TPN Ganjar-Mahfud Prediksi Indonesia Tak Bisa Jadi Jawara Hilirisasi Nikel

TPN Ganjar-Mahfud, Heru Dewanto menilai hilirisasi nikel tak serta merta bisa membuat Indonesia unggul di pasar dunia.

oleh Arief Rahman Hakim diperbarui 30 Jan 2024, 20:50 WIB
Diterbitkan 30 Jan 2024, 20:50 WIB
Harita Nickel di Pulau Obi sudah menggelontorkan investasi lebih dari USD 1 miliar untuk membangun industri hilirisasi nikel
TPN Ganjar-Mahfud, Heru Dewanto menilai hilirisasi nikel tak serta merta bisa membuat Indonesia unggul di pasar dunia. (dok: Ilyas)

Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Eksekutif Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Heru Dewanto menilai hilirisasi nikel tak serta merta bisa membuat Indonesia unggul di pasar dunia. Masalahnya, perlu ada teknologi terbaru untuk memperkuat upaya tersebut.

Dia mengatakan, langkah hilirisasi nikel yang dilakukan saat ini di satu sisi sudah berada di jalur yang tepat. Pasalnya, Indonesia jadi salah satu penyimpan cadangan nikel terbesar di dunia, ini disebut keunggulan komparatif.

Di sisi lain, proses hilirisasi yang dilakukan dinilai belum maksimal karena teknologinya yang masih terbatas. Dia juga menyinggung pasar hilirisasi nikel saat ini masih bergantung pada China, ini merujuk pada keunggulan kompetitif.

"Nah nikel ini contohnya tidak akan menjadi keunggulan kompetitif kalau dikerjakan seperti sekarang. Kenapa? Karena teknologi yang dipakai sekarang ini adalah teknologi yang menghasilkan limbah yang cukup besar dan jadi kritik semua orang," ujar Heru di Grand Hyatt, Jakarta, Selasa (30/1/2024).

Dia khawatir, jika pola ini masih terus dilakukan kedepannya, malah akan menggeser posisi nikel sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik. Mengingat, kata dia, ada peluang pergeseran tenaga kendaraan ke Lithium-Ferro-Phospate (LFP) hingga hidrogen.

"Kalau ini terus berjalan, nikel tidak akan menjadi sumber baterai, karena teknologi akan bergeser ke teknologi yang lebih bersih, hidrogen atau yang lainnya," kata dia.

"Nah kalau sampai bergeser ke hidrogen, atau ke LFP kita kehilangan kesempatan kan menjadi pemain dunia," sambung Heru.

Harus Ramah Lingkungan

Lebih lanjut, Heru mengatakan proses hilirisasi nikel perlu dilakukan dengan cara yang ramah lingkungan. Sebagai dampak positifnya, diharapkan juga bisa menangkap pasar-pasar lain, selain China.

"Makanya, nikel ini harus diproses dengan teknologi yang ramah lingkungan dan teknologi ramah lingkungan ini juga tetap memerlukan, disamping urusan ramah lingkungan, teknologi ini juga diperlukan untuk meng-capture market yang satu lagi, market di luar China. Sekarang kan hanya bisa suplai di pasar China," tuturnya.

Dia membidik, hasil pengolahan nikel dengan prinsip yang lebih ramah lingkungan bisa menembus ke pasar Amerika Serikat dan Eropa. Mengingat lagi, kedua pasar itu punya aturan ketat dalam mengonsumsi hasil hilirisasi bahan tambang.

"Jadi ini adalah pilihan-pilihan teknologi yang harus kita lakukan untuk memanfaatkan dan memaksimalkan sumber daya mineral dan sumber daya lainnya," tegas Heru Dewanto.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Politik Dinasti Tak Ganggu Ekonomi

Ganjar Pranowo dan Megawati Soekarnoputri
Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri memimpin rapat mingguan Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo. (Foto: Istimewa)

Diberitakan sebelumnya, politik dinasti menjadi salah satu perhatian publik menjelang kontestasi politik di Indonesia. Ada kekhawatiran politik dinasti turut juga berpengaruh pada keadaan ekonomi nasional.

Sekretaris Eksekutif Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Heru Dewanto memandang politik dinasti tidak akan mengganggu ekonomi. Namun, ada syarat yang harus dipenuhi.

Syarat itu, kata dia, merujuk pada praktik politik dinasti yang dijalankan. Dia bilang, politik dinasti merujuk pada anggota keluarga seorang Kepala Negara yang ikut maju di kontestasi politik. Menurutnya, yang bisa diterima adalah jika orang lain yang bukan bagian keluarga Kepala Negara tadi juga mendapatkan porsi dan hak yang sama.

"Kalau politik dinasti itu dilakukan dengan tadi, tidak memberikan kesempatan yang sama pada semua pihak ya itu tidak bagus, karena yang muncul bukan yang terbaik dan bukan yang dipilih masyarakat, atau yang diinginkan masyarakat," tutur Heru di Grand Hyatt, Jakarta, Selasa (30/1/2024).

"Nah, kalau proses itu berjalan dengan baik dampaknya kepada ekonomi juga tetap baik," sambungnya.

 


Transparan

Ekspresi Ketiga Calon Presiden Saat Adu Gagasan pada Debat Ketiga Pelimu 2024
Capres nomor urut 03 Ganjar Pranowo saat beradu gagasan dalam debat ketiga Capres Pemilu tahun 2024 di Istora Senaya, Jakarta, Minggu (7/1/2023). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, dalam diskusi bertajuk 'Capital Connect: Indonesia Elections and Economics' yang digelar Bloomberg, mayoritas responden atau 51 persen memandang politik dinasti bakal mengganggu ekonomi.

Sementara, 31 persen menilai politik dinasti untuk keberlanjutan kebijakan baik untuk ekonomi. Sisanya, 21 persen responden menilai politik dinasti tidak berpengaruh pada ekonomi.

"Jadi kalau ditanyakan tadi sebagian besar mengatakan tidak setuju politik dinasti, politik dinasti seperti apa sebetulnya? Saya rasa politik dinasti yang prosesnya sendiri tidak equal dan tidak transparan," jelas Heru.

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya