RI Deflasi Lagi, Rupiah Ditutup Loyo ke Level 15.200 per Dolar AS

Pelemahan Rupiah terjadi menyusul rilis BPS yang menunjukkan Indonesia mengalami deflasi 0,12% pada bulan September.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 01 Okt 2024, 17:15 WIB
Diterbitkan 01 Okt 2024, 17:15 WIB
FOTO: Akhir Tahun, Nilai Tukar Rupiah Ditutup Menguat
Karyawan menunjukkan uang rupiah dan dolar AS di Jakarta, Rabu (30/12/2020). Nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 80 poin atau 0,57 persen ke level Rp 14.050 per dolar AS. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Rupiah mengalami pelemahan di awal bulan, pada Selasa, 1 Oktober 2024. 

Rupiah ditutup melemah 66 point terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) pada Selasa (1/10), setelah sempat melemah 75 point dilevel Rp.15.206 dari penutupan sebelumnya di level Rp.15.140.

Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang Rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp.15.130 - Rp.15.240," ungkap Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi dalam keterangan di Jakarta, Selasa (1/10/2024).

Pelemahan Rupiah terjadi menyusul rilis BPS yang menunjukkan Indonesia mengalami deflasi 0,12% pada bulan September. Ini menandai deflasi kelima sepanjang 2024.

Adapun tingkat inflasi Indonesia pada September 2024 mencapai 1,84 % secara tahunan (year on year/YoY). Indeks harga konsumen (IHK) turun ke level 105,93 pada September 2024, dari 106,06 pada Agustus 2024.

BPS mencatat,kelompok pengeluaran penyumbang deflasi bulanan terbesar adalah makanan minuman dan tembakau, dengan deflasi sebesar 0,59% dan memberikan andil deflasi 0,17%.

Sementara itu, terdapat komoditas dengan andil inflasi antara lain komponen ikan segar dan kopi bubuk, dengan andil masing-masing 0,02%. Komponen penyumbang inflasi lainnya adalah biaya kuliah akademi perguruan tinggi, juga sigaret kretek mesin.

"Sebelumnya, berdasarkan proyeksi para analis,memperkirakan bahwa secara tahunan inflasi di Indonesia akan mereda. Dari 29 ekonom, nilai tengah proyeksi inflasi September 2024 adalah 2,00% (YoY), turun dari posisi Agustus 2024 dengan inflasi 2,12% (YoY)," ungkap Ibrahim.

Proyeksi terendah inflasi tahunan pada September 2024 adalah 1,80%, sedangkan tertinggi 2,20%.

"Tercatat 20 ekonom memproyeksikan bahwa inflasi tahunan pada September 2024 akan lebih rendah dari bulan sebelumnya. Meskipun demikian, kondisinya berbeda apabila ditilik dari pergerakan IHK secara bulanan. Para ekonom memperkirakan bahwa masih akan terjadi deflasi bulanan pada September 2024," papar Ibrahim. 

 

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan pribadi seorang pengamat. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor transaksi terkait. 

Sesuai dengan UU PBK No.32 Tahun 1997 yang diperbaharui dengan UU No.10 Tahun 2011 bahwa transaksi di Valas beresiko tinggi dan keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


The Fed Sinyalkan Tak Pangkas Suku Bunga Besar-besaran

Wall Street
Pedagang bekerja di New York Stock Exchange saat Ketua Federal Reserve Jerome Powell berbicara setelah mengumumkan kenaikan suku bunga di New York, Amerika Serikat, 2 November 2022. (AP Photo/Seth Wenig)

Di Amerika Serikat Ketua Federal Reserve Jerome Powell menolak taruhan pada pemotongan suku bunga yang lebih besar.

Powell menunjukkan yang lebih agresif dalam pidatonya di sebuah konferensi di Tennessee, dengan mengatakan bahwa bank sentral AS kemungkinan akan tetap mempertahankan pemotongan suku bunga seperempat poin persentase ke depannya.

FedWatch Tool milik CME Group kini menunjukkan, para pedagang tetap yakin The Fed akan memangkas lagi pada pertemuan penetapan kebijakan berikutnya di bulan November, tetapi memangkas ekspektasi untuk pengurangan 50 basis poin (bps) menjadi 35,4% dari 53,3% sehari sebelumnya

Pidato Powell disampaikan menjelang serangkaian data AS yang padat pekan ini, termasuk indeks manufaktur Institute for Supply Management yang akan dirilis Selasa malam dan laporan non-manufaktur pada Kamis, diikuti oleh angka pekerjaan bulanan yang berpotensi krusial pada Jumat, Ibrahim menyoroti. 

Sementara itu, ketegangan yang meluas di Timur Tengah masih menjadi perhatian pasar, ketika Israel melancarkan invasi darat Israel ke Lebanon tampaknya pada hari Selasa (1/10).

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya