Mendag Rayu Jepang Perkuat Industri Mobil Listrik di Indonesia

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) menyatakan bahwa pemerintah sedang mengupayakan berbagai langkah untuk memaksimalkan potensi industri mobil listrik.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 20 Mei 2024, 19:54 WIB
Diterbitkan 20 Mei 2024, 19:50 WIB
Mendag melakukan pertemuan bilateral dengan Wakil Menteri Parlemen untuk Urusan Luar Negeri Jepang, Komura Masahiro di forum APEC 2024, Peru, Jumat (17/5/2024)
Mendag melakukan pertemuan bilateral dengan Wakil Menteri Parlemen untuk Urusan Luar Negeri Jepang, Komura Masahiro di forum APEC 2024, Peru, Jumat (17/5/2024)

Liputan6.com, Jakarta Industri kendaraan listrik di Indonesia berpotensi tumbuh pesat. Hal ini disebabkan oleh besarnya sumber daya mineral yang dimiliki Indonesia, yang dapat berkontribusi signifikan terhadap perkembangan kendaraan listrik, baik domestik maupun global.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) menyatakan bahwa pemerintah sedang mengupayakan berbagai langkah untuk memaksimalkan potensi tersebut.

Menurut Zulhas, salah satu upaya yang dilakukan adalah memperkuat kerja sama dengan beberapa negara produsen kendaraan roda empat, termasuk Jepang.

"Indonesia mengundang Jepang untuk meningkatkan kerja sama dalam industri otomotif mobil listrik di Indonesia," ujar Mendag setelah pertemuan bilateral dengan Wakil Menteri Parlemen untuk Urusan Luar Negeri Jepang, Komura Masahiro, di forum APEC 2024 di Peru, Jumat (17/5/2024).

Zulhas menambahkan bahwa pertemuan bilateral tidak hanya dilakukan dengan Jepang saja, tetapi juga dengan sejumlah negara lain untuk memperkuat kerja sama di berbagai sektor.

Tentang Forum APEC

Forum APEC merupakan wadah kerja sama regional yang terdiri dari 21 ekonomi di kawasan Samudra Pasifik. Secara umum, diskusi APEC berfokus pada upaya Fasilitasi Perdagangan untuk mewujudkan perdagangan yang lebih liberal, inklusif, dan berkelanjutan. Kerja sama APEC menghasilkan keputusan yang bersifat sukarela dan tidak mengikat (non-binding), meskipun seringkali memiliki implikasi politis.

Anggota APEC meliputi Australia, Brunei Darussalam, Filipina, Kanada, Chili, Tiongkok, Hong Kong, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Peru, Papua Nugini, Rusia, Singapura, Taiwan, Thailand, Amerika Serikat, dan Vietnam.

"Kegiatan utama APEC meliputi kerja sama perdagangan, investasi, serta berbagai kerja sama ekonomi lainnya untuk mendorong pertumbuhan dan peningkatan kesejahteraan di kawasan Asia Pasifik," tutupnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Cadangan Nikel Indonesia Habis 15 Tahun Lagi Gara-Gara Industri Mobil Listrik

Ilustrasi tambang nikel
Ilustrasi tambang nikel (dok: Foto AI)

Pemerintah tengah mempersiapkan Indonesia jadi pusat industri baterai kendaraan listrik dunia. Mimpi ini diusung lantaran Indonesia jadi salah satu negara dengan cadangan nikel terbesar dunia, untuk diolah menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun telah menyiapkan pabrik baterai mobil listrik pertama dan terbesar di Asia Tenggara, yang berlokasi di Karawang, Jawa Barat. Targetnya, pabrik itu bakal beroperasi tahun depan.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, Indonesia saat ini menyimpan hingga sekitar 5,3 miliar ton cadangan nikel. Bahkan, potensinya lebih besar hingga tiga kali lipat lebih.

"Kalau potensi nikelnya sih kalau lihat sekarang kan ada cadangan nikel, ada potensi. Cadangan kita nih 5,3 miliar ton, nah potensi kita ada 17 miliar (ton)," ujar Arifin saat di Kantor Kementerian ESDM, dikutip Senin (18/9/2023).Jenis NikelArifin menjelaskan, nikel sendiri terbagi menjadi dua jenis. Pertama, nikel berkadar tinggi lebih dari 1,5 persen yang disebut saprolit. Lalu, nikel berkadar rendah kurang dari 1,5 persen atau limonit.

"Jadi kalau dipakai pemakaian, kita produksi setahun, nah itu kalau kan dibagi dua. Satu untuk limonit, satu untuk saprolite, untuk besi-baja," terang Arifin.


Cukup 15 Tahun

Ilustrasi bijih nikel. (Deon/Liputan6.com)
Ilustrasi bijih nikel. (Deon/Liputan6.com)

Menurut dia, dengan cadangan nikel sebesar 5,3 miliar ton yang dimiliki saat ini cukup untuk kapasitas produksi hingga 15 tahun. Namun, usia pemakaiannya bisa bertambah jika potensi yang ada dikembangkan, dan turut membuat industri daur ulang baterai kendaraan listrik.

"Jadi kalau yang sekitar 5 miliar (ton) ini dengan kapasitas yang sekarang bisa 15 tahun. Tapi kalau kita bisa kembangin yang potensi ini kita bisa panjang," kata Arifin.

"Nah, ke depannya juga kan industri baterai ini bisa ada industri recycle. Jadi ya recycle itu kenapa bisa top up, jadi ya makin panjang lah ya, cuman kita jangan boros," pinta dia.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya