Soal Aturan TNI Boleh Berbisnis, Ekonom: Berpotensi Korupsi

Pengamat Ekonomi Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda, mengkritisi usulan penghapusan larangan bagi prajurit untuk berbisnis.

oleh Tira Santia diperbarui 17 Jul 2024, 18:10 WIB
Diterbitkan 17 Jul 2024, 18:10 WIB
12 Ribu Personel Gabungan Diterjunkan Amankan KTT World Water Forum ke-10 di Bali
Personel Tentara Nasional Indonesia (TNI) mengambil bagian dalam apel persiapan keamanan untuk KTT World Water Forum ke-10 di Denpasar, Bali, pada tanggal 15 Mei 2024. (SONNY TUMBELAKA/AFP)

Liputan6.com, Jakarta Tentara Nasional Indonesia (TNI) mengusulkan revisi UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI atau revisi UU TNI yang akan dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Salah satu usulan yang mengejutkan adalah penghapusan larangan bagi prajurit untuk berbisnis.

Pengamat Ekonomi Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda, menilai jika abdi negara sebagai pengguna anggaran bersinggungan dengan dunia bisnis yang terkait, maka timbul potensi kecurangan penggunaan anggaran yang menguntungkan segelintir pihak saja.

Huda menjelaskan, dana APBN merupakan dana dari pajak masyarakat, kemudian masuk ke dalam BUMN melalui Penanaman Modal Negara.

Di sisi lain, dunia usaha juga sering berkaitan dengan negara melalui penyediaan barang untuk pemerintah baik Kementerian, Lembaga, Polisi, hingga TNI, sehingga berpotensi korupsi meningkat.

"Berpotensi koruptif juga meningkat. Yang pada akhirnya yang memenangkan project pemerintah dari internal sendiri. Ekonomi semakin terhambat, terutama dari sisi dunia usaha non abdi negara. Maka saya tidak setuju dengan usulan tersebut," kata Nailul Huda kepada Liputan6.com, Rabu (17/7/2024).

Adapun sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan TNI, Brigjen TNI Nugraha Gumilar menjelaskan bahwa usulan penghapusan Pasal 39 poin C ini dilatarbelakangi oleh keberadaan prajurit yang memiliki usaha kecil, seperti pertanian, peternakan, perkebunan, atau warung kelontong.

TNI meyakinkan bahwa penghapusan aturan larangan bisnis ini tidak akan mengganggu tugas pokok TNI. Usulan revisi ini muncul dari Kababinkum TNI, Laksamana Muda Kresno Buntoro, dalam dengar pendapat publik RUU Perubahan TNI.

Kresno menekankan bahwa yang seharusnya dilarang adalah penggunaan institusi TNI untuk berbisnis, bukan usaha pribadi para prajurit. Ia juga menyoroti pentingnya penghasilan tambahan bagi prajurit TNI, dengan contoh sopirnya yang bekerja sampingan sebagai ojek.

TNI Boleh Berbisnis: Janji Tak Ganggu Tugas Pokok Prajurit

FOTO: TNI AD Gelar Apel Pasukan di Monas
Prajurit TNI AD mengikuti Apel Gelar Pasukan Jajaran TNI AD di Lapangan Monas, Jakarta, Selasa (25/1/2022). Pasukan TNI AD dan Alutsista dipamerkan saat mengikuti gelar apel pasukan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Tentara Nasional Indonesia (TNI) mengusulkan revisi UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI atau revisi UU TNI, yang akan dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Salah satu usulan yang mengejutkan adalah penghapusan larangan bagi prajurit untuk berbisnis.

Kepala Pusat Penerangan TNI, Brigjen TNI Nugraha Gumilar menjelaskan bahwa usulan penghapusan Pasal 39 poin C ini dilatarbelakangi oleh keberadaan prajurit yang memiliki usaha kecil, seperti pertanian, peternakan, perkebunan, atau warung kelontong.

"Usulan penghapusan pasal 39 poin c, dengan pertimbangan ada prajurit yang punya usaha pertanian, peternakan, perkebunan, warung kelontong dan lain-lain," kata Gumilar saat dihubungi.

TNI meyakinkan bahwa penghapusan aturan larangan bisnis ini tidak akan mengganggu tugas pokok TNI. "Prajurit yang memiliki usaha tidak menjalankan usahanya seorang sendiri sehingga tidak mengganggu tugas sebagai prajurit," tegas Gumilar.

 

Apa Alasan Usulan TNI Boleh Berbisnis?

APel Gelar Pasukan KTT ke-43 ASEAN di Monas
Prajurit TNI mengikuti Apel Gelar Pasukan Pengamanan KTT ASEAN di Silang Monas, Jakarta, Jumat (1/9/2023). (merdeka.com/Imam Buhori)

Usulan revisi ini muncul dari Kababinkum TNI, Laksamana Muda Kresno Buntoro, dalam dengar pendapat publik RUU Perubahan TNI. Kresno menilai bahwa larangan prajurit berbisnis terlalu ketat dan mencontohkan kasus istri atau keluarga prajurit yang memiliki warung kecil.

"Pasal 39 ini mungkin kontroversial, tapi bapak ibu, istri saya itu punya warung di rumah, buka warung. Kalau ini diterapkan maka saya kena hukuman prajurit dilarang terlibat di dalam kegiatan bisnis," ujar Kresno.

Kresno menekankan bahwa yang seharusnya dilarang adalah penggunaan institusi TNI untuk berbisnis, bukan usaha pribadi para prajurit. Ia juga menyoroti pentingnya penghasilan tambahan bagi prajurit, dengan contoh sopirnya yang bekerja sampingan sebagai ojek.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya