5 Hal Ini Disebut Dapat Selesaikan Masalah Pupuk di Indonesia

Tim Peneliti Nagara Institute, Mohamad D. Revindo menuturkan, Indonesia akan memakai pupuk organik secara pelan-pelan pada masa depan. Namun, masih ada isu yang perlu diselesaikan yakni sertifikasi.

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 20 Feb 2024, 19:57 WIB
Diterbitkan 20 Feb 2024, 19:57 WIB
Seminar Nasional Hasil Riset Nagara Institute, Selasa (20/4/2024). (Foto: Liputan6.com/Gagas YP)
Seminar Nasional Hasil Riset Nagara Institute, Selasa (20/4/2024). (Foto: Liputan6.com/Gagas YP)

Liputan6.com, Jakarta - Nagara Institute menjelaskan pupuk selalu menjadi masalah di manapun. Tim Peneliti Nagara Institute, Mohamad D. Revindo menyebut untuk menyelesaikan masalah pupuk harus membahas lima  hal yaitu terkait produksi, skema subsidi, alokasi subsidi, penyaluran subsidi, dan petani harus disiplin menggunakan pupuk. 

"Dari sisi produksi, produksi pupuk nasional baik dari BUMN maupun swasta cukup, tetapi bahan bakunya yang berupa potasium dan phospat itu di Indonesia tidak punya tambangnya. Sehingga kita sarankan lebih agresif untuk mengakuisisi tambang-tambang di Kanada, Rusia, Belarus. BUMN outbound investment saja sehingga ada kepastian bahan baku,” kata Revindo dalam Seminar Nasional Hasil Riset Nagara Institute, Selasa (20/2/2024).

Dari sisi skema subsidi, pemerintah punya pilihan untuk subsidi kepada pupuk atau diberi langsung kepada petani, atau dijadikan jaminan pembelian produk pupuk

"Pengalaman kita di daerah kalau uangnya diberikan ke petani itu bagus, tetapi petaninya tidak disiplin uangnya digunakan untuk hal lain. Pilihannya dijadikan subsidi output. Jadi pemerintah memperbesar kapasitas Bulog serta menyerap semua produk petani dengan harga wajar, tetapi risikonya apakah cukup gudangnya kalau kita punya 9 bahan pokok dan apa anggarannya cukup,” tutur Revindo.

Menurut Revindo solusi yang saat ini sudah tepat, tetapi masih perlu diperbaiki adalah subsidi yang melekat pada produk. Namun, masalah skema subsidi ini ada pada proses penebusannya. 

"Terkait penebusan ini sistemnya beda di setiap daerah. Jadi ini menjadi sulit untuk menebus subsidi,” lanjut Revindo. 

Selanjutnya terkait alokasi subsidi, Nagara Institute menemukan jika biaya penebusan naik sekitar 10-20 persen tidak menjadi masalah bagi petani, asalkan produk yang didapat lebih banyak.

 

 

Penyelesaian Masalah Pupuk

Tim Peneliti Nagara Institute, Mohamad D. Revindo. (Foto:Liputan6.com/Gagas YP)
Tim Peneliti Nagara Institute, Mohamad D. Revindo. (Foto:Liputan6.com/Gagas YP)

"Jadi kalaupun pemerintah tidak bisa menaikan anggaran, naikan harga 10-20 persen, tapi alokasinya jadi lebih banyak misalnya 2 kuintal per hektar, bisa naik jari 2,5 hingga 3 kuintal itu petani senang, karena mereka tahu harga itu tinggi,” ungkap Revindo. 

Hal terakhir untuk menyelesaikan masalah pupuk adalah keberanian untuk mengkritik petani. Revindo menyebut, petani harus disiplin menggunakan pupuk, terutama petani penggarap, karena mereka tidak punya tanggung jawab terkait kualitas lahan. 

"Mereka kalau dapat pupuk atau bahan murah semua digunakan, padahal Kita harus mulai pelan-pelan menggunakan pupuk sesuai dosis, tepat waktu supaya kualitas tanah tidak rusak,” ujar dia. 

Masa Depan Pupuk Organik

Revindo menuturkan, pada masa depan, Indonesia pelan-pelan menggunakan pupuk organik. Namun, pupuk organik juga masih ada isu yang perlu diselesaikan yaitu terkait sertifikasi. 

"Pupuk organik adalah satu barang yang diatur oleh pemerintah, peredarannya lewat SNI. Sehingga kalau saya buat pupuk organik, saya tidak bisa menjualnya tanpa sertifikat. Nah, biaya sertifikasinya mahal. Pemerintah kalau bisa mensubsidi tak hanya produk tapi pendampingan untuk mendapat sertifikat,” pungkasnya. 

Nagara Institute: 2024 Jadi Tahun Strategis untuk Perbaiki Ketahanan Pangan Indonesia

Bantuan Pangan Beras Bulog Kembali Digulirkan
Petugas mengecek data warga penerima Bantuan Sosial (Bansos) cadangan Beras Pemerintah (CBP) di kawasan Warakas, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (20/2/2024). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Nagara Institute menjelaskan 2024 menjadi tahun strategis untuk memperbaiki ketahanan pangan Indonesia dan penguatan input pertanian pangan. 

Tim Peneliti Nagara Institute, Mohamad D. Revindo menuturkan, hal ini terlihat dari momen kontestasi pemilu, di mana dalam debat calon presiden dan wakil presiden secara terbuka menyatakan konsen terhadap pertanian dan pangan.

"Dalam debat inputnya juga disebut termasuk pupuk, perairannya disebut, sumber daya manusianya juga disebut. Namun sayangnya saya melihat semuanya itu mengacu pada pangan murah,” kata Revindo kepada wartawan, dalam acara Seminar Nasional Hasil Riset Nagara Institute, Selasa (20/2/2024). 

Revindo menambahkan, dalam Undang Undang Pangan Tahun 2012, mengarah pada pangan yang bergizi, tersedia, dan terjangkau, bukan pangan murah. Menurut Revindo, jika pangan dipaksa murah konsekuensinya adalah nanti pupuknya perlu disubsidi, harga berasnya harus murah sehingga petani tidak ada insentifnya untuk berproduksi. 

Revindo menuturkan, hal yang paling penting secara makro adalah kebijakan pangan, ketahanan pangan harus dipisah dengan kebijakan sosial. 

"Kebijakan pangan harus mengarah kepada keberlanjutan usaha petani dan ketersediaan produk berkualitas. Bahwa kemudian ada masyarakat yang tidak mampu kalau harga pangan-nya sedikit lebih tinggi, ya itu kebijakannya sosial jangan jadi kebijakan pangan murah," ujar Revindo. 

 

Pesan Mentan Amran ke Presiden Baru: Indonesia Harus Beri Pangan Dunia

Kementan
Menteri Pertanian Amran Sulaiman/Istimewa.

Sebelumnya diberitakan, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman berharap program pangan yang sudah berjalan di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat dilanjutkan pada pemerintahan yang akan datang.

Hal itu diutarakannya saat menuju tempat pemungutan suara atau TPS di Kelurahan Senayan, Kecamatan Kebayoran, Jakarta, Rabu (14/2/2024).

Mentan mengklaim, semua program pangan yang ada saat ini memiliki perkembangan yang sangat cepat dalam sejarah pertanian Indonesia.

"Mohon untuk dilanjutkan pembangunan yang sudah bagus ini. Sektor pertanian tumbuh lebih baik di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo," ujar Mentan Andi Amran. 

Menurut dia, Jokowi berhasil membawa Indonesia menjadi juara dimana beberapa kali mencapai swasembada. Antara lain pada 2017, 2018 dan juga tahun 2020. 

Ia menilai seluruh prestasi tersebut tidak mudah karena saat itu Indonesia dihantam tantangan El Nino, Covid-19 dan juga krisis global lainya.

"Kita dulu swasembada 3 kali. Nah, ke depannya bukan lagi swasembada tetapi mimpi besar kita adalah ekspor untuk memberi pangan kepada dunia," ungkap dia.

Selain swasembada, Mentan juga menyampaikan bahwa pergerakan pangan nasional dalam mewujudkan Indonesia lumbung pangan dunia terus berjalan ke arah yang sudah ditentukan. Salah satunya melalui optimasi lahan rawa dan pemanfaatan mekanisasi.

"Mimpi besar kita adalah menjadi lumbung pangan dunia sektor pertanian lebih baik lagi dan menjadi lumbung pangan di masa yang akan datang," pungkas Mentan.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya