atur Perlindungan Peminjam
Karena itu, CELIOS meminta agar masalah batas atas bunga pinjol dimasukkan dalam POJK sebagai bentuk perlindungan dan literasi terhadap calon peminjam.
"Sebaiknya OJK berani mengubah ketentuan dalam revisi POJK terkait dengan Fintech atau membuat POJK baru yang berisi ketentuan batas maksimum bunga Fintech tidak boleh lebih tinggi dari fasilitas pinjaman KTA bank yakni berkisar 10-25 persen per tahun. Sementara bunga pinjaman produktif sebaiknya tidak melebihi 9 persen per tahun,” kata Bhima
Advertisement
Transparansi Bunga
Selain itu OJK juga disarankan untuk menyiapkan sanksi apabila perusahaan Fintech melanggar ketentuan batas bunga tersebut.
Bhima melanjutkan, persoalan selain batas bunga maksimal pinjol adalah transparansi bunga disaat literasi keuangan pengguna pinjol masih cukup rendah.
"Pengaturan transparansi bunga pinjaman pinjol juga penting agar menambah edukasi calon peminjam (borrower). Jangan ada iklan pinjol terutama di media sosial atau kontrak yang disepakati antara pinjol dengan peminjam menyebut bunga harian, karena 0,4 persen per hari kesannya kecil, tapi kalau diakumulasi per tahun setara 144 persen itu mahal sekali. OJK sebaiknya mewajibkan pinjol mencantumkan bunga per annum atau per tahun meski tenor pinjol lebih pendek dibanding lembaga keuangan lain," tutup Bhima.