Liputan6.com, Jakarta - Indeks dolar Amerika Serikat (USD) berlanjut menguat pada Jumat, 19 April 2024. Salah satu mendorong kenaikan dolar AS ini adalah saling balas serangan antara Iran dengan Israel.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menjelaskan, dolar AS menguat pada hari Jumat karena data ekonomi AS yang ada tidak banyak menggoyahkan pandangan bahwa perekonomian masih dalam kondisi yang kuat, menunjukkan Federal Reserve kemungkinan akan menunda penurunan suku bunga pertamanya sejak 2020 hingga akhir tahun ini.
Baca Juga
Selain itu, penguatan dolar AS juga didukung memanasnya eskalasi Iran Israel menjadi fokus," kata Ibrahim Assuaibi dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (19/4/2024).
Advertisement
Komentar dari Presiden Fed New York John Williams bahwa tidak ada kebutuhan mendesak untuk menurunkan suku bunga saat ini, juga mendorong mengangkatnya dolar AS.
Di sisi lain, data ekonomi AS yang kuat dan inflasi yang terus berlanjut mendorong investor untuk secara drastis memikirkan kembali kemungkinan The Fed menurunkan suku bunganya dalam waktu dekat.
Saat ini, pasar berfokus pada ketegangan Iran-Israel menyusul laporan serangan di sebuah bandara di Iran.
Berbagai laporan media, termasuk dari kantor berita Iran, menunjukkan ledakan di beberapa wilayah Iran, Suriah dan Irak.
Rupiah Lanjut Melemah Usai Serangan Israel di Iran
Rupiah kembali ditutup melemah 81 poin dalam perdagangan Jumat sore (19/4/2024), walaupun sebelumnya sempat menguat 110 poin. Rupiah ditutup di level 16.260 per dolar AS dibandingkan dengan penutupan sebelumnya di level 16.179 per dolar AS.
Sedangkan untuk perdagangan senin depan, Ibrahim mengungkapkan, Rupiah diperkirakan masih fluktuatif namun ditutup menguat direntang  Rp. 16.210 - Rp.16.300.
Menyusul pelemahan dalam beberapa waktu terakhir, Bank Indonesia (BI) memastikan nilai tukar rupiah terhadap dolar USD tetap terjaga, di tengah dampak konflik geopolitik antara Iran-Israel.
"BI menegaskan bahwa ekonomi Indonesia termasuk salah satu negara emerging market (EMEs) yang kuat dalam menghadapi dampak rambatan global akibat ketidakpastian penurunan Fed Fund Rate (FFR) dan meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah,"Â Ibrahim menyoroti.
Dijelaskannya, hal ini ditopang oleh kebijakan moneter dan fiskal yang pruden dan terkoordinasi erat.
Â
BI Berupaya Perkuat Ketahanan Eksternal
"Untuk memperkuat ketahahan eksternal dimaksud, komitmen kuat Bank Indonesia untuk stabilisasi nilai tukar menjadi bagian penting. Demikian pula pengelolaan aliran portfolio asing yang ramah pasar, termasuk operası moneter yang pro-market dan terintegrasi dengan pendalaman pasar uang, mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia," jelas Ibrahim.
Untuk mengantisipasi pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap USD, BI juga melakukan sejumlah langkah antisipatif di antaranya yaitu menjaga kestabilan rupiah melalui menjaga keseimbangan supply-demand valas di market melalui triple intervention khususnya di spot dan DNDF (Domestic Non Deliverable Forward).
Kemudian, BI akan meningkatkan daya tarik aset rupiah untuk mendorong capital inflow, seperti melalui daya tarik SRBI (Sekuritas Rupiah Bank Indonesia) dan hedging cost, serta melakukan koordinasi dan komunikasi dengan stakeholder terkait.
Advertisement
OJK: Perbankan Nasional Tak Kena Imbas Pelemahan Rupiah
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai bahwa risiko yang dihadapi industri perbankan nasional akibat penguatan dolar Amerika Serikat (USD) dalam beberapa waktu terakhir, masih dapat dimitigasi dengan baik.
Hasil uji ketahanan (stress test) yang dilakukan OJK menunjukkan, pelemahan nilai tukar rupiah saat ini relatif tidak signifikan berpengaruh langsung terhadap permodalan bank.
Hal itu mengingat posisi devisa neto (PDN) perbankan Indonesia yang masih jauh di bawah threshold dan secara umum dalam posisi PDN "long" (aset valas lebih besar dari kewajiban valas).
Bantalan permodalan perbankan yang cukup besar (CAR yang tinggi) diyakini mampu menyerap fluktuasi nilai tukar rupiah maupun suku bunga yang masih tertahan relatif tinggi.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, pihaknya mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dalam menghadapi dampak guncangan (shock) geopolitik global yang saat ini terjadi.
"Ketenangan dan rasionalitas dari masyarakat, serta koordinasi antar-otoritas terkait, merupakan faktor kunci dalam menghadapi dinamika perekonomian global yang saat ini terjadi," kata Dian dalam keterangan resmi di Jakarta, dikutip Jumat (19/4/2024).
Dian menjelaskan bahwa, sejauh ini, penguatan USD terjadi terhadap seluruh mata uang secara global, tercermin dari Dollar Index yang mencatatkan tren kenaikan sejak akhir Maret 2024.
Ia pun membeberkan beberapa yang memengaruhi penguatan USD, yaitu kebijakan suku bunga high for longer yang masih berlanjut di tengah kuatnya perekonomian AS, ditambah dengan laju inflasi AS yang masih cukup jauh dari target The Fed sebesar 2 persen.
Pernyataan The Fed baru-baru ini mengungkapkan belum terburu-buru menurunkan suku bunga dan akan terus melihat perkembangan data- data perekonomian ke depan.
OJKÂ mencatat, perekonomian domestik telah terpengaruh oleh situasi geopolitik eksternal, terlihat dari data inflasi Indonesia Maret 2024 yang tercatat sebesar 0,52 persen (mtm) atau 3,05 persen (yoy) atau meningkat dibandingkan 2,75 persen (yoy) pada Februari 2024, meskipun masih tetap dalam rentang target yang ditetapkan.
Efek Positif dari Pelemahan Rupiah
OJK melihat, pelemahan Rupiah saat ini dapat memberikan efek positif terhadap ekspor komoditas dan turunannya yang diharapkan dapat mengimbangi penarikan dana non-residen, dan mendorong industri dalam negeri untuk meningkatkan penggunaan komponen dalam negeri dalam proses produksinya.
OJK mengatakan, pihaknya melakukan uji ketahanan (stress test) secara rutin terhadap perbankan dengan menggunakan beberapa variabel skenario makroekonomi dan mempertimbangkan faktor risiko utama yaitu risiko kredit dan risiko pasar.
"OJK senantiasa melakukan pengawasan secara optimal untuk memastikan bahwa berbagai risiko akibat pelemahan nilai tukar maupun suku bunga yang relatif tinggi terhadap masing-masing bank termitigasi dengan baik," tulisnya dalam keterangan di Jakarta.
"OJK juga meminta bank untuk selalu melakukan pemantauan terkait potensi dampak transmisi dari perkembangan perekonomian global dan domestik terhadap kondisi bank dan melakukan langkah mitigasi yang diperlukan. Koordinasi dengan Anggota KSSK juga terus dilakukan disertai komitmen untuk terus mengeluarkan kebijakan yang dibutuhkan secara tepat guna dan tepat waktu," imbuhnya.
Advertisement