Rupiah Banting USD di Tengah Ekspektasi Penurunan Suku Bunga

Posisi Rupiah terhadap USD diperkirakan fluktuatif namun ditutup menguat direntang Rp. 15.350 - Rp.15.420 pada perdagangan Senin 16 September 2024.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 13 Sep 2024, 17:40 WIB
Diterbitkan 13 Sep 2024, 17:40 WIB
nilai rupiah melemah terhadap dollar
Petugas menata mata uang rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Kamis (5/1/2023). Mengutip data Bloomberg pukul 15.00 WIB, rupiah ditutup turun 0,22 persen atau 34 poin ke Rp15.616,5 per dolar AS. Hal tersebut terjadi di tengah penguatan indeks dolar AS 0,16 persen ke 104,41. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Rupiah mengalami penguatan menjelang akhir pekan pada Jumat, 13 September 2024. Nilai tukar rupiah mengalami penguatan terhadap Dolar AS (USD) pada hari ini dipengaruhi oleh sentimen penurunan suku bunga Bank Sentral AS atau the Fed.

Rupiah ditutup menguat 37,5 poin terhadap USD pada perdagangan Jumat (13/9/2024), walaupun sebelumnya sempat menguat 45 poin. Rupiah menguat ke level Rp 15.401,5 dari penutupan sebelumnya di level Rp 15.439.

"Sedangkan untuk  perdagangan selasa depan, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat direntang Rp 15.350 - Rp15.420," ungkap Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi, dalam keterangan di Jakarta, Jumat (13/9/2024).

"Dolar AS bersiap untuk kerugian mingguan yang ringan - minggu kedua dalam posisi merah, karena para pedagang tetap pada ekspektasi pemotongan suku bunga meskipun ada beberapa pembacaan inflasi yang kuat minggu ini," katanya.

Sementara data inflasi awalnya melihat taruhan bergeser ke arah pengurangan 25 basis poin oleh The Fed minggu depan, beberapa data pasar tenaga kerja yang lemah membuat taruhan pada pengurangan 50 bps kembali berlaku. 

CME Fedwatch kini menunjukkan, pasar memperkirakan peluang 56% bahwa Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin minggu depan, bersama dengan peluang 44% untuk pengurangan 50 bps.

"Bank sentral secara luas diharapkan untuk memulai siklus pelonggaran mulai minggu depan setelah sinyal dovish dari sejumlah pejabat Fed dalam beberapa minggu terakhir," jelas Ibrahim.

Perkiraan analis saat ini adalah pemotongan senilai 100 bps tahun ini dari bank sentral, dengan dua pertemuan lagi tersisa di tahun setelah September, lanjutnya.

Sementara itu, di Asia, serangkaian komentar agresif dari pejabat Bank of Japan (BOJ) mendorong mata uang tersebut minggu ini, terutama karena mereka menyerukan kenaikan suku bunga lebih lanjut oleh bank sentral. Sementara data inflasi produsen yang lemah sedikit melemahkan sentimen ini.

 

 

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan pribadi seorang pengamat. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor transaksi terkait. 

Sesuai dengan UU PBK No.32 Tahun 1997 yang diperbaharui dengan UU No.10 Tahun 2011 bahwa transaksi di Valas beresiko tinggi dan keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Akankah BI Mengikuti Langkah The Fed

Suku Bunga
Ilustrasi Foto Suku Bunga (iStockphoto)

Dalam beberapa waktu terakhir Federal Reserve (The Fed) diprediksi akan menurunkan suku bunga secara agresif untuk mendoronh pertumbuhan ekonomi. Langkah ini diharapkan dapat menstimulus ekonomi Amerika Serikat, serta berdampak positif pada perekonomian Indonesia.

Ibrahim menyebut, Bank Indonesia yang sebelumnya  mempertahankan suku bunga acuan di angka 6,25 persen, kemungkinan dalam pertemuan pekan depan akan kembali menurunkan suku bunga sebesar 25 bps ke 6 persen.

Walaupun dalam pertemuan sebelunmya BI baru akan menurunkan suku bunga di bulan Desember.

"Kalau suku bunga bisa turun ini akan memberikan stimulan atau dorongan ke sektor perbankan untuk menurunkan suku bunga sesuai arahan Bank Indonesia. Dan akan berdampak terhadap mata uang Rupiah kembali menguat, inflasi terkendali, perekonomian kembali tumbuh itu dibarengi dengan lowongan kerja yang terus meningkat," kata Ibrahim.

Beda Rupiah 1998 dengan 2018 terhadap Dolar AS
Infografis Beda Rupiah 1998 dengan 2018 terhadap Dolar AS. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya