Pacu Pertumbuhan Ekonomi Lewat Transfer ke Daerah yang Beri Manfaat Nyata

Pemerintah Pusat memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengembangkan daerahnya.

oleh stella maris pada 20 Okt 2023, 08:00 WIB
Diperbarui 19 Okt 2023, 22:46 WIB
Bangun Jalan.
Ilustrasi suatu daerah sedang membangun jalan. (Foto: Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Pemerataan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat terus diupayakan dan diperjuangkan oleh Pemerintah. Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerintah Pusat memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengembangkan daerahnya.

Kewenangan yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi/kota/daerah diwujudnyatakan melalui instrumen transfer ke daerah (TKD), untuk pemerataan kesejahteraan masyarakat di seluruh Indonesia. Dirjen Perimbangan Keuangan Luky Alfirman mengatakan, Kementerian Keuangan ingin memberikan kewenangan lebih besar kepada daerah, tujuannya untuk melakukan desentralisasi ekonomi dan membangun pusat-pusat ekonomi di daerah masing-masing. 

"Tujuannya agar tercipta lapangan kerja, pengurangan kemiskinan dan pengurangan ketimpangan," ujar Luky beberapa waktu lalu. 

Lebih lanjut dia menjelaskan, peran Undang Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) menjadi 'payung' untuk mencapai tujuan pemerataan kesejahteraan masyarakat di seluruh Indonesia, sekaligus untuk memperkuat desentralisasi fiskal melalui beberapa cara, yaitu: 

Pertama adalah TKD berbasis kinerja antara lain penggunaan dana bagi hasil (DBH) Sawit yang diarahkan untuk penanganan eksternalitas negatif dan memperhatikan kebutuhan daerah (PMK 91 Tahun 2023). Termasuk pengalokasian DAU yang ditentukan penggunaannya (di bidang pendidikan, kesehatan, layanan umum, dan pekerjaan umum) tidak hanya untuk memeratakan kemampuan keuangan, namun juga mendukung sekaligus memeratakan kualitas layanan publik di daerah. 

Kedua, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) antara lain adanya perubahan kebijakan PDRD diarahkan mendukung peningkatan pendapatan daerah, namun tetap menjaga akses masyarakat atas layanan dasar wajib dan kemudahan berusaha. Dalam Pajak Daerah, sekaligus diperkenalkan skema Opsen PKB dan BBNKB untuk memberikan kepastian penerimaan kepada pemerintah kabupaten/kota, dengan tidak menambah beban Wajib Pajak.

 

Jalan di Puncak.
Pemandangan jalan di tengah perbukitan. (Foto: Istimewa)

Ketiga, peningkatan kualitas belanja daerah antara lain simplikasi dan sinkronisasi program prioritas daerah, serta penyusunan belanja daerah. Belanja Daerah didasarkan atas standar harga, serta pengaturan batasan belanja pegawai sebesar maksimal 30% dan belanja infrastruktur layanan publik minimal 40% dengan strategi implementasi masa transisi.

Tujuannya agar APBD lebih condong kepada belanja pelayanan publik, sehingga memberikan kemanfaatan yang optimal bagi masyarakat di daerah. 

Keempat terkait pembiayaan utang daerah, antara lain untuk mendorong akselerasi penyediaan infrastruktur, penyederhanaan mekanisme pembiayaan, seperti mengintegrasikan persetujuan DPRD dengan pembahasan APBD.

Hal tersebut dapat dilakukan dengan tetap menjaga prudentiality serta mendorong bentuk pembiayaan lain yang berbasis sinergi pendanaan dan kerja sama dengan pihak swasta, BUMN, BUMD, ataupun bersama Pemda yang lain.

Kelima adalah sinergi fiskal untuk kesinambungan fiskal antara lain penyelarasan kebijakan fiskal pusat dan daerah, kebijakan penetapan batas maksimal kumulatif defisit dan pembiayaan utang Daerah, dan sinergi bagan akun standar.

Selain itu, tentunya didukung oleh sistem informasi yang dapat mengkonsolidasikan informasi keuangan pemerintahan secara nasional sesuai bagan akun standar yang bersinergi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Bangun Desa.
Sekumpulan warga sedang membangun jalan desa. (Foto: Shutterstock)

Lima upaya memperkuat desentralisasi fiskal itu tentunya sejalan dengan kebijakan TKD 2024 yang diarahkan terutama untuk mendukung transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, yaitu: 

  1. Meningkatkan sinergi kebijakan fiskal pusat dan daerah serta harmonisasi belanja pusat dan daerah
  2. Meningkatkan kualitas pengelolaan TKD melalui penguatan implementasi UU HKPD secara terarah, terukur, akuntabel, dan transparan serta mendorong pemanfaatan teknologi informasi, serta
  3. Memperkuat earmarking TKD pada sektor prioritas untuk mendukung percepatan transformasi ekonomi.

Selain itu, dengan UU HKPD diharapkan dapat menjadi terobosan baru untuk mengurangi kemiskinan ekstrem, juga mengurangi angka stunting dengan baik, melalui pemberian transfer ke daerah yang lebih besar.

Ke depan, instrumen TKD diarahkan untuk pemerataan kesejahteraan secara inklusif dan berkeadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia, dengan terus meningkatkan kualitas tata kelola dan kinerja pengelolaan TKD. 

 

(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya